Diplopia Sesembahan
“Siapa yang menjaga manusia dari bahaya diplopia penyembahan itu?”, tanya Mbah Sot. “Tidak ada”. Dijawabnya sendiri.
Nabi Yunus diperintah Allah untuk menyatakan: “Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu” [1] (Yunus: 108)
“Andaikanpun aku pernah sukses di dunia”, kata Mbah Sot, ”tidak batalkah arti kesuksesan itu kalau mayoritas penghuni bumi ini meyembah makhluk karena meyakini ia sebagai Tuhannya. Andaikan aku berprestasi, tidak omong kosongkah prestasi itu kalau jumlah terbanyak manusia di dunia ini menuhankan manusia”
“Alangkah memalukan hidupku yang tak mampu berbuat apapun kepada masyarakat yang sangat cerdas terhadap materi dan keduniaan, namun buntu logikanya dalam hal sesembahan. Alangkah sia-sia semua yang telah kulakukan di depan penduduk suatu planet yang sangat diistimewakan oleh Tuhan, namun kebanyakan penghuninya mengalami diplopia atau pengaburan penglihatan sehingga Tuhan tampak tidak tunggal oleh rohaninya”
“Masyarakat dunia yang menemukan Tuhan di suatu tempat dan tidak menyadari Tuhan di tempat yang lain. Yang rajin bertamu kepada Tuhan di Rumah Ibadah kemudian Tuhan abstain dari dirinya dalam urusan-urusan lain di luarnya. Yang menomersatukan Tuhan dalam skala prioritas perbadatan, namun menomerduakan, menomertigakan, bahkan meniadakan Tuhan di hampir setiap urusan keduniaan”.