Mengawinkan Kurma
Ta’qid“Nilai sebaiknya ditemukan oleh setiap orang secara otentik dan mandiri. Semua perkataan dan bahan yang ia dengarkan dari siapapun, hanya alat bantu untuk mencapai proses otentiknya sendiri dalam rangka menemukan dan meyakini kebenaran”
“Nabi Muhammad saja tahu diri sehingga menyatakan kepada petani kurma itu: Kalian lebih tahu urusan dunia kalian”, tak berhenti Markesot mengadili dirinya sendiri.
Memang Nabi pernah suatu hari berjalan melintasi kebun kurma dan terkejut melihat petani berada di atas pohon kurma. Beliau menanyakan, dan dijawab bahwa petani itu sedang mengawinkan serbuk bunga kurma agar lebih pasti tahapnya untuk berbuah. Karena baru mengetahui hal itu, beliau berkata “Selama ini saya pikir kurma tidak perlu dikawinkan untuk berbuah”.
Karena jarak dari beliau di bawah cukup jauh dengan posisi petani di bagian atas pohon kurma, si petani salah tangkap terhadap kalimat Nabi. Ia menyangka beliau menyatakan bahwa kurma tidak perlu dikawinkan.
Maka petani itu lantas menghentikan kegiatannya mengawinkan kurma. Akibatnya ketika saat panen tiba, hasil buah kurma di kebunnya tidak sebanyak biasanya kalau dikawinkan terlebih dulu. Maka si petani berkunjung ke tempat Nabi dan memprotes, sehingga Nabi menjelaskan bahwa ada kesalahpahaman, kemudian beliau tegaskan “Kalian lebih tahu urusan dunia kalian”.
Maka Markesot menjawab: “Maksudmu Nabi saja mengaku bahwa ada sesuatu yang ia tidak tahu, atau ada bidang tertentu yang tidak beliau kuasai. Sedangkan saya merasa tahu semua dan mengerti apa saja?”
“Memang begitu orang-orang di sekitarmu menganggapmu”
“Kenapa anggapan orang dituduhkan sebagai anggapan saya atas diri saya sendiri?”
“Karena kamu tidak pernah menolak atau mengelak dari anggapan itu”
“Setahu saya, selalu atau setidak-tidaknya sangat sering saya katakan kepada teman-teman sejumlah hal yang membatalkan tuduhanmu itu. Misalnya, saya nyatakan bahwa apapun yang saya kemukakan, itu bukan kebenaran yang mutlak atau permanen. Sangat mungkin beberapa saat sesudahnya saya membantah sendiri pernyataan saya sebelumnya karena mungkin kemudian ada kebenaran yang lebih kuat yang menimpa saya”
“Tapi kamu kan tidak pernah menolak untuk menjawab sesuatu yang sebenarnya kamu belum tentu tahu”
“Saya tidak pernah menjawab pertanyaan. Yang saya lakukan hanya menjalankan kewajiban untuk melayani orang bertanya. Benar atau salahnya yang saya kemukakan selalu saya relatifkan sendiri. Bahkan hampir selalu saya nyatakan hendaknya orang-orang itu jangan percaya kepada saya. Andaikanpun yang saya kemukakan itu ternyata benar, maka mohon janganlah kebenaran itu diyakini karena saya. Nilai sebaiknya ditemukan oleh setiap orang secara otentik dan mandiri. Semua perkataan dan bahan yang ia dengarkan dari siapapun, hanya alat bantu untuk mencapai proses otentiknya sendiri dalam rangka menemukan dan meyakini kebenaran”.
“Tetapi buktinya pernyataan-pernyataanmu itu tidak membuat mereka mengurangi kesimpulannya bahwa kamu mengerti semua dan bisa menjawab pertanyaan apa saja”
“Apakah itu kesalahan saya? Kenapa kesalahan anggapan orang atas saya malah ditimpakan kepada saya? Kan saya justru korbannya. Saya tidak pernah mengatakan, apalagi menawarkan, bahwa saya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan, atau menyelesaikan permasalahan-permasalahan. Apalagi soal-soal yang besar: Negara, perekonomian nasional, kekuasaan politik, pergantian rezim, degradasi kebudayaan, disinformasi global, kehancuran moral, kelunturan mental, keterjungkiran intelektual, atau semua yang besar-besar, luas dan megah seperti itu. Saya kan sekadar menjalankan apa yang saya yakini untuk saya jalankan. Sejak kanak-kanak dulu Ibu saya selalu menasihati “perbuatlah kebenaran dan kebaikan kapan saja, di mana saja dan dengan siapa saja”.
“Bukanlah kamu sendiri yang sering memberitahukan kepada orang-orang di sekitarmu bahwa tidak ada keharusan bagi semua orang untuk melakukan semua hal, apalagi satu orang melakukan semua pekerjaan. Hidup ini sangat penuh batasan dan manusia dihuni oleh banyak kelemahan dan kekurangan. Maka yang paling memenuhi nalar adalah sebagian orang melakukan sebagian hal, atau seseorang melakukan suatu hal. Sepanjang sejarah tidak ada tokoh atau manusia dengan kualitas apapun saja yang merangkap-rangkap keahlian secara berlebihan. Tidak ada Ilmuwan merangkap Teaterawan. Tidak ada Pakar Politik merangkap Tabib. Tidak relevan Filosof merangkap Komandan Mujahidin. Tidak kompatibel Penyair merangkap Konsultan Olahraga Tinju. Tidak masuk akal Mursyid Thariqat memaparkan hal-hal tentang regulasi Migas. Lucu kalau Lalat mengurusi Macan. Berlebihan kalau Ayam mengkomandani Burung-burung. Petugas Pemadam Kebakaran pun hanya memadamkan bangunan kebakaran, tidak lantas menangani segala jenis kebakaran dari yang fisik sampai yang spiritual. Kamu harus belajar menyederhanakan diri, Sot. Kamu harus kembali berpijak di bumi.”