Maiyah sebagai Kata Kerja
Ribuan orang berduyun-duyun datang ke sebuah acara Maiyahan di sebuah tempat yang jauh dari pusat keramaian kota. Laki-laki, perempuan, tua, muda, tidak memandang profesi, agama, suku dan ras, semua berkumpul dalam satu wadah bernama Maiyah untuk belajar bersama, berusaha untuk menemukan kembali kesejatian manusia.
Maiyah, sebuah forum diskusi yang sangat sederhana, semua ilmu dielaborasi bersama, tidak ada jarak yang begitu jauh antara audiens dengan narasumber, bahkan seringkali podium atau panggung hanya berjarak beberapa centimeter saja dari jamaah. Jamaah duduk lesehan, duduk menekun berjam-jam, sesekali menikmati kopi atau teh untuk mengambil jeda, menikmati sajian musik Gamelan KiaiKanjeng atau penampilan dari seniman yang hadir. Tidak sedikit bahkan yang rela berdiri lebih dari 3 jam agar tetap menikmati kekhusyukan forum.
Maiyah adalah sebuah forum yang sudah berlangsung cukup lama, telah melalui proses dan perjalanan panjang. Bukan hal yang mudah tentunya menjaga sebuah kontinuitas berjalannya forum diskusi yang sangat cair ini. Begitu cairnya Maiyah, bahkan Maiyah disebut sebagai sebuah laboratorium ilmu yang sangat unik.
Maiyah dalam arti yang lebih spesifik juga bisa disebut sebagai Lembaga Pendidikan yang tentu saja tidak berupa lembaga yang sangat formal seperti lembaga pendidikan kebanyakan saat ini. Tidak ada formulir pendaftaran, tidak ada syarat-syarat khusus untuk menjadi jamaah maiyah, tidak ada iuran bulanan yang harus dibayarkan.
Letak keunikan Maiyah ini salah satunya adalah terjaganya semangat kesadaran bersama bahwa semua orang yang hadir berhak untuk berbicara. Semua yang hadir berhak untuk mengemukakan kebenaran menurut versinya masing-masing dan tidak ada paksaan untuk menyetujui atas pendapat yang dikemukakan. Semua orang memiliki kebebasan yang sama untuk menentukan setuju atau tidak setuju.
Jika ditarik lebih detail, suasana forum yang dihadiri oleh ribuan orang di berbagai tempat ini, dalam diri setiap jamaah maiyah seolah sudah tertanam sebuah kesadaran untuk bersama-sama menjaga setidaknya 3 bentuk keamanan satu sama lain; keamanan martabat, kemananan harta dan keamanan nyawa. Lahirnya kesadaran di setiap individu tersebut menghasilkan output berupa tertibnya jalannya sebuah forum. Seperti yang kita ketahui dalam dunia mainstream, sebuah acara yang dihadiri oleh ribuan massa setidaknya pihak panitia mempersiapkan petugas keamanan untuk menjaga tertibnya berjalannya sebuah acara yang besar. Ternyata hal tersebut tidak berlaku di Maiyah. Hal ini karena setiap individu memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengamankan satu sama lain. Bisa anda lihat, meskipun laki-laki dan perempuan duduk lesehan tanpa sekat, tidak pernah terjadi perbuatan asusila yang dilakukan oleh mereka. Bahkan seringkali terjadi, barang yang ditemukan oleh jamaah maiyah yang bukan miliknya, kemudian barang temuan tersebut diserahkan kepada panitia untuk diumumkan di akhir acara tentang ditemukannya barang tersebut.
Ketika setiap orang yang hadir di Maiyahan sudah tertanam rasa tanggung jawab terhadap keamanan dirinya dan orang-orang di sekitarnya, maka secara langsung dalam dirinya pun muncul sifat disiplin. Disiplin ini bukan hanya soal bagaimana dia tidak melanggar aturan norma kemanusiaan dan akhlaq, tetapi juga disiplin bahwa di Maiyah semua orang memiliki hak yang sama. Tidak ada jarak antara kaya dan miskin, antara pandai dan bodoh, antara alim dan sesat. Semua memiliki tanggung jawab yang sama untuk berdisiplin menjaga ketertiban dan keamanan selama berjalannya forum diskusi.
Kedisiplinan dan tanggung jawab mereka juga diaplikasikan dalam bagaimana mereka memiliki kebebasan untuk memetik ilmu yang mana saja yang memang ia butuhkan.
Sebuah forum diskusi yang berlangsung dengan durasi 6-8 jam, tentu saja terdapat banyak sekali butiran-butiran ilmu yang bisa dipetik oleh mereka yang hadir, karena sesuatu yang dianggap baik oleh seseorang belum tentu baik bagi orang lain. Yang terjadi di Maiyah bukanlah sebuah pendoktrinan ideologi. Dengan tidak adanya sistem yang otoriter, tidak bergantung pada satu figur sangat memperkuat terbangunnya semangat mencari apa yang benar, bukan siapa yang benar. Kebenaran yang mereka ambil masing-masing akan mereka uji sendiri dalam kehidupan mereka masing-masing.
Di Maiyah, tidak ada istilah bahwa seseorang itu pandai atau bodoh. Setiap orang memiliki kesadaran bahwa mereka membawa “gelas kosong” untuk diisi di Maiyah. Dan yang paling penting adalah, bahwa di Maiyah terkondisikan untuk tidak adanya jaminan untuk mendapatkan sesuatu dari Maiyah. Semua orang hadir atas kesadarannya sendiri, atas kejernihan hatinya sendiri, atas inisiatif sendiri. Tidak ada janji-janji bahwa mereka yang datang akan mendapatkan sesuatu. Tetapi justru dengan nuansa yang terbangun seperti ini, jamaah maiyah terlatih untuk benar-benar mampu tidak menomorsatukan materi.
Maiyah tidak mengajarkan bahwa orang tidak butuh uang, tetapi Maiyah menanamkan ketepatan berfikir sehingga jamaah maiyah terlatih untuk tepat menempatkan sesuatu pada proporsinya. Apakah jamaah maiyah berkumpul dalam Maiyahan untuk mencari surga? Apakah mereka datang ke Maiyahan karena dijanjikan sesuatu oleh Cak Nun? Apakah ada keuntungan ekonomi yang dijanjikan kepada mereka ketika datang di Maiyahan? Tentu saja jawabannya adalah tidak.
Satu hal yang mampu mengikat mereka untuk datang kembali ke Maiyahan adalah kebersamaan yang terbangun dalam Maiyah. Di dalam kebersamaan yang terbangun di Maiyah terdapat pengayaan wacana dan ilmu. Setiap orang memiliki pengalamannya masing-masing yang kemudian menentukan terhadap sesuatu yang mereka peroleh di Maiyah.
Jamaah Maiyah tidak memperdebatkan ilmu, karena yang terjadi justru menikmati kekayaan ilmu yang berpendar dalam forum Maiyahan. Dan pada akhirnya yang tumbuh dalam diri mereka adalah kelapangan jiwa dan toleransi, mampu menampung semua pendapat dan tidak mudah terjebak dalam ruangan pro atau kontra, mendukung atau menolak.
Keberlangsungan forum Maiyahan ini tentunya tidak berjalan secara tiba-tiba. Ada orang-orang yang bekerja keras di belakang layar agar forum-forum Maiyahan yang berlangsung di beberapa daerah secara rutin setiap bulannya ini berjalan dengan baik.
Anak-anak muda, dengan rentang usia 20-35 tahun menjadi motor penggerak simpul-simpul Maiyah di beberapa daerah. Mereka adalah para penggiat yang memiliki kesadaran bahwa forum Maiyah harus ada yang mandegani. Harus ada yang memegang kendali teknis, harus ada yang menggelar karpet, memasang tenda dan baliho, mempersiapkan kopi, bahkan kesibukan mereka bukan hanya pra Maiyahan. Sederet tanggung jawab pasca Maiyahan juga mereka kerjakan; dokumentasi foto, reportase hingga evaluasi berjalannya forum Maiyahan.
Rentetan tanggung jawab yang diemban oleh para penggiat di setiap simpul-simpul Maiyah ini bukanlah sebuah pekerjaan yang ringan. Anak-anak muda ini harus bekerja keras agar Maiyahan berlangsung tertib. Mereka bekerja keras untuk menjadi pelayan bagi jamaah maiyah. Sehingga menjadi sebuah rumusan yang tidak tertulis bahwa para penggiat ini sudah merelakan diri untuk tidak menikmati forum Maiyahan. Karena dalam hati mereka yang tertanam adalah bagaimana agar jamaah maiyah merasakan kegembiraan bermaiyah.
Padhangmbulan sudah berlangsung 24 tahun. Mocopat Syafaat, Gambang Syafaat dan Kenduri Cinta sedang menuju angka 20 tahun, serta Bangbang Wetan yang sedang menuju angka 10 tahun. Simpul-simpul yang sudah dewasa ini telah mengalami berbagai dinamika proses perjalanan mereka masing-masing sehingga mereka mampu istiqomah dalam menjaga keberlangsungan forum tersebut, hingga hari ini.
Perjalanan yang tidak sebentar tentu saja sangat wajar terjadi pergantian personel. Tetapi pada kenyataannya bahwa bergantinya orang yang mengurusi ‘dapur’ mereka, tidak berpengaruh begitu besar dan tidak mengganggu sama sekali keistiqomahan forum tersebut. Artinya, mereka tidak bergantung pada figur, siapapun yang bergabung dengan mereka, mereka rangkul semua, mereka akrabi semua. Sehingga tanpa harus dipaksa, akan muncul kesadaran rasa memiliki terhadap forum Maiyahan yang mereka gawangi.
Formula di setiap simpul tentu saja berbeda satu sama lain untuk menjaga solidnya para penggiat mereka. Dengan lahirnya simpul-simpul baru seperti Juguran Syafaat, Maneges Qudroh, Jamparing Asih, Suluk Pesisiran hingga Maiyah Dusun Ambengan tentu saja menghadirkan tantangan tersendiri bagi semua penggiat simpul maiyah secara keseluruhan. Semangat yang dibangun bukanlah semangat untuk bertanding siapa yang paling unggul, tetapi sebuah semangat yang harus memperkuat satu sama lain, mensupport satu sama lain dalam segala hal.
Maiyah yang sudah berlangsung lama ini merupakan sebuah perjalanan yang sangat panjang, yang tidak hanya menyita tenaga dan pikiran saja. Sehingga, para penggiat Maiyah di setiap simpul tentu saja harus mengeluarkan pengorbanan yang lebih ekstra. Untuk menjaga stabilnya forum di setiap simpul, maka yang paling utama yang harus dirasakan oleh mereka adalah kegembiraan dalam menunaikan tanggung jawab mereka di simpul-simpul Maiyah.
Pada akhirnya, seperti yang disampaikan oleh Cak Nun beberapa bulan lalu di beberapa forum Maiyahan, bahwa apa yang kita lakukan saat ini adalah menanam dan terus menanam. Kita tidak pernah tahu kapan ladang kita ini akan panen. Kita tidak pernah tahu kapan Tuhan mengizinkan kita untuk panen. Yang kita lakukan saat ini adalah menjaga berlangsungnya proses bagaimana apa yang kita tanam untuk terus terjaga dan terus terjaga. Ketika ada hama yang mengganggu, kita bersihkan bersama-sama, ketika ada hujan badai atau tiupan angin yang kencang, kita selamatkan bersama-sama. Semangat ihdina shiroto-l-mustaqiim harus tetap tumbuh dalam hati kita. Bahwa yang primer adalah menikmati proses bukan menantikan hasil.