CakNun.com
Daur 154

Kemewahan Sebagai Barang Mainan

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 4 menit

Lebih 40 tahun Sapron dijejali oleh ceramah-ceramah Markesot. Isi kepala, dada dan perut Sapron adalah ceramah Markesot. Bahkan setiap helai rambutnya, setiap butiran darahnya, bermuatan ceramah Markesot.

Mengalirnya darah di tubuh Sapron itu sendiri seakan-akan adalah ceramah Markesot. Gerak alirannya, speed-nya, iramanya yang tercermin pada dinamika cepat lambat kembang kempis jantungnya. Bahkan kotoran di antara kuku kaki dan daging jari-jari Sapron tidak lain tidak bukan adalah ceramah Markesot. Tausiyah Markesot. Mauidhah-hasanah Markesot. Makalah simposium Markesot. Artikel dan puisi Markesot. Mampuslah Sapron dimarkesoti sepanjang dan hampir seluruh kehidupannya.

Akan tetapi Sapron terus dan tetap setia kepada Markesot.

Mungkin karena terikat secara persaudaraan sejak masa kanak-kanaknya di dusun dulu. Markesot tukang dongeng, Sapron salah satu audiensnya di Langgar dulu.

Tetapi ternyata sampai Sapron mengikutinya di Patangpuluhan, hidup Markesot tetap saja mendongeng dan mendongeng.

Jelas Sapron tidak mempersoalkan itu. Sejarah nasib membawanya ke situ, entah bagaimana prosesnya dulu. Sapron sendiri tidak punya prestasi apa-apa, tapi sekurang-kurangnya ia punya cinta dan kesetiaan kepada Markesot. Dan karena sejarah cinta dan persaudaraan sejati itu maka ia selalu memaafkan Markesot dan tidak menuntut apa-apa.

Apalagi jelas Markesot tidak pernah bicara apapun tanpa ada Tuhan di dalamnya. Markesot tidak pernah melakukan apapun yang bermuatan keperluan pribadinya. Markesot tidak pernah meminta apa-apa untuk dirinya sendiri kepada siapapun kecuali Tuhan. Markesot tidak pernah mengganggu orang, menyakiti orang, mengemis kepada orang. Markesot tidak pernah mengejar harta, jabatan, membangun karier atau pencapaian-pencapaian apapun yang sifatnya keduniaan.

Bagi Sapron Markesot hanya semacam gelandangan. Dan karena gelandangan tidak ada alamatnya di peta masyarakat dan di buku urusan pemerintahan kecuali untuk diremehkan dan dihardik, maka Sapron diam-diam merasa terhormat dan bangga untuk menjadi penjaga dan pengawal seorang gelandangan.

Kalau suatu hari Markesot marah di jalanan karena orang ngawur mengendarai mobil atau motor, atau petugas pom bensin mengkorupsi volume literan jualannya, atau ada preman mentang-mentang, atau apapun saja — Sapron yang jaga-jaga. Markesot dikenal sebagai orang yang sehari-harinya lembut dan agak pendiam. Tapi sewaktu-waktu ia mendadak sangat tegas, bisa membentak-bentak siapa saja termasuk orang-orang berdasi.

Tapi terus terang sebenarnya tulang punggung keberanian Markesot adalah adanya Sapron. Kalau terjadi perkelahian benar, Sapron yang bertandang. Markesot marah kepada Tentara yang menendang seorang sopir gara-gara salah parkir, Tentara itu tidak berani bertindak apa-apa kepada Markesot, karena memperhitungkan ada lelaki gagah gempal di belakang Markesot. Ya Sapron itu.

Markesot yang berlagak, Sapron yang jaga-jaga. Tidak seorang pun berpikir bahwa sebenarnya Markesot tidak sehebat dan sepemberani itu. Rumusnya sederhana, kalau Markesot sendiri, ia sangat lembut. Kalau ada Sapron, mendadak tegas.

***

Sapron, pemuda gagah tidak jelas nasibnya sebagaimana Markesot, tuan rumah permanen rumah hitam Patangpuluhan. Seorang lelaki yang kesetiaannya boleh dikatakan membabi-buta kepada Markesot sejak dulu kala. Terkadang Sapron ini yang diminta mengantar Markesot boncengan motor, kemudian tak pulang beberapa lama. Kalau teman-teman menanyakan kepadanya, “Ron, Markesot kamu antar ke mana?”

Sapron menjawab, “Minta turun dari motor di dekat rel kereta luar kota sana, saya tidak tahu lantas ke mana dia”

Sapron rajin melukis kaligrafi kalau malam, siangnya makelaran apa saja: motor, barang-barang, kadang mobil. Sapron mewarisi ilmu dan keterampilan otomotif dari Markesot. Bahkan pernah disewakan tempat kecil untuk buka bengkel motor, tapi bubar.

Sapron pintar mesin, mengerti manusia pada umumnya, tetapi tidak memahami manusia yang datang kepadanya membawa motor rusak. Sapron tidak tahu kalau mereka lebih senang ditipu daripada disikapi secara jujur dan murah hati.

Kalau ada motor rusak datang, seharusnya Sapron mendramatisir dan menyeram-nyeramkannya. “Wah, Pak, ini butuh waktu antara lima hari sampai seminggu. Spare part ini dan ini dan ini harus ganti….”

Sapron bodoh. Ia periksa motor, ia tidak menemui kerusakan, hanya perlu pembenahan dan fixing. Sapron menyentuh beberapa onderdil, diini-itu beberapa saat, kemudian motor jadi fix dan jrong. “Sudah beres, Pak”.

“Berapa biayanya, Pak?” si empunya motor menjawab.

“Ah, wong cuma nyentuh-nyentuh sedikit kok”, jawab Sapron, “nggak usah biaya Pak, Sampeyan bawa saja”

Sapron tidak memperoleh upah dari kerjanya karena kemurahan hati dan rasionalitas berpikirnya. Juga tidak mendapat laba dari pembelian onderdil-onderdil baru yang mestinya bisa dikarang-karang, karena toh umumnya pengguna motor tidak paham-paham amat atas liku-liku mesin motornya. Sapron bukan pedagang. Apalagi kapitalis. Ia jenis petani pengabdi.

Tidak berarti Sapron orangnya kalem dan halus. Sesungguhnya tidak ada siapapun di sekitar Markesot yang tidak usil, punya kecerdasan yang aneh, sangat suka berkelakar dan keputusan-keputusan hidupnya sering menyimpang dari kebiasaan umum.

Suatu siang Sapron menjemput Markesot di Stasiun Kereta. Sapron berlari menuju Markesot yang barusan turun kereta, membelah-belah kerumunan sambil teriak-teriak: “Cak Sot! Cak Sot! Ampun…ampun…”

“Lho kenapa?”, Tanya Markesot.

“Mohon saya jangan dimarahi, Cak Sot”

“Ah, ada apa. Kapan saya pernah marah”

“Bener lho ya, jangan marah”

“Ada apa, ada apa”

“Mercy-nya Cak Sot hilang…memang tadi saya parkir agak jauh di luar sana, barusan saya cek kok hilang. Gila benar maling-maling sekarang ini”

Markesot kaget dan terpana. Wajahnya pucat mendadak. Sorot matanya kosong. Sesaat kemudian pingsan, tubunya roboh, ditangkap Sapron dan satu dua orang di sekitarnya. Kemudian diangkat keluar menerobos kerumunan orang.

Ada yang menawarkan kepada Sapron untuk diantarkan ke kantor kepolisian terdekat, lapor Mercy dicuri orang. Lainnya menawarkan membayar taksi untuk membawa Markesot ke Rumah Sakit. Tapi Sapron menolak dengan halus dan mengucapkan terima kasih. Sapron hanya membawa Markesot ke sebuah pojok, mendudukkan di bongkahan batu bersandar pagar. Sapron memijit-mijit kepala Markesot. Markesot memejamkan mata dan mungkin saja ia  tertidur.

Beberapa lama kemudian ketika orang-orang sudah tidak berkerumun lagi, mereka berdua akhirnya tidak menjadi perhatian sekitarnya, Sapron diam-diam mengambil motornya, memboncengkan Markesot dan menghilang dari komunitas kecil yang tadi ikut gugup oleh teriakan Sapron “Mercy-nya Cak Sot hilang!”

Apa maksudnya mobil Mercy hilang dicuri orang? Atas dasar fakta sejarah yang mana dan bagaimana sehingga Markesot berkemungkinan punya mobil Mercy? Untuk apa Sapron teriak-teriak berlagak kehilangan mobil mewah? Pencitraan di komunitas Stasiun? Iseng-iseng memperindah kehidupan dengan khayalan di kalangan sesama orang miskin? Atau teknik pameran sosial agar masyarakat menyangka mereka orang kaya?

Semua itu mungkin. Tapi yang pasti adalah bahwa kemewahan tidak pernah berperan lebih dari barang mainan di mulut Markesot dan komunitasnya.

Lainnya

Exit mobile version