CakNun.com

Menyambut DAUR

Redaksi
Waktu baca ± 3 menit

Hari ini genap delapan hari, rubrik baru DAUR telah hadir menjumpai jamaah Maiyah. Rubrik ini secara khusus lahir untuk mengantarkan tulisan-tulisan baru Cak Nun kepada jamaah Maiyah dengan kekhasan pendekatan dan pola yang dimilikinya. Setiap hari Cak Nun menyempatkan diri menulis DAUR dan secara berkala mengirimkannya kepada CAKNUN.COM.

Nama DAUR pun Cak Nun sendiri yang memberikannya. Dalam bahasa Arab, ‘daur’ berarti lingkaran atau bulatan. Tetapi dalam pemahaman kekinian Maiyah, contoh daur itu seperti terungkap dalam ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun’. Kita dari Allah dan menuju (bukan kembali) ke Allah. Bukan ‘kembali’ karena kembali tidak dimungkinkan secara waktu, sebab kita tidak bisa mundur ke belakang dalam waktu. Yang terjadi adalah kita maju terus dan karena yang dituju dan keberangkatan awalnya sama maka terbentuklah lingkaran. Jadi, daur berisi lurusan-lurusan yang ternyata membentuk lingkaran. Atau lingkaran yang ternyata adalah tersusun atas lurusan-lurusan. Keduanya saling mengandung. Sebagaimana Semar adalah Betoro Ismoyo di kahyangan sekaligus adalah juga Ki Lurah Bodronoyo di bumi yang mengasuh pendowo. Kelangsungan hidup di alam semesta ini pun sebenarnya mengikuti dan berada dalam batas rute ‘dari’ ke ‘menuju’ dan berpuncak membentuk bulatan.

Kehadiran DAUR ini penting kita catat, karena sudah cukup lama Cak Nun tidak menulis untuk media masa seperti yang beliau lakukan sejak era 70-an hingga awal 90-an, beberapa waktu saja sesudah Reformasi Mei 1998, dan setelah itu praktis Cak Nun memutuskan untuk menarik diri dari media massa nasional.

Jika kita memiliki buku-buku karya Cak Nun seperti Secangkir Kopi Jon Pakir, Markesot Bertutur, Opini Plesetan (Oples), Slilit Sang Kiai, Kiai Sudrun Gugat, Titik Nadir Demokrasi, Bola-Bola Kultural, Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai, dan puluhan buku-buku lainnya, isi buku-buku tersebut merupakan kumpulan dari esai-esai yang tersebar di media massa nasional, belum lagi serakan ratusan esai lainnya yang masih dikumpulkan untuk menjadi buku. Bahkan saat ini, buku-buku karya Cak Nun pada medio 80-an, kembali dicetak ulang dan diterbitkan. Itu menandakan bahwa esai-esai Cak Nun pada era 80-an masih sangat relevan untuk digunakan memotret kondisi saat ini. Karya-karya Cak Nun yang puluhan tahun lalu itu, masih sangat kompatibel untuk menyikapi kondisi zaman. Era terus berjalan, kepemerintahan terus berganti, zaman terus bergulir, namun yang mengasyikan dari itu semua adalah kita masih ditemani oleh tulisan-tulisan Cak Nun dari tahun 80-an yang masih terus up to date untuk saat ini.

Dan di awal tahun 2016 ini, Jamaah Maiyah layak berbahagia dan beruntung karena di tengah kekeringan zaman dan kefrustasian hidup sekarang ini, Cak Nun berkenan menulis kembali khusus untuk Jamaah Maiyah — kendatipun masyarakat luas tetap bisa pula menikmatinya — yang secara ekslusif disuguhkan langsung melalui rubrik DAUR di CAKNUN.COM ini. Tulisan-tulisan yang sama sekali baru dan tidak dipublikasikan di media massa manapun.

Sebagaimana sifat daur seperti disinggung di awal, yang unik dari tulisan-tulisan Cak Nun pada rubrik DAUR ini adalah alur tulisannya yang tidak mematuhi pola redaksional yang dikenal umum. Sangat beda, bahkan bertentangan dengan tulisan-tulisan beliau yang biasa kita nikmati di media masa atau buku-buku sebelumnya, yang dulu memang disuguhkan sebagai masakan yang sudah jadi, sehingga pembaca tinggal menikmatinya. Tulisan-tulisan pada rubrik DAUR tidak berdiri sendiri-sendiri, ia adalah sebuah alur sebagaimana ritme ilmu Maiyah, random, pencolotan, sengaja ditekateki di sejumlah terminal pikiran. Tujuannya adalah melatih Jamaah Maiyah untuk mencari, menemukan, dan merangkai sendiri keseluruhan yang disampaikan kepada mereka dengan kedaulatan masing-masing. Bahkan banyak tulisan harus bermuatan ‘tantangan untuk mencari’, bukan barang jadi.

Untuk menjaga otentisitas tulisan-tulisan karya Cak Nun atau Emha Ainun Nadjib, segala bentuk penyebaran/penggandaan/publikasi ulang baik melalui media cetak maupun online diharuskan melalui prosedur perizinan manajemen Progress (via email redaksi [at] caknun.com) selaku pihak yang bertanggungjawab untuk mempublikasikan karya-karya Cak Nun atau Emha Ainun Nadjib.

Semoga rubrik DAUR dapat menemani proses perjalanan hidup Anda, menjadi bekal perjalanan dalam pencarian yang Anda lakukan. Terima kasih dan selamat membaca.

Salam,
Redaktur Maiyah

Lainnya

Mensyukuri Seratus Daur

Tidak terasa, sejak edisi pertama #Daur pada tanggal 3 Februari 2016, pendaran ilmu dari Cak Nun melalui tulisan-tulisan anyar di website ini tidak terasa sudah berlangsung tiga bulan lebih.

Redaksi
Redaksi
Exit mobile version