“Tuhan” Harus Patuh kepada Manusia
Ta’qid“Begitu manusia bergerak mencari kemenangan ke luar dirinya, maka sesungguhnya ia sedang menjauhi hakikat kemanusiaannya”
IT juga memberitakan bagian-bagian tertentu dari Agama, tetapi itu bukan fokus perhatiannya. IT sangat efektif menjadi aplikator pekerjaan Nubuwah, tetapi bukan itu tujuan utama IT diselenggarakan dan disebarkan.
Eksplorasi ke dalam “maya”, perangkat-perangkat “lunak”, aplikasi-aplikasi di medan-medan “halus”, kesanggupannya yang semakin luar biasa sebagai “lelembut”, tidak diperuntukkan bagi manusia dan kemanusiaan, melainkan demi materialisme kebudayaan dan hedonisme peradaban.
IT tidak terutama berurusan dengan jagat intrinsik manusia, yang bermuara pada hakiki ketenangan, kesucian, kesejatian, dan menuju keabadian. Melainkan untuk pencapaian-pencapaian di wilayah ekstrinsik, yang substansinya adalah kecanggihan dan kehebatan, kekuasaan dan penguasaan, serta kemenangan yang harus ditegakkan dengan cara mengalahkan.
Begitu manusia bergerak mencari kemenangan ke luar dirinya, maka sesungguhnya ia sedang menjauhi hakikat kemanusiaannya.
Begitu manusia memuaikan dirinya untuk menjadi lebih besar dari manusia lainnya, maka sesungguhnya ia sedang mempercepat usia sejati sejarah kemanusiaan.
Begitu manusia bergolak untuk mengungguli manusia lainnya, maka sesungguhnya ia atau mereka sedang berjalan ke arah yang bertentangan dengan sebab musabab awalnya manusia diciptakan.
Manusia yang berjuang untuk membesari manusia lain, untuk menang atas manusia lain, serta untuk mengungguli segala sesuatu di luar dirinya, yakni alam dan makhluk-makhluk lainnya, pada hakikatnya mereka sedang meresmikan kekerdilannya — karena tidak pernah dan tidak akan pernah ada aturan penciptaan yang memperkenankan manusia memiliki kebesaran, kekuasaan dan kemenangan.
Manusia diciptakan untuk hanya satu kemungkinan, yakni membesari dirinya sendiri, menguasai dirinya sendiri, serta memenangkan pertarungan melawan dirinya sendiri.
Maka IT yang sangat potensial untuk berfungsi Nubuwah, oleh manusia tidak dieksplorasi untuk itu, karena tidak dikawal atau diiringi oleh konsep Risalah.
Pergerakan Nubuwahnya tidak mengacu pada keutamaan kehendak Tuhan, atau keniscayaan Sunnah Allah. Padahal di dalam kehidupan hanya ada satu kepastian lain di luar keniscayaan itu, ialah kehancuran dan bencana. Terserah apakah kehancuran itu bernama adzab atau akan disebut neraka. Itu pun sesungguhnya kehancuran, adzab dan neraka, tidak lain merupakan bagian logis belaka dari Sunnatullah.
Nubuwah atau teknologi informasi yang sedang diselenggarakan besar-besaran itu tidak disertai dengan “antena” vertikal. Ia merambah horisontal. Andaikan ada upaya akses vertikal, ada niatan untuk menggapai Langit: itu pun demi kepentingan horisontal.
Peradaban dan ilmu para penduduk Bumi tidak menolak langit, asalkan untuk kepentingan Bumi.
Ummat manusia mendirikan gedung-gedung tinggi yang mereka sebut “Pencakar Langit”, dengan tujuan menyempurnakan kekuasaan Bumi. Manusia bukan sedang mengingkari Langit, bukan tidak beriman kepada Maha Raja Penguasa Langit. Manusia mempercayainya, mempelajarinya dan mengeksplorasinya sejauh bersesuaian dengan kepentingan penghuni Bumi.
Manusia adalah Pusat Kehendak. Manusia adalah Sumber Utama Keinginan. Bukan Tuhan. Apalagi Allah.
Kenapa “bukan Tuhan, apalagi Allah”? Tuhan adalah sebutan umum untuk siapa saja, Allah disimpulkan sebagai inisial spesifik suatu kelompok.
Tangan panjang, tangan lembut, tangan siluman IT, menggenggam Bumi, untuk meneguhkan kekuasaan manusia atas “Tuhan”. Untuk menyebarkan kepercayaan diri di antara manusia bahwa “Tuhan” harus bermanfaat untuk manusia, harus patuh kepada pamrih manusia, harus taat kepada nafsu manusia.