Bakteri-bakteri Ketidakberdayaan
Panjang Brakodin mengungkapkan kembali apa yang didengarnya dari Mbah Sot, “Setiap kali kegembiraanku dipadamkan oleh keadaan dunia, kuingat-ingat kembali yang kutulis: Inikah yang membuat di kesempurnaan Kitab-Mu Engkau mewahyukan Iqra`? Wahai Loro-loroning Atunggil. Wahai dua yang menyatu dalam kalbuku. Wahai Cahaya yang memancarkan cahaya, yang seberapa luas dan agung pun sebaran cahaya dan cahaya itu, namun tetap manunggal di dalam jiwaku.”
“Wahai Allah. Wahai Cahaya Terpuji Nur Muhammad, wahai awal mula pancaran cahaya cinta maupun kehadiranmu sebagai putra Ibu Aminah dan Bapak Abdullah, sang pemandu peradaban ummat manusia sepanjang sejarah. Wahai aku dikepung oleh manusia yang menimbunku di bawah tumpukan beribu-ribu pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh kedermawanan-Mu dan syafaat kekasih-Mu. Wahai aku dilempari oleh perkara-perkara, persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang hanya Engkau dan kekasih-Mu yang punya kemampuan untuk mengatasinya.”
“Wahai aku diserbu oleh berjuta-juta bakteri ketidakberdayaan, penyakit kejumudan, endemi kebodohan, epidemi global kelaliman, ketidakadilan dan tipu daya, dari wajah-wajah kumuh hamba-hambaMu yang menyangka aku punya kekuatan dan cara untuk mengatasinya.”
“Wahai aku dipenjara, ditindas, dan dianiaya oleh prasangka berjuta-juta orang kepadaku. Aku disiksa oleh rasa putus harapan jutaan manusia yang membuat mereka menyangka aku mewakili-Mu untuk hadir di depan pintu rumah kesengsaraan mereka dan membawa penawarnya. Wahai aku mencicipi kepahitan Nabinda Yunus yang “minggat” dalam keadaan marah dan ditelan oleh ikan-Mu: “Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dhalim”. [1] (Al-Anbiya: 87).