Penderitaan Kambing
Ta’qid“Mereka belum pernah saya ajak mensimulasikan proses menggembalakan kambing sampai tingkat menghayati penderitaan kambing-kambing, dan terlebih lagi penderitaan para penggembalanya”
“Kamu dulu pernah banyak berpesan kepada anak-anak muda di sekitarmu agar memastikan mereka menjalani empat hal”, Saimon terus mendesak, “Satu, tauhid dan akhlaq. Dua, disiplin militer. Tiga, muhasabah atau akuntansi. Empat, IT”
Markesot memandang kosong ke depan, seolah-olah berkonsentrasi mendengarkan Mencari Buah Simalakama.
“Saya juga pernah membaca surat di kamarmu dari anak-anak muda itu…”, Saimon meneruskan.
“Maling kamu”, celetuk Markesot, “masuk kamar pribadi saya”
“Ah kamu memaki seperti kepada sesama makhluk sejenis saja”
“Copet”, sambung Markesot, “seperti kakekmu yang terbang ke langit mengintip Lauhul Mahfudh”
Saimon tidak peduli.
“Di surat itu kamu dituntut beberapa hal. Pertama, memulai gerakan yang efektif efisien untuk mendobrak kebuntuan pemecahan permasalahan Nusantara, berdasar ilmu dan hidayah yang selama ini telah kita terima kebenarannya”
Markesot tertawa. “Anak-anak muda itu berpikir seakan-akan sedang akan menggoreng pisang atau ngopor kedelai”
“Kamu disuruh melakukan semacam kudeta melalui awu yang kamu miliki, proaktif merangkum kekuatan perubahan yang sejalan dengan jaringan yang sudah dibangun. Kemudian sejumlah pasukan dilibatkan secara lebih intensif, dalam upaya menawar kepada Allah melalui upaya lahir batin untuk turunnya amr yang sungguh-sungguh tidak bisa ditunda dan dibutuhkan oleh keselamatan seluruh rakyat”
Markesot tertawa lagi, tapi sebenarnya terdengar keprihatinan sangat mendalam di balik tertawanya. Ia menjawab Saimon tapi nada dan volume suaranya seperti menggerundal sendiri.
“Memang sering saya bercerita kepada mereka bahwa hampir semua Rasul dan Nabi dilatih oleh Tuhan melalui tahap pembelajaran menggembalakan kambing. Banyak di antara mereka punya pengalaman angon wedus di masa kecilnya. Sehingga mereka berpikir menggembalakan kambing itu masalah teknis yang sederhana.”
“Mereka belum pernah saya ajak mensimulasikan proses menggembalakan kambing sampai tingkat menghayati penderitaan kambing-kambing, dan terlebih lagi penderitaan para penggembalanya. Di benak imajinasi mereka baru ada padang rumput, beberapa ekor kambing yang bertebaran makan rumput, serta penggembala dengan cambuknya”
Markesot seperti orang kenthir senyum-senyum sendiri, geli-geli dan tertawa-tawa sendiri.
“Banyak sekali yang mereka belum mampu mencoba merasakan. Terutama ketika faktanya yang digembalakan itu bukanlah kambing, bukan hewan-hewan jinak yang sangat mudah mengendalikannya. Bahkan tak memerlukan Ilmu Pawang. Yang dihadapi oleh para penggembala itu adalah manusia. Manusia adalah makhluk yang oleh Allah ditakdirkan dengan kadar kemunafikan yang sangat tinggi. Kemunafikan itu asal-usulnya cuma posisi manusia yang dibukakan pintu-pintu kemungkinan, sambil dibekali kemerdekaan”
“Dengan memiliki kebebasan untuk mungkin ke utara atau ke selatan, ke barat atau ke timur, maka penggembala manusia-manusia kambing yang sudah mantap mengawal domba-dombanya ke utara, mendadak mereka balik ke selatan. Setelah disabari dan diikuti ke selatan, ternyata maksud mereka ke barat. Setelah mengalah mau menemani ke barat, ternyata tujuannya diam-diam adalah ke timur. Bahkan setelah penggembala sempurna kesabarannya dengan mau mengawal ke timur, ternyata maksud kambing-kambing adalah ke utara, sebagaimana langkah yang pertama”
“Ulang-alik muter-muter utara selatan barat timur utara lagi dan tak ada jaminan akan tidak ada putaran lagi berikutnya, itu kebutuhan waktunya bisa setahun dua tahun, bisa juga satu dua dekade, bahkan tidak mustahil beberapa abad”
“Kalau utara selatan barat timur tambah barat daya barat laut timur laut tenggara dan beribu-ribu kemungkinan lintang dan derajat pekerjaan sejarah lainnya itu diganti dengan Demokrasi, Republik Islam, Komunisme Sosialis, Kesultanan, Kerajaan, Trias Politica, Khilafah, Persemakmuran dlsb, dalam dialektika dinamis dengan utara-selatan-barat-timurnya Ekonomi, Kebudayaan, Post-modernisme, Keagamaan, Islam madzhab Perdagangan, Huntingtonisme dan Arab Spring, Penantian Sabdopalon Noyogenggong, Pilpres campur Satrio Piningit, milisi Jihad diaduk dengan Mesianisme, kebatinan menggado-gado dengan Ratu Adil… dan beribu-ribu fenomena sejarah lainnya, dan semua itu adalah makanan kambing-kambing yang sangat menderita….”.