CakNun.com
Ngaji Bareng Haul Kiyai Haromain, Jaken Pati 7 Desember 2016

Kyai Otentik Seperti Rumput yang Tumbuh di Atas Tanah

Redaksi
Waktu baca ± 3 menit

Bangunan berpikir dan konstruksi keimanan Cak Nun mengenai rakyat kecil yang hampir tiap hari dijumpainya sangatlah jelas. Bahwa mereka, termasuk para hadirin yang berkumpul siang-sore ini, adalah kekasih-kekasih Allah. “Njenengan kinasihe Allah”, tegas Cak Nun seraya mengajak mereka untuk menjaga keluarga, tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dan tidak congkrah. Logika ‘mereka adalah kekasih Allah’ sangat jelas pula implikasinya, yaitu jika ada yang mengganggu atau menyakiti hati mereka, maka dia akan berhadapan dengan Allah.

Foto: Adin.
Foto: Adin.

Maka dengan sungguh-sungguh Cak Nun mengawali pengajian siang itu dengan meminta seluruh hadirin bersama-sama membaca surat al-Fatihah, agar Allah berkenan menjaga kehidupan mereka, memenuhi harapan dan doa mereka, agar anak-anak mereka patuh, dan mereka yang ingin mendapatkan keturunan atau anak juga dikabulkan. Cak Nun juga mendoakan mereka agar Allah dengan murah hati mengubah mereka seperti berubah atau berkembangnya padi menjadi beras. Yaitu, separuh berubah, separuh ajeg. Padi menjadi beras itu ya padi yang berubah. Berubah jadi beras, tetapi tetap padi esensi sebenarnya adalah padi. “Mugo-mugo Allah mengubah panjenengan dari angka 1, 2, 3, tetapi tetap Panjenengan. Sebagaimana Mbah Kyai Haromain adalah angka 1, dan anak-cucu atau santrinya adalah angka 8. Angka 8 tidak boleh lupa angka 7 terus mundur ke belakang sampai angka 1.”

Supaya Allah hadir, manggon, dan nancap di hati para hadirin, Mas Islamiyanto diminta memimpin jamaah melantunkan pepujian Allah Wujud Qidam Baqa. Suara mereka terdengar dengan jelas vibrasi suara hatinya, suara otentik masyarakat dan sel-sel umat Islam dan Rakyat Indonesia. Cak Nun tak berhenti mendoakan mereka. Cak Nun ingin Allah meluaskan surga mereka. Cak Nun yakin tak ada halangan sedikit pun bagi mereka untuk menjadi ahlul jannah.

Foto: Adin.
Foto: Adin.

Dalam waktu yang tidak cukup lama, Cak Nun sejenak membawa bapak-bapak dan ibu-ibu warga desa Sumberarum itu mengerti sedikit demi sedikit beda pengertian antara kyai, gus, ustadz, termasuk arti habib, syarif, dan sayyid. Ustadz itu artinya adalah guru dalam pengertian umum, jadi tidak berhubungan langsung dengan agama. Sementara kyai adalah orang yang dikenal punya pemahaman agama. Beda ustadz di televisi dengan Kyai Haromain atau Kyai Komen adalah, kyai Haromain disebut kyai langsung oleh masyarakat. Masyarakatlah yang menyebut beliau kyai. Masyarakatlah yang mendaulatnya. “Seperti rumput yang tumbuh dari tanah. Itulah kyai yang otentik, sejati, dan sebenarnya. Kyai Haromain adalah di antara kyai sejati itu, yang nancep di hati masyarakat bukan karena terkenalnya seperti ustadz di TV, tetapi karena ilmu dan perjuangannya di masyarakat,” papar Cak Nun.

Dalam bahasa sederhana analogis sehingga memudahkan dipahami, Cak Nun menguakkan sedikit sosiologi dan peta keummatan yang dari hari ke hari tidak benar-benar mau dipelajari oleh kebanyakan dalam menganalisis dan memahami perkembangan dan persoalan. Salah satunya adalah sejarah. Mereka diajak napak tilas sejenak ke masa Walisongo, Keraton, Demak dan Mataram. Pada masa itu, Pati masuk di wilayah manakah. Antara Demak dan Mataram ada bedanya. Demak bercorak desentralistik dalam perdikan-perdikan dan persemakmuran. Sedangkan Mataram bersifak kekuasaan-sentralistik sesudah tidak mengacu pada Walisongo dan beralih ke Nyi Roro Kidul. Adipati Pragola dari Pati adalah salah satu orang yang menentang sentralisme kekuasaan Mataram.

Foto: Adin.
Foto: Adin.

Salah satu pelajaran yang dapat diambil adalah bahwa hidup yang baik itu adalah kesediaan untuk berperdikan, kesediaan untuk berbagi dengan sesama dalam kebersamaan dan tak ada yang mendominasi. Pelajaran yang lain adalah Pati juga termasuk wilayah yang mendapatkan sawab-nya Kanjeng Sunan Kalijogo. “Siapa yang berniat jelek di dan terhadap wilayah di mana terdapat sawab-nya Sunan Kalijogo, dia akan kuwalat,” tegas Cak Nun meyakinkan akan atmosfer spiritual di wilayah di mana bapak-bapak dan ibu-ibu itu tinggal. (hm/adn)

Lainnya

Exit mobile version