Betapa Bahagia dan Frustrasi
Brakodin mengisahkan betapa Markesot sangat bergembira oleh banyak janji-janji Allah untuk membalas perbuatan para penguasa dunia yang dhalim. Tetapi kegembiraan itu pada akhirnya membuatnya menangis.
“Dan janganlah sekali-kali kamu Muhammad mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang dhalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata mereka terbelalak” [1] (Ibrahim: 42).
Bagaimana mungkin tidak bergembira oleh pernyataan bahwa Allah takkan lalai terhadap kedhaliman manusia. Tapi bagaimana tidak menangis tatkala takkan pernah diketahuinya seberapa lama Allah memberi tangguh untuk membalas mereka.
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”. [2] (An-Nahl: 126).
Seorang perwira tinggi militer menawarkan kepada Markesot dua hal: berbagai jenis bom untuk diledakkan, serta dua prajurit pilihan untuk melakukan peledakan itu kapan saja Markesot menghendaki. Markesot heran terhadap tawaran itu, Sang Perwira menjawab: “Apapun yang Cak Markesot lakukan, kami percaya sepenuhnya, karena kami yakin pasti dengan niat dan tujuan yang baik”.
Tetapi Markesot menangis lagi: bagaimana mungkin ia menolak tawaran Allah untuk memilih yang lebih baik? Tuhan menyatakan keadilan bahwa manusia berhak membalas kejahatan sepadan dengan yang ditimpakan kepadanya. Tetapi jika ia bersabar, Tuhan akan menaikkan derajatnya ke maqam kemuliaan. Betapa bahagia dan betapa frustrasi.