Sebutir Pasir Seribu Tahun
Ta’qid“Ada yang selalu belajar, ada yang sedang belajar, ada yang baru sekarang belajar, ada yang belum belajar, ada yang malas belajar, ada yang tak belajar, ada yang tak tahu bahwa harus belajar, ada yang di memori otaknya tak ada kata belajar”
Tapi mereka akhirnya saling bermaafan dan dunia tahu ada persahabatan Empat Sekawan: Ali, Foreman, Frazier dan Norton.
Pada suatu hari Ken Norton, yang hari itu sedang ada masalah dengan istri dan keluarganya karena kesulitan keuangan, tiba-tiba ditelepon oleh Ali diajak bertanding. Norton menangis, karena pertandingan melawan Ali adalah nafkah yang luar biasa.
Ali sendiri acting: “Aku melihat fotonya Ken Norton, raksasa ciptaan Tuhan, sangat atletis, otot-ototnya membuat setan ketakutan, dan aku harus bertanding melawan dia?”
Tetapi kemudian sandiwara yang disutradarai oleh Allah di dunia mereka jalankan. Ali retak tulang rahangnya oleh hook Norton dan kalah angka. Kemudian Norton dibukakan rejeki lagi oleh Ali, mereka remach, Ali menang. Maka logika dunia bisnis dengan sendirinya lantas menjadwal pertarungan ketiga untuk final penentuan siapa yang lebih unggul.
Ali tidak hanya menaikkan derajat kesejahteraan para petinju, tapi juga olahragawan bidang apapun lainnya. Termasuk kick boxing, muaithay, juga MMA, mix martial art. Semua petarung laga campur ini, sejak para perintisnya seperti Royce Gracie si ‘Daud’ yang melibas banyak ‘Jalut’, Ken Shamrock, Tito Ortiz yang juga punya andil lebih mempopulerkan jenis laga itu, hingga era si kembar Big Nogueira dan Little Nog maupun Nick dan Nate Diaz yang membungkam kesombongan Connor MacGregor, Lyoto Machida si Brazil yang ganteng, atau yang Rusia Fedor Emilianenko, di Mirko Co Crop Kroasia atau Evereem Belanda, Dos Santos yang garang tapi santun, Velasquez yang roså, Werdum yang lucu dan penggembira, Jose Aldo juara 10 tahun yang tekun meskipun kalah karena diteror oleh MacGregor mentalnya, Frankie Edgar yang stabil ketangguhannya, Anderson Silva yang dibenci oleh masyarakat adikuasa karena kehebatannya dan dicurangi oleh wasit maupun serta puluhan bahkan ratusan jagoan lain — semua berterima kasih kepada Ali.
People learn. Semua orang belajar. Ada yang selalu belajar, ada yang sedang belajar, ada yang baru sekarang belajar, ada yang belum belajar, ada yang malas belajar, ada yang tak belajar, ada yang tak tahu bahwa harus belajar, ada yang di memori otaknya tidak ada kata belajar.
Tiba-tiba Barkodin terbangun. “Saya termasuk yang malas belajar, Sot”, katanya.
Markesot menanggapi. “Kamu tidak perlu belajar, Din”
“Lho kenapa”
“Kamu bagian yang dipelajari, bukan mempelajari. Jadi kamu terus saja tidur, ndak apa-apa”
“Siapa bilang saya tidur?”, Barkodin membantah.
“Zaman dulu kalau saya mendongeng malam-malam di Langgar, sering sekali tengah-tengah mendongeng ternyata anak-anak sudah pada tertidur semua. Jadi saya tidak masalah kamu tidur. Karena tujuan saya mendongeng adalah mempermudah kamu tidur”
“Saya tidak tidur”, Barkodin tetap bertahan, “Saya mendengarkan sambil memejamkan mata, tapi tidak menutup telinga”
“Memang telinga tak bisa ditutup, yang bisa ditutup itu pendengaran”
“Tapi saya mendengarkan semua omonganmu. Tadi kamu bilang bahwa di antara para Ulama dan Sufi sepanjang sejarah, tidak ada yang sanggup menggambarkan itu melebihi Muhammad Ali…maksudnya menggambarkan apa?”
“Menggambarkan kalimat sebelumnya”, jawab Markesot, “bahwa secara ruang tidak ada tepinya, secara waktu tak ada ujungnya…”
“Baik, jelaskan itu, saya akan memejamkan mata lagi…”
Memang Muhammad Ali pernah menggambarkan keabadian dengan cara yang sangat sederhana, mudah, logis, sehingga tidak bisa dibantah. Kholidina fiha abada. Keabadian itu seperti engkau sedang berada di tengah padang pasir.
Apa anehnya?