CakNun.com

Bincang-Bincang Sastra: Achmad Munif Sang Juru Kisah

Redaksi
Waktu baca ± 2 menit

Studio Pertunjukan Sastra bekerja sama dengan Rumah Maiyah menggelar acara Bincang-bincang Sastra edisi ke-142 dengan tajuk “Achmad Munif Sang Juru Kisah”. Hadir sebagai pembicara dalam acara ini ialah Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), Asah Hafsah (istri alm. Achmad Munif), dan Mustofa W. Hasyim yang dipandu oleh Sholeh UG.

Bincang-bincang Sastra edisi ke-142
Bincang-bincang Sastra edisi ke-142.

Selain itu akan ada pertunjukan sastra karya-karya Achmad Munif yakni pembacaan cerpen “Parcel” oleh Fatur Ramadhan (Teater JAB) dan teaterikal fragmen novel Perempuan Jogja oleh Riska S.N., Agus Sandiko, dan Apsari Anindita (Studio Pertunjukan Sastra). Acara ini akan digelar pada hari Sabtu, 29 Juli 2017 pukul 20.00 wib bertempat di Rumah Maiyah, jalan Wates km 2,5 Gang Barokah 287, Kadipiro, Yogyakarta. Acara ini terbuka untuk umum dan gratis.

Achmad Munif merupakan sastrawan lulusan Pesada Studi Klub (PSK), yang produktif melahirkan karya berupa cerpen dan novel sejak tahun 1960-an. Ketika rekan-rekan lain di PSK memilih “jalur puisi”, ia malah yakin dengan “jalur prosa”. Agaknya pilihan tersebut tidak keliru. Karya-karyanya, seperti Perempuan Jogja, Merpati Biru, dan Tikungan pun lahir dan melambungkan namanya.

Banyak yang menilai bahwa novel-novel karya sastrawan kelahiran Jombang, 3 Juni 1945 yang wafat di Yogyakarta pada 30 Maret 2017 itu tergolong dalam novel pop, namun Achmad Munif berpendapat bahwa baginya menulis novel pop sah-sah saja dan tidak haram. Baginya, fiksi pop juga sastra. Sastra pop atau sastra serius keduanya tetaplah lahir dari proses kreatif. Meskipun di kalangan komunitas sastrawan, pengarang pop seringkali termajinalkan. Bahkan para kritikus pun jarang menyentuhnya. Namun, toh karya pop tetap lahir, bahkan secara kuantitatif berada di atas karya sastra serius. Achmad Munif sangat meyakini itu.

Menurut Sukandar, koordinator acara, sengaja acara belajar kepada pribadi dan karya Achmad Munif ini diselenggarakan di Rumah Maiyah, mengingat kedekatan Cak Nun dengan Cak Munif (panggilan akrab Achmad Munif, red.) yang sama-sama berasal dari Jombang dan sama-sama pernah belajar bersastra di Malioboro.

Achmad Munif bersama Cak Nun, 26 September 2016.
Achmad Munif bersama Cak Nun, 26 September 2016. (Foto: Latief S. Nugraha).

Setelah lama tidak bertemu, pada 26 September 2016 dalam sebuah acara di Balai Bahasa DIY keduanya dipertemukan kembali. Dari sebuah foto caknun.com yang memberitakan pertemuan itu, tampak kegembiraan Cak Nun saat berpelukan dengan sosok yang seakan telah lama dicarinya itu. Cak Nun pun berpesan bahwa sekali waktu Cak Munif bisa silaturahmi ke Kadipiro untuk bersama-sama dengan alumni PSK lainnya mengelola Majalah Sabana. Ternyata perjumpaan waktu itu merupakan pertemuan terakhir antara keduanya. Saat Cak Munif meninggal, Cak Nun ikut menshalati jenazahnya dan menghantarkannya hingga ke pemakaman.

Selain dikenal sebagai sastrawan, Ahmad Munif juga pernah menjadi wartawan Minggu Pagi, Kedaulatan Rakyat, dan Yogya Pos. Ia juga pernah mengajar “Manajemen Pers dan Penulisan Naskah Fiksi” di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, “Dasar-Dasar Penulisan Artikel Ilmiah  Populer di STPMD “APMD” Yogyakarta, dan “Jurnalistik” di Institut Dakwah Masjid Syuhada (IDMS) Yogyakarta. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan Achmad Munif tergolong tidak neko-neko, tertib, dan memiliki etos kerja penulisan yang tinggi. Karya-karya berupa cerpen dan novel yang diciptakan hingga saat sakit sebelum akhir hayatnya pun menjadi bukti keseriusannya dalam bersastra.

Lainnya

Mengenang Achmad Munif Sang Juru Kisah

Mengenang Achmad Munif Sang Juru Kisah

Achmad Munif adalah orang yang paling baik pembacaan puisinya dibandingkan para “gelandangan Malioboro” padahal Achmad Munif adalah seorang prosais, bahkan cerpenis.

Muhammad Zuriat Fadil
M.Z. Fadil

Topik