CakNun.com

Tamales Ngalu Nuhat Maiyah Ober Igel Ngalam

(Selamat Ulang Tahun Maiyah Rebo Legi Malang)
Nafisatul Wakhidah
Waktu baca ± 5 menit

Beberapa tahun silam saya pernah mendapat naskah cerita dari Cak Prayogi R. Saputra. Naskah tersebut bukan dengan tujuan menjujung atau mendiskreditkan seseorang, kelompok atau golongan tertentu. Naskah dibuat semata-mata sebagai persaksian, bahwa pernah terjadi di Malang peristiwa-peristiwa yang sagat membanggakan bagi Maiyah. Namun sekaligus juga membuat sedih. Naskah tersebut dibuat dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk meletakkan sesuatu informasi pada tempatnya, tanpa tendensi apapun. Jika dikemudian hari ditemukan hal-hal atau informasi yang berbeda, dipersilakan melakukan koreksi.

Evolusi Organisasi Menuju Organisme

Awalnya, Maiyah berdiri sebagai organisasi di Malang, mengambil nama Obor Ilahi. Ada struktur organisasi yang lengkap di Obor Ilahi, mulai penasehat hingga pelaksana teknis harian. Obor Ilahi juga memiliki sekretariat resmi. Bahkan, pada awal dekade 2000, Jamaah Maiyah Malang mengembangkan beberapa project ikon diantaranya adalah Klinik Maiyah dan Maiyah Center. Jamaah Maiyah Malang yang pada tahun 2003/2004 memiliki hampir 400 kelompok sholawat setiap malam Jumat Legi menyelenggarakan Maiyah Obor Ilahi disingkat OI.

Dalam perkembangannya, menurut sumber-sumber internal Maiyah Obor Ilahi mulai surut. Dari hampir 400 kelompok sholawat, hanya ada beberapa kelompok saja yang aktif ke Obor Ilahi. Sementara puluhan atau ratusan yang lain masing-masing aktif dilingkungannya sendiri. Puluhan atau ratusan yang lain juga tenggelam bersama matahari. Apakah penyebabnya? Tentu ada beberapa faktor yang saling terkait dan saling mempengaruhi.

Pada keadaan itulah, sebagian Jamaah Maiyah sering berdiskusi dengan Cak Fuad dan Cak Dil. Intensitas pertemuan sangat tinggi dan mulai ada rasan-rasan untuk “membangun kembali” Maiyah di Malang. Hingga akhirnya, pada sekitar bulan April atau Mei 2012, pada sore yang teduh di kediaman Cak Fuad, Landungsari Asri D 77, lahir gagasan untuk membangun kumpulan rutin kecil-kecilan Jamaah Maiyah di Malang. Sore itu, selain Jamaah Maiyah Malang, hadir pula Mas Sabrang MDP dan rekan-rekannya yang kebetulan sedang roadshow bedah buku di Malang dan Hasanuddin (Acang) dari Surabaya.

Terjadilah “akad nikah” sore itu. Maka, satu dua hari kemudian, perundingan diperluas menjadi 7-9 orang. Pertemuan-pertemuan untuk menindaklanjuti akad nikah itu biasanya diselenggarakan di rumah mewah yang ditinggal pemiliknya ke Jepang di jalan Koral, Tlogomas, Kota Malang. Di Koral itu pula set up hati Jamaah Maiyah disusun. Bahwa Pertama, setiap Maiyahan 7-9 orang JM Koral wajib hadir, entah akan Cuma duduk-duduk, ngopi atau sholawatan. Kedua, Maiyahan yang sedang dibuahi ini tidak boleh ada sedikit pun ketergantungan atau harapan pada kehadiran Cak Nun, Cak Fuad dan Cak Dil. Itulah dua poin set up utama Maiyah Relegi yang untuk mempermudah kita sebut saja: Janji Koral.

Hingga akhirnya, setelah matang, Jamaah Maiyah Koral kembali menemui Cak Fuad di LAD 77. Diskusi malam itu seputar teknis pelaksanaan “calon Maiyahan” di Malang. Dan disepakatilah dengan pertimbangan penanggalan Padhangmbulan yang Hijriah, Mocopat Syafaat yang Masehi, maka dipilihlah penanggalan Jawa. Kebetulan jadwal Cak Fuad yang kosong adalah hari selasa. Jadi pelaksanaan Maiyahan diambil hari Selasa. Sedangkan usulan soal “Legi” karena kebiasaan orang Jawa menganggap Legi sebagai pasaran yang paling dipilih. Maka, jadilah Maiyah Rebo Legi. Seorang Jamaah dari Sengkaling nyeletuk “Relegi, ReboLegi”. Maka, jadilah malam itu resepsi Maiyah Relegi. Dua hari kemudian, baru disadari kalau ReboLegi itu bertepatan dengan wetonnya Cak Nun. Kemudian, pada tanggal 6 Juni 2012, Maiyah Relegi diselenggarakan di kediaman Cak Fuad.

Sebenarnya, atas masukan Cak Dil, design Maiyah Relegi adalah di tempat-tempat publik di kampus. Namun, setelah berbagai upaya dilakukan, belum ada kampus yang bersedia ditempati. Setelah beberapa putaran Maiyahan di LAD 77, Relegi pindah ke lapangan parkir ruko terminal Landungsari. Beberapa putaran juga, karena kondisi yang tidak memungkinkan, maka kembali Maiyahan digelar di LAD 77. Hingga kemudian, menjelang pertengahan tahun 2014, Maiyah Relegi diselenggarakan di Masjid An-Nur, Kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema).

Secara lebih luas, tumbuhnya Maiyah di Malang ini mengalami evolusi yang radikal. Dari organisasi menjadi organisme. Seperti yang diungkapkan dr. Christiadji di moment 20 tahun Padhangmbulan. dr. Chris menganalogikan simpul-simpul Maiyah Malang dengan daging. Sama-sama daging, kalau daging tumbuhnya proporsional dan bermanfaat, maka dia akan menjadi daging. Seperti halnya payudara. Kalau tumbuh dengan cepat, tidak proporsional, berlebihan, tidak manfaat karena tidak ada keseimbangan antara input dan out put, maka akan menjadi tumor. Lambat laun, dia akan mengalami pembusukan, semacam penghancuran diri sendiri.

Analogi yang lain, salah satu cara pengobatan penyakit kanker adalah dengan menghancurkan sel-sel untuk melahirkan sel-sel yang baru. Jadi, dalam konsep kanker, memang diperlukan penghancuran untuk melahirkan sesuatu yang baru. Salah satu karakter organisme adalah terjadi keseimbangan antara input dan output. Itulah analogi untuk Maiyah Malang. Evolusi radikal dari organisasi menuju organisme. Dari Obor Ilahi menuju Relegi.

Empat Tahun Relegi

6 Juni 4 tahun silam saya masih benar-benar tidak paham apa itu Maiyah. Bermodal sendhiko dhawuh kepada Bapak Guru akhirnya diperkenankanlah mengikuti malam Pisowanan Ageng, 6 Juni 2012. Bertempat di LAD 77 tak mengira bahwa dari sanalah kemudian segalanya bermula. Satu yang masih teringat betul pada malam Rebo Legi yang tak lain juga ternyata merupakan weton kelahiran Cak Nun. Dan konon kabarnya banyak raja-raja Jawa tempo dulu pula yang wetonnya jatuh pada Rebo Legi. Cak Nun mengirim pesan berupa sebuah puisi kepada Cak Fuad yang kemudian dibacakan kepada segenap yang hadir dalam Maiyahan perdana tersebut;

Para Malaikat Sahabat Empat

Wahai para malaikat sahabat empat
Temanilah aku malam ini pergi berkelana
Menemui mutiara saudaraku yang sedang menderita
Yang menderita hatinya aku bawakan
Nyanyian tentang tali cahaya yang menyambung
Langit dengan bumi yang menderita hidupnya
Kurangkul pundaknya dan kupijit-pijit tangannya
Agar ia percaya

Wahai Para Malaikat sahabat empat
Antarkanlah malam ini pergi mengembara
Aku ingin berbincang dengan saudara-saudaraku
yang terbaring jiwanya karena lelah menanggung sengsara dan duka

Kepada yang denganku sama sengsaranya
aku ingin berbagi perenungan fana dan baqa
Kepada yang denganku sama menderitanya
aku ingin ajak bergandengan tangan, menari bersama,
saling mensedekahkan sisa-sisa tenaga
Kepada yang dariku lebih sengsara
aku ingin belajar kepadanya tentang rahasia
yang belum aku ketahui di balik kesabaran dan keikhlasan
Kepada yg dariku lebih menderita
aku ingin bertanya tentang mutiara yang tak kunjung kutemukan
di lautan permaafan dan kemuliaan

Wahai Para Malaikat sahabat empat
Derita dan kesengsaraan yang sangat karib menemaniku,
semakin hari semakin tak bisa kupahami, kugambar atau kurumuskan
Aku yakin Allah bersembunyi di balik gelap pekatnya ketidak-tahuanku
Allah memenjarakanku di tembok-tembok rahasia,
Ia melakukan tipudaya yang luar biasa indahnya
Kini aku menggigil ketakutan akan sampai kelak
tak pernah mampu membuka hijabnya biar seserpihpun saja

Kadipiro, 6 Juni 2012
Muhammad Ainun Nadjib

Menjelang 4 tahun hari lahirnya, Janji Koral itu masih terpegang teguh. Pun Maiyahan di Malang tetap mewadahi semua, baik Relegi, Kenduri Sholawat dan Aremaiyah karena semua punya klangenan masing-masing namun semua asas dasarnya satu, Maiyah, Cinta Segitiga Allah, Kanjeng Nabi dan Kita.

Seiring waktu semakin banyak yang mengetahui Maiyah di berbagai tempat, begitu pula yang terjadi di Relegi. Semakin banyak pula yang ikut bergabung melingkar baik dari kalangan mahasiswa, pegawai, petani, karyawan, pengusaha dan beragam latar lainnya. Bahkan beberapa tahun terakhir Relegi semakin mantab dalam mengembangkan Relegi Teknologi dengan tagline Terus Terjaga di Lorong Masa. Pengembangan laboratorium teknologi yang berada di sebuah pesantren di Bondowoso, pengembangan Gardu cash di Pulau Sapudi Madura sejak akhir 2014, Pengembangan teknologi internet baik sosial media yang bernama Kwikku Nusantara dan beragam kreativitas lainnya yang semua dimotori oleh generasi-generasi muda Relegi. Hal tersebut tentu merupakan sebuah anomali. Bagaimana tidak? Di saat mayoritas para pemuda pemudi di belahan bumi lain sibuk berkutat dan berjuang meniti karir guna menyambut masa depan ‘cemerlang’ generasi muda Relegi semakin banyak turun di lapangan dan mencoba membantu memberikan solusi di beberapa daerah yang masih sangat perlu mendapat perhatian. Di Pulau ‘Byar Pet’ Sapudi Madura contohnya listrik hanya menyala mulai jam lima sore sampai lima pagi ketika kondisi normal, ketika tidak normal listrik hanya menyala tiga hari sekali.

Maka, terus berproseslah Relegi menjadi oase dari Malang Raya. Terima kasih karena Maiyah telah mengajarkan peradaban lingkaran. Prinsip saliq pencari ilmu karena ketemunya juga sebentuk lingkaran sebagai lambang kebersamaan dengan ikatan yang kuat, seimbang, solid, tanpa putus meski terpisah ruang dan waktu. Karena kita satu jiwa. Umak kera ngalam? Meminjam istilah AREMA yang sering dipanjangkan menjadi Ati Rogo Eling Marang Allah. Maka, Salam satu jiwa (Sasaji) untuk sesama pencari cahaya di penghujung zaman. Alles gute Zum Geburtstag Maiyah Relegi ingkang kaping papat.

01 Juni 2016

Nafisatul Wakhidah
Gesundheits-und Krankenpflegeschülerin (Pelajar di bidang kesehatan dan keperawatan) Baden-Württemberg, Jerman. Mengenal Maiyah di Simpul Maiyah Rebo-Legi Malang dan Simpul Maiyah Maneges Qudroh.
Bagikan:

Lainnya

Menabung Kesucian

Migunani Tumraping Liyan

Setiap pagi adalah hari kelahiran dan setiap malam menjelang adalah malam kematian.

Nafisatul Wakhidah
Nafisatul W.

Topik