Tegak Lurus Langsung
Hari ini, 27 Mei 2016, dengan prinsip husnudzon dan tadabbur, Maiyah mendapatkan hidayah bahwa sore ini matahari akan tegak lurus dengan ka’bah, dan berarti itu adalah isyarat akan tonggak, atau garis lurus ke langit, ke Allah. Bahwa tidak ada lagi penghalang menuju Allah. Semua tegak lurus langsung kepada Allah. Dalam semua hal, hanya dari Allah dan kepada Allah.
Juga hari ini, pada perhelatan Ihtifal Maiyah, sebagai organisme, Maiyah siap melangkah terus dengan menjadikan momentum ini sebagai sebuah tonggak. Dengan Ihtifal Maiyah ini, jamaah Maiyah diajak untuk menemukan tonggak-tonggak baru untuk peralihan ke masa yang lebih baik, secara individu, kelompok, atau bangsa.
Salah satu tonggak itu berawal dari pertanyaan. Apakah benar segala keputusan, baik atas hal kecil maupun perkara besar, yang kita ambil dalam hidup kita murni merupakan kedaulatan berpikir kita? Apakah alam pikir kita benar-benar jernih dari pengaruh kendali media massa?
Masyarakat yang hidup dalam rezim keditaktoran atau rezim otoritarian dikendalikan oleh sebuah kekuasaan yang mengikat alam pikir sesuai keinginan penguasa. Masyarakat di masa penjajahan fisik dikungkung oleh penjajah. Lalu apakah masyarakat demokrasi yang merdeka dari penjajahan fisik sudah pasti bebas dari pengendalian alam pikir?
Seakan-akan masyarakat demokrasi memiliki kedaulatan penuh. Padahal, melalui sistem kehidupan modern saat ini, pengendalian itu meningkat dan lebih canggih teknis dan aplikasinya. Kontrol itu tidak lagi secara hardware, melainkan sudah meningkat pada skala software.
Manusia modern tidak pernah menyangka bahwa Dajjal telah muncul jauh beberapa abad lalu. Kenyataannya, hari ini Dajjal itu telah hadir dalam rupa software yang kini telah terinstal dalam alam pikir manusia. Proses instalasi itu secara gencar dan massif dilakukan melalui media massa dan pendidikan, sehingga dapat disaksikan hasilnya, kini manusia mainstream menganut agama materialisme.
Dari generasi ke generasi, anak negeri ini hidup dalam alam pikir dengan Operating System Dajjal. Selain diarahkan kepada materialisme, OS Dajjal ini memutus kesadaran dan pengetahuan akan sejarah jati diri luhur bangsa. Melalui pendidikan, pembodohan berlangsung di kampus-kampus dengan jalur historiografi yang hasilnya mendiskreditkan sejarah yang disampaikan lewat cerita-cerita. Hasilnya, manusia arus mainstream berpandangan bahwa sejarah dalam cerita-cerita itu hanya dongeng, hanya khayalan belaka.
Air bah informasi media yang kencang menjadi sebab, kemudian menimbulkan akibat berupa generasi “copy paste”. Karena sejatinya, informasi yang diperoleh dari media massa hanya hasil seleksi kapitalis pemilik modal industri media yang sesuai dengan kepentingan mereka — yang saat ini para kapitalis menguasai negara — agar menguntungkan keuangan mereka. Kecepatan informasi itu dipacu secara real time. Manusia demokrasi hanya menjadi tidak hanya konsumen produk industri, tapi juga konsumen informasi.
Dalam posisi itu, Maiyah belajar menjadi manusia berdaulat. Maiyah mengawali langkah kedaulatannya dengan mengenali informasi ibarat air dalam bersuci, mana yang mutlaq, yang musta’mal, dan yang mutanajjis. Langkah berikutnya menentukan sumber informasi itu sendiri. Jauh ke belakang, benih perjalanan Maiyah telah meletakkan pondasi sumber informasi yang benar-benar air mutlaq hanya Al Quran. Karena kegelapan pengetahuan dan kehancuran peradaban tidak bisa disucikan menggunakan ilmu pengetahuan dari teks-teks dan teori-teori yang dihasilkan peradaban bobrok.
Manusia-manusia Maiyah diperjalankan Allah melewati kondisi keterpurukan itu. Lalu membangun kesadaran dengan akal sehatnya bahwa kedaulatan manusia adalah keris yang harus dijaga. Merdeka dari pengaturan dan pengendalian alam pikir oleh media massa dan pendidikan kaki tangan kapitalis.
Dengan cinta dan connection terus menurus kepada Allah dan Rasulullah, manusia Maiyah sesuai tahap pencapaian pemberadaban masing-masing individu menemukan momentum demi momentum sebagai tonggak langkah berikutnya.
Setelah instalasi ulang alam pikir meninggalkan OS Dajjal, menggantinya kembali dengan OS Allah, Maiyah tidak hanya dalam posisi menghindari tsunami informasi mutanajjis, tidak hanya sekedar konsumen, melainkan menjadi produsen informasi. Manusia-manusia Maiyah menghujanderasi semesta alam pikir dengan informasi mutlaq. Terus dan terus menghujani hingga Allah memperkenankan peradaban air mutlaq itu tiba.