Wayang Cak Nun oleh Ki Sigit Ariyanto
Pementasan Wayang yang dimainkan oleh Ki Sigit Ariyanto telah dipersilakan dimulai oleh Cak Nun. Bersama para seluruh hadirin, Cak Nun dan semua personel KiaiKanjeng menikmati cerita yang dibangun dengan tema santri. Cak Nun menyebut pementasan ini sebagai ijtihad. Para niyogo Ki Sigit membuka dengan serangkaian shalawat yang diringi oleh musik gamelan Jawa dan memberikan nuansa yang berbeda dengan wayang pada umumnya, nuansa yang memadukan khasanah Jawa dan Islam.
Saat goro-goro tiba, Ki Sigit mengeluarkan satu bilah wayang yang tak lazim. Yakni wayang bergambarkan Cak Nun mengenakan baju putih dan peci Maiyah merah putih. Cak Nun ditemui oleh Petruk yang mewakili komunitas Obrolan Santri Rembang. Dengan penuh takdzim Petruk mengungkapkan kebahagiaannya karena lama Cak Nun tak hadir di Rembang. Petruk menyampaikan keinginan agar Cak Nun juga mengayomi para dalang di Indonesia, dan mengajak mereka Maiyahan. Juga Obrolan Santri Rembang bisa menjadi Embrio Maiyah di Rembang.
Saat sore tadi, KiaiKanjeng transit di kediaman Ki Sigit dan sudah berembug untuk kolaborasi pada ending pementasan, yaitu membawakan Syi’ir Tanpo Waton. Di pendopo rumah Ki Sigit terpajang foto Ki Sigit dengan Cak Nun saat sowan di Kadipiro dan menyerahkan Gunungan Gapuran kepada Cak Nun. Ki Sigit memetik banyak khasanah nilai dari Cak Nun ihwal Jawa dan Islam.
Lakon ringkas itu telah selesai, dan kini KiaiKanjeng meneruskan dengan Syi’ir Tanpo Waton. Jamaah diajak serta, dan semuanya mengikuti. Cak Nun lantas menegaskan, wayang tadi merupakan contoh pekerjaan besar yang hanya bisa dilakukan oleh orang Jawa. Wayang bukan sekadar tontonan dan hiburan. Wayang menggendong tata nilai kehidupan manusia. Wayang juga memuat kebesaran jiwa manusia yang mampu mentertawakan dirinya. Wayang akan abadi sampai ke sorga. (hm/adn)