Raja Ahmad di Jakarta, Cak Fuad di Kuala Lumpur
Setelah semalam hingga menjelang subuh tadi hadir di Kenduri Cinta Jakarta, pagi tadi Cak Nun menyempatkan diri bertemu Raja Ahmad Aminullah Raja Abdullah dari Malaysia yang kebetulan sedang berada di Jakarta. Dalam pertemuan santai dan akrab itu, Raja Ahmad dan Cak Nun berbincang aneka hal sembari melepas kangen setelah lama tak bertemu. Di antara obrolan itu, Cak Nun menggambarkan kepada Raja Ahmad tentang ketangguhan dan daya survive manusia Indonesia.
Raja Ahmad adalah salah satu tokoh sastra, pustaka, dan budaya di Malaysia yang sudah sejak lama memiliki persahabatan erat dengan Cak Nun dan turut menuanrumahi ketika KiaiKanjeng mendapatkan undangan di Malaysia pada 2003. KiaiKanjeng sendiri sudah tiga kali datang ke Malaysia, yakni pada 2003, 2005, dan 2006. Pada tiga kali lawatan ke negeri jiran ini, salah satu acaranya berlangsung di Gedung Balai Budaya Tun Syed Nasir di bawah naungan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia. Bahkan pada kunjungan pada 2003 dan 2005 itu, masing-masing dua kali acara digelar di gedung tersebut.
Raja Ahmad sendiri telah lama menjalin interaksi pemikiran dan sharing kebudayaan dengan Cak Nun. Bahkan kedekatan itu sangat kuat bagai sesama keluarga. Saat ke Indonesia, setidaknya dua kali Raja Ahmad datang ikut menyaksikan pementasan KiaiKanjeng. Yang pertama saat Cak Nun dan KiaiKanjeng beracara di halaman Masjid Agung Kauman Yogyakarta pada 26 Januari 2012 dan yang kedua ketika KiaiKanjeng Maiyahan di SMAN 1 Jetis Bantul 27 November 2014.
Selain itu, keluarga Raja Ahmad juga sangat dekat Cak Nun, Bu Via, dan KiaiKanjeng. Bersama sang suami, putri Raja Ahmad pernah “nyicipi” kebersamaan Mocopat Syafaat, 17 Mei 2011. Di Mocopat Syafaat itu, keduanya diajak naik ke panggung oleh Cak Nun dengan senang hati merespons pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para jamaah.
Menyadari dan memahami kiprah, perjuangan, dan pemikiran Cak Nun, sedari dulu Raja Ahmad punya keinginan dan harapan agar karya-karya Cak Nun dapat segera diterbitkan di Malaysia. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran Cak Nun bisa disimak oleh pembaca dan masyarakat di sana.
Sementara Raja Ahmad bertemu Cak Nun di Jakarta pagi tadi, untuk beberapa hari ini Cak Fuad berada di Kuala Lumpur. Cak Fuad, yang di masa purna tugasnya dari Universitas Negeri Malang makin sering keliling dunia, dijadwalkan akan beracara di Universitas Islam Malaysia. Selain itu, Cak Fuad juga akan menghadiri sebuah diskusi di Universitas Kebangsaan Malaysia dalam rangka memperingati salah seorang ulama Indonesia yaitu Buya HAMKA.
Mengetahui Cak Fuad ada di Kuala Lumpur, Afif Hamka yang akan menjadi pembicara mengundang Cak Fuad untuk turut menghadiri diskusi bertajuk Legasi Hamka itu.
Salah seorang aktivis Maiyah yang tinggal di Malaysia dan sehari-hari bekerja sebagai pilot penerbangan antarbangsa, yakni Mas Reiza, meluangkan waktu untuk menemui dan menemani Cak Fuad di sela-sela kesibukannya. Ia mengajak Cak Fuad untuk keliling-keliling Putrajaya, kota yang dibangun sebagai pusat administrasi negara Malaysia. Di antaranya mengunjungi Masjid Putrajaya.
Bagi jamaah Maiyah, Cak Fuad adalah salah satu marja’ dan referensi keilmuan yang 24 tahun lebih telah mempilari Maiyah dengan kajian tafsir al-Qur’an. Dalam beberapa pertemuan Maiyahan terakhir, khususnya di Padhangmbulan, Cak Fuad menguraikan makna ‘tadabbur’, sebagai satu bentuk urgen interaksi manusia dengan al-Quran selain ‘tafsir’. Penjelasan Cak Fuad mengenai tadabbur (tadabburul Qur’an) mendapat perhatian khusus dan eksplorasi luas dari Cak Nun dan kini dijadikan sebagai semangat pembebasan yang akan diusung sebagai “brand” Maiyahan bersama masyarakat: Tadabburan.
Tafsir bersifat akademis, ilmiah, dan dilengkapi dengan sejumlah syarat sehingga hanya sedikit orang yang mampu. Adapun tadabbur bertekanan utama pada kemauan untuk mengamalkan al-Quran dan mengutamakan apa dan bagaimana out put perilaku, akhlak, dan iman seseorang yang bertadabbur. Tadabbur terbuka bagi setiap orang yang membaca al-Quran. Ia paralel dengan kesadaran atau metode ‘belajar dari’. Satu ayat pun dapat bermakna dan mengubah hidup seseorang manakala ayat itu ditadabburi.