Mbak Dewi Islami yang Tri Suci
Pagi ini, begitu mendengar kabar istri Mas Islamiyanto meninggal dunia, Mbak Via dan rombongan ibu-ibu segera bergegas ke rumah duka di Delanggu, Klaten. Sementara itu, Cak Nun dan KiaiKanjeng segera menyusul, dan sudah tiba di sana pukul 10.09 WIB.
Tiba di rumah duka, Cak Nun segera menemui Mas Islami dan kedua anaknya yang sudah menunggu kedatangan Beliau di depan rumah. Cak Nun menguatkan hati Mas Islami, dan memeluk penuh haru Dik Zidan. Mas Islami tampak sangat tabah. Allah mensorgakan Mbak Dewi seruangan dengan Ibu Hawa dan Siti Maryam. Demikian doa Cak Nun sejak mendengar berita kepergian Mbak Dewi.
Setelah bertemu Mas Islami, Cak Nun segera shalat jenazah dan mendo’akan almarhumah. “Subuh tadi dibawa ke rumah sakit karena sudah bukaan 5, dan direncanakan akan operasi. Belum sempat operasi, serangan jantung. Posisi bayi masih di dalam rahim. Betul-betul tidak ada indikasi apa-apa. Tensi normal sampai akhir,” tutur Mbak Via setelah mendengar langsung kronologinya dari Mas Islam.
Tiba dari rumah sakit, jenazah istri Mas Islamianto disemayamkan di rumah duka di Dukuh Tlobong RT 1 RW 9 Desa Tlobong Delanggu Klaten. Deretan panjang ungkapan turut berbela sungkawa terus mengalir dari para sahabat dan jamaah Maiyah melalui beberapa media, termasuk media sosial tempat jamaah Maiyah dari berbagai negara bersilaturahmi.
Mas Islamiyanto adalah kiainya KiaiKanjeng. Bila warga KiaiKanjeng punya hajat seperti menempati rumah baru, aqiqahan, membersihkan aura negatif suatu tempat, Mas Islamilah yang selalu diminta mendoakan, dan dengan ringan hati Ia melangkahkan kaki memenuhi permintaan itu. Sudah hampir 20 tahun Mas Islami berjuang bersama KiaiKanjeng. Dan, Mbak Dewi adalah istri yang sangat setia menemani perjuangan sang Suami.
Sembari menanti proses pemakaman pada pukul 4 sore, Cak Nun, Dokter Eddot, KiaiKanjeng, dan Jamaah Maiyah dari Yogyakarta, Semarang, dan daerah lain berkumpul di Masjid Al-Muttaqun. Hal-hal mendasar mengenai kehidupan menjadi topik perbincangan sarat perenungan: bukan sesuatu itu yang terpenting tetapi bagaimana kita menempatkan sesuatu itu dalam jagad hubungan kita dengan Allah.
Mas Islami dan Mbak Dewi sangat dicintai oleh tetangga, masyarakat, dan sahabat-sahabatnya. Mereka datang siang-sore ini mengungkapkan bela sungkawa dan duka yang mendalam atas kepergian Mbak Dewi. Sampai saat upacara pemberangkatan berlangsung, para pentakziyah terus berdatangan. Tempat duduk yang tersedia pun penuh, dan sebagaian berdiri.
Dengan ayat Ya Ayyatuhan nafsul muthaminnah irji’ii ila robbiki rhodhiyatan mardhiyyah fad-khuli fi ‘ibaadi wad-khuli jannati, Cak Nun mengantarkan jenazah Mbak Dewi ke pemakaman. Cak Nun mengatakan, “Saya ingin mengantarkan almarhumah Mbak Tri Suci Dewi Indriyani dengan rasa gembira, gembira di dalam rasa sedih, sedih di dalam gembira.”
“Dan hari ini saya menyaksikan wujud ayat ini. Bukan saja unsur kelembutan perempuan, tetapi benar-benar perempuan yang dipanggil dan menghadap Allah untuk masuk di dalam golongan orang yang benar-benar menghamba kepada Allah dan masuk surga. Mbak Dewi yang memiliki tiga kesucian. Suci sebagai wanita, suci sebagai istri, dan suci sebagai ibu bagi anak-anaknya”, lanjut Cak Nun.
Dengan sesenggukan pada bagian yang paling batiniah, Cak Nun menyampaikan, “Karena tiga kesuciannya itu, Allah sudah meluluskan Mbak Dewi pada usia 35. Tak ada kata semoga, sebab ia kontan sudah berada di Surga bersama Ibu Hawa, Maryam, Khadijah, dan wanita-wanita mulia. Saya berada di antara sedih dan bangga. Riwayat Mas Islami dan Mbak Dewi ini adalah riwayat yang indah….”
Cak Nun juga mengingatkan semua hadirin untuk tidak menyangka bahwa orang yang mati di jalan Allah itu mati, melainkan dia hidup di dalam rahmat dan rizki-Nya. “Mbak Dewi itu meninggal sebagai syahidah, ia langsung berada di surga. Maka mari orang-orang laki-laki menjunjung dan menghormati wanita, sebab mereka lebih mulia dan lebih berat bebannya.”
“Ya Islamiyanto, inna hadzal yaum, yaumul jahdu, yaumul ijtihad, yaumul mujahadah. Wahai Islamiyanto, ini memang hari yang berat, tapi lebih berat istrimu melahirkan anak-anakmu, dan sekarang beratnya itu langsung diganti Allah dengan istrimu dan bayi di kandungannya dipindah ke surga. Ini hari yang berat Is. Bojomu ki wong ikhlas, tri suci tenan. Bacalah surat qul 3 kali dan dikawal alfatihah, nanti awakmu iso sambung karo bojomu. Anak-anakmu dikancani Allah, anak-anakmu pinter, besok-besok Allah memberikan kejutan.”
“Islami itu anak saya. Saya yang meminta, bukan dia meminta saya untuk menjadikannya anak. Saya menemukan dia di bukit Cepogo. Saat itu saya dengar shalawatannya. Saya ajak dia ke KiaiKanjeng, dan sudah keliling ke berbagai negara.” Tidak terduga, karena istiqamah dan kebersihan hati Mas Islami, Cak Nun meminta Mas Islami sendiri memimpin doa keberangkatan sang Istri.