Di-jothak oleh Allah
Banyak sekali keadaan-keadaan dunia yang mengerikan bagi Mbah Sot kalau diproyeksikan ke konteks kiamat. Misalnya ketika nanti nyawanya diambil, ia mendengarkan suara:
”Dan orang-orang yang beriman berkata: ‘Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan kehilangan keluarga mereka pada hari kiamat.’” [1] (Asy-Syuro: 45).
Ya ampun: kehilangan diri sendiri…. Kasus terbanyak pada kehidupan manusia di dunia adalah kehilangan dirinya sendiri, terseret amat jauh dari fitrah dirinya. Tapi selama masih hidup di dunia, masih ada peluang untuk berupaya memperbaiki keadaan itu, menemukan diri kembali. Tetapi begitu kiamat-diri tiba, kesempatan pun sirna.
Atau, “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janjinya dengan Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian pahala di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak pula akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih”. [2] (Ali ‘Imron: 77).
“Bisakah kalian bayangkan, kalian rasakan, kalian dalami dan selami”, kata Mbah Sot, “kematian adalah the point of no return, titik di mana tak ada jalan kembali. Kita tercampak ke dalamnya, tulang belulang kita terserak di lubang kuburan, kemudian jiwa kita melayang-layang tanpa arah untuk menuju atau kembali – karena Allah tidak sudi berjumpa dengan kita, tidak mau menatap wajah kita, tidak mengucapkan barang satu kata pun kepada kita…. Kita di-jothak, bahasa Jawa Tengahnya, kita gak di-wawuh oleh Allah bahasa Jawa Timurnya.… apakah pernah engkau temukan penderitaan batin yang melebihi di-cuekin oleh Allah?”.