Mustoko Kedaulatan Bagi Generasi Muda
Sesungguhnya sumpah pemuda baru yang tadi dimunculkan oleh sejumlah generasi muda yang rata-rata berusia belasan tahun dapat dikatakan bukan sekadar simulasi, tetapi juga cerminan kesungguhan jiwa mereka. Bayangan Cak Nun alangkah indahnya setiap pemuda atau kelompok pemuda punya susunan sumpahnya sendiri yang intinya untuk meneguhkan semangat dan orientasi nasionalisme mereka. Ada sumpah mahasiswa. Ada sumpah santri. Dan lain sumpah segmen pemuda lainnya.
Sumpah-sumpah tadi direspons oleh Bapak-bapak pemimpin masyarakat yang tak lain diharapkan berperan sebagai orang tua mereka. Pak Sekda memandang kalimat-kalimat sumpah mereka sangat lengkap dimensinya. Pak Dandim menyampaikan bahwa pada 2025 akan terjadi ledakan penduduk. Bukan dalam arti banyaknya pertambahan penduduk. Tetapi, banyaknya generasi muda yang merupakan generasi emas. Generasi ini, respons Cak Nun, adalah para remaja yang tadi menyusun sumpah. Merekalah yang pada 2025 nanti akan memimpin. Mereka adalah generasi yang tersaring oleh Allah. Sejumlah ciri positif generasi milenial ada pada diri mereka.
Puncak respons atau mustoko datang dari Kiai Mucharror Ali, yang secara tak terduga memberikan kelengkapan dari sisi ilmiah dan sejarah. Pada masa 1928 ketika Sumpah Pemuda akan dicetuskan, ada situasi yang sama-sama disadari yaitu dorongan untuk menghadapi, melawan, dan mengusir penjajahan. Sekalipun semangatnya terasa kuat, tetapi kesadaran dan pemahaman akan kondisi nyata yang sedang berlangsung saat ini belum sepenuhnya muncul dalam susunan sumpah generasi muda yang tadi berpartisipasi. Situasi saat ini yang urgen adalah ancaman hancurnya kedaulatan bangsa Indonesia.
Sejurus kemudian, Cak Nun mengaitkan dan menggarisbawahi bahwa sumpah-sumpah tadi hendaknya dilandasi dengan mindset Kedaulatan. Yaitu kesadaran akan kedaulatan tanah air, negara, dan rakyat. Dalam terminologi Kanjeng Nabi, Cak Nun mengingtkan ancaman kedaulatan itu tertuju pada Nyawa, Martabat, dan Harta Benda bangsa Indonesia yang sebagiannya sudah, sedang, dan akan berlangsung. Karena itu, pertahanan yang tertinggal adalah TNI dan Santri. TNI menjaga kedaulatan secara militer dan teritorial, sedangkan santri melalui jalur kultural. Cak Nun berpesan agar dalam konteks Blora pun kedaulatan itu benar-benar dijaga. Tanah dan aset-aset jangan gampang dijual kepada bangsa asing, dan harus tetap berada dalam genggaman tangan mereka. (hm/adn)