Al-Qur`an Bukan Hurufnya Itu
“Maksud Cak Sot”, Sundusin mencoba ikut menjelaskan, “dalam membaca dan memahami Al-Qur`an kita jangan berhenti pada pencerapan harafiah. Ayat-ayat itu memang disampaikan kepada kita melalui kumpulan huruf-huruf, tetapi pada hakikatnya Al-Qur`an bukanlah huruf-huruf itu, meskipun huruf-huruf dalam kehidupan memang adalah bagian dari Al-Qur`an atau bagian dari keseluruhan firman agung Allah”
“Kemungkinan berikutnya apa, Cak?”, Brakodin mengejar.
“Kemungkinan kelembutan yang kedua, misalnya, bahwa setiap ayat Allah bisa ditemukan konteks pengertiannya pada satuan ruang dan waktu tertentu pada kehidupan manusia. Tetapi jangan berkesimpulan bahwa firman Allah itu bagian dari ruang dan waktu. Terbalik. Ruang dan waktulah yang merupakan bagian dari firman Allah. Sebab ruang dan waktu diciptakan sesudah firman pertama Allah”
“Apa itu bukan membolak-balik logika saja, Cak?”, Tarmihim ikut mengejar.
“Logika tak usah dibolak-balik, karena ia memang berlipat-lipat tanpa batas”, jawab Cak Sot, “Logika memuai sesuai dengan spektrumnya. Logika olahraga bisa berlaku pada spektrum budaya. Logika psikologi bisa ditemukan pemuaiannya pada spektrum peradaban besar…”
Setelah diam sejanak, Cak Sot meneruskan: “Logika itu sendiri ditimpa oleh hukum logika. Sedemikian rupa dialektika antara berbagai spektrum logika, sampai akhirnya kelak mudah-mudahan Allah berkenan menginformasikan kepada kita Akar Asal Usulnya, Ibunya. Alur dan sulur-sulur serta lipatan-lipatan logika sesungguhnya adalah semacam jaring-jaring raksasa, semacam tumpukan rumah laba-laba, di mana kita memanjatnya, berlompatan padanya, sampai berjumpa dengan Maha Logika. Maka seluruh keangkuhan intelektual dan kesombongan rasional peradaban manusia cukup dicegat oleh Allah dengan Alif Lam Mim, Shad, Nun, Qaf...”.