Pak Kajari Menyerap Keseimbangan
Ada dua tamu non muslim yang hadir di panggung. Pak Kajari Purbalingga Tongging Banjar Nahor yang asli Medan dan Pendeta Manurung dari Gereja Kristen Indonesia Purbalingga. Pak Kajari mengenakan songkok hitam, bagus artikulasinya, dan ternyata cukup familiar dengan ayat atau terminologi al-Quran. Ia sangat terkesan dengan penjelasan Cak Nun, yakni pada konsep keseimbangan. Ia pun melihat sendiri bahwa acara ini dibangun oleh Cak Nun dengan penuh keseimbangan. Antara kata dan musik.
Keseimbangan antara agama yang dipeluk Cak Nun dengan agama-agama lain yang tercermin di sini. Keseimbangan musik yang mengharmonikan musik etnik, musik dangdut, dan musik-musik lainnya. “Ini tak ada di buku. Ini sekaligus menunjukkan bahwa beliau tak kenal pengkotakan, sebaliknya beliau mengajarkan keluasan, termasuk cerita beliau tentang perjalanan KiaiKanjeng di delapan kita di Belanda pada 2008 tadi atas undangan persatuan gereja-gereja di sana,” ujar Pak Kajari.
Cak Nun senang dan mengapresiasi Pak Kajari yang ternyata memilih untuk berada di sini hingga usai acara nanti. Secara proyektif Cak Nun menggarisbawahi apa yang Pak Kajari barusan sampaikan, “Keseimbangan harus dicari di manapun. Orang yang salah dan kemudian dihukum itu sebuah keseimbangan. Jika tidak dihukum malah dia mengalami ketidakseimbangan. Keseimbangan adalah matematikanya kehidupan.”
Pak Kajari dan Pak Pendeta merasa sangat senang dengan acara yang berlangsung di Pondok An-Nahl ini, dan dihadiahi nomor KiaiKanjeng “Baina Katifaihi” yang liriknya bermuatan Islam tetapi nadanya nada lagu gereja. Sebuah nomor yang dihadirkan dalam konteks persahabatan kemanusiaan. (hm/adn)