Al-Qur`an adalah Metodologi Agung
“Saya bisa paham”, kata Pakde Sundusin, “aslinya tema dan asal-usul firman itu berkaitan dengan hubungan antara Kaum Muslimin dengan pemeluk kepercayaan lain. Tetapi perbedaan pandangan, dari soal makanan hingga prinsip politik dan akidah, bisa juga berlangsung antar kelompok-kelompok yang bermacam-macam dalam kehidupan masyatakat…”
“Bisa antar generasi”, Pakde Tarmihim melanjutkan, “bisa antar golongan etnik, bisa antara senior dengan junior, bisa antara siapapun saja, bahkan bisa antara orangtua dengan anak-anaknya”
“Kami belajar bersikap lembut kepada Pakde Paklik”, Seger menanggapi, “kami belajar akurasi pengambilan jarak sosial dalam interaksi dengan masyarakat. Bersama komunitas Mbah Markesot ini kami tidak merasa seperti santri-santri Pesantren, tetapi kami menjadi sangat menikmati Al-Qur`an. Firman-firman Allah ternyata adalah mripat berjuta-juta, bahkan tak terbatas, yang bisa kami pakai untuk melihat keluasan dan detail kehidupan. Ayat-ayat Allah ternyata bukan hanya informasi yang kami tak mungkin memperolehnya hanya dengan akal, rasionalitas, intelektualitas, tidak juga bisa kami peroleh dengan penelitian dengan metodologi apapun yang pernah ada di muka bumi. Al-Qur`an adalah Metodologi Agung”
“Kami sangat menghormati usulan Pakde Brakodin”, Junit menyetujui Seger, “dan kami pasti akan selalu menjalaninya. Tetapi untuk tahap sekarang perkenankan kami untuk menikmati firman-firman Allah. Justru di dalam setiap huruf Al-Qur`an kami melihat dengan lebih terang benderang keadaan masyarakat”
“Meskipun demikian”, Jitul menambahkan sambil tertawa, “kelas kami baru sampai pada “Kitab Al-Qur`an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” [1] (Al-Baqarah: 2). Bukannya kami sudah bertaqwa. Kami sedang berada di awal perjuangan untuk sedikit bisa meraba apa gerangan taqwa”.