Mempelajari Kembali Kepemimpinan dan Karomah
Santri-santri kecil duduk rapi, wajahnya murni dan polos. Mereka mengantarkan Majelis Ilmu Padhangmbulan dengan beberapa lantunan shalawat. Sesungguhnya kemurnian dan kepolosan itulah juga yang menghuni jiwa Padhangmbulan. Kemurnian dalam arti mengupayakan setiap ilmu dan pemahaman bersifat nilai, universal, dan jauh dari kepentingan kelompok. Polos dalam pengertian selalu sadar tak bisa menyembunyikan apa-apa di hadapan Allah.
Dalam semangat kemurnian dan universalitas itulah, seluruh pembahasan dan upaya pembangunan sikap diletakkan. Ada isu-isu atau topik-topik nasional yang sedang lewat, pun jika diminta menanggapi, coba direspons pada posisi itu. Jalan yang ditempuh adalah memperlengkapi diri dengan ilmu sekomprehensif mungkin. Tidak semata mengikut kepada arus yang berlangsung.
Tentang ayat yang tafsirnya sedang ramai menjadi sumber riuh-rendah politik hari-hari belakangan ini umpamanya, Cak Fuad bisa memahami reaksi yang muncul dari berbagai kalangan, tetapi mengajak jamaah juga untuk tidak melupakan hal-hal krusial lain di balik itu yaitu PR umat Islam dalam menyusun kekuatan dan formasi kepemimpinan, dan ini tantangan yang jauh lebih berat serta membutuhkan keluasan hati pada diri setiap kaum muslim. Umat tidak boleh terkecoh. Umat mesti bergerak ke arah efektivitas dan kestrategisan.
Akan halnya kata ‘wali’ yang menjadi pusat perdebatan itu, sesungguhnya kata tersebut memiliki beberapa arti. Di antaranya, sahabat karib, pemimpin, dan penolong. Seharusnya, menurut Cak Fuad, kita membuka diri kepada ketiga kemungkinan arti itu. Tidak memilih satu saja sambil menolak dua yang lain. Dan esensi utama dalam perdebatan belakangan ini terletak pada soal kepemimpinan. Pada soal ini banyak pertanyaan-pertanyaan yang semestinya dijawab. Kalau memang kita tidak dibenarkan untuk menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin, seberapa kualitatif dan sungguh-sungguh umat Islam telah menyiapkan diri dengan menemukan sosok-sosok pemimpin yang berkualitas. Pada titik kepempimpinan inilah tidak sekali dua kali, melainkan dalam sangat banyak kesempatan Padhangmbulan, Cak Nun dan Cak Fuad mengajak jamaah untuk slulup mempelajari konsep kepemimpinan.
Tak hanya soal isu kepemimpinan, soal karomah pun semalam juga dipelajari. Kiai Muzammil menyampaikan, ada dua hal yang terkait karomah yaitu ‘asmak karomah’ dan ‘karomah’ itu sendiri. Asmak karomah adalah amalan-amalan tertentu dengan bacaan dan metode atau laku tertentu pula yang dilakukan dan nanti akan ada efeknya’, bahkan secara negatif bisa saja efek itu untuk manipulasi atau penipuan. Sifat dari asmak karomah adalah bisa dipelajari.
Sementara itu, karomah yang sejati tidak bisa direncanakan oleh seseorang. Karomah yang sesungguhnya ini datang dari Allah langsung sebagai wujud kemurahan-Nya kepada seorang hamba-Nya, yang hamba itu sendiri seringkali tidak sadar akan karomah tersebut. Jadi sangat jauh perbedaannya dengan asmak karomah. Sang hamba tak bisa mendesain karomah tersebut. Diminta mengulang kejadian ataunwujud karomah itu, sang Hamba kemungkinan besar tidak akan bisa, sebab Ia hanya diberi oleh Allah. Dan, puncak dari karomah adalah keadaa tidak bisa lupa alias selalu ingat kepada Allah dalam segala keadaan, cuaca, ujian, maupun kondisi apapun.
Demikianlah, Cak Fuad mengajak jamaah untuk transenden, lompat dari kotak menuju tempat yang lebih tinggi dari kotak itu supaya jamaah dapat melihat dari berbagai sisi atas suatu hal atau keadaan yang sedang berlangsung. (hm/dk)