CakNun.com

“Jamaah Gelombang” Di Mana Saja

Helmi Mustofa
Waktu baca ± 3 menit

Malam pertama di Bangka belum ada agenda khusus, selain makan malam dan meeting untuk persiapan acara besok. Pukul 19.00, seluruh rombongan sudah siap di lobbi untuk selanjutnya dengan kendaraan bis kecil bergerak ke rumah makan, sekitar lima menit saja waktu perjalanannya.

Hidangannya lebih sederhana dibanding di rumah makan sebelumnya walaupun dengan pola yang sama. Menu yang disajikan cukup ikan tengiri bakar, cak kangkung, udang rebus, kalamari, dan kerupuk kemplang khas pulau Bangka.

Sewaktu sedang makan, seseorang lelaki tiba-tiba berjalan bergegas menuju Cak Nun lalu uluk salam, menyalami Cak Nun dengan hormat, dan memperkenalkan diri. Dia seorang guide dan sedang membawa tamu dari Jepang. “Besok kami akan datang ke Cak,” lapornya.

Kesan Pesan Cak Nun mbak Novia
Kesan Pesan Cak Nun mbak Novia. Foto: Jamal.

Selesai makan malam, pihak rumah makan memohon kesediaan Cak Nun dan Ibu untuk membubuhkan kenang-kenang untuk rumah makan ini. Para pelayan itu kemudian membawa dua piring putih dan spidol hitam, yang dimohonkan kepada Cak Nun dan Ibu Via untuk menuliskan kesan-pesan, nama, beserta tanda tangan.

Rombongan pun kembali ke hotel untuk berikutnya melakukan briefing menyangkut sesuatu yang perlu dipersiapkan agar acara Sinau Bareng bisa maksimal dan akurat.

Pertemuan demi Pertemuan

Ini ihwal pertemuan orang-orang KiaiKanjeng dalam perjalanan Bangka Tengah kali ini. Adit ketemu gurunya, Mas Jijid ketemu adik kelasnya, dan ternyata Mas Yoyok ketemu tetangganya di Jogja yang bekerja di salah satu media massa di Bangka Belitung. Begitu masuk di hotel sore kemarin, orang itu sudah berada di lobby, dan langsung saling kaget, lalu salaman, dan saling bicara. “Ini istimewa dan spesifik festival GMT dengan kedatangan Cak Nun dan KiaiKanjeng,” ujarnya mengapresiasi kepada Mas Yoyok.

Lain halnya dengan Pak Bobiet. Ia ingat punya adik sepupu yang bekerja di Pangkalpinang. Coba dikontaknya, dan alhamdulillah tersambung. Saudaranya itu lalu menyusul ke hotel, dan tiba di sela-sela Cak Nun dan KiaiKanjeng menyempatkan diri briefing persiapan acara Sinau Bareng esok malamnya.

Briefing Pra Acara
Briefing. Foto: Adin.

Cukup lama dua orang saudara itu terlibat obrolan. Sepupu yang sudah lima tahun bekerja di perusahaan timah di Babel ini lalu memperlihatkan antusiasmenya terhadap KiaiKanjeng. Tidak menyangka bahwa Cak Nun dan KiaiKanjeng bisa hadir di sini. “Berarti perusahaanku bisa yo Mas mengundang CNKK? Saya foto, mau saya tunjukkin bosku. Besok aku mau datang dan ngajak teman-temanku, Mas.”

Sepupu Pak Bobiet ini bercerita, sudah lama menyimak CNKK, bahkan sampai saat ini di Pangkalpinang ini, yaitu lewat saluran TV parabola. Ia juga mengungkapkan bahwa masyarakat umum di sini sangat tinggi apresiasinya terhadap kesenian, walaupun mungkin keseniannya masih pada jenis dan level pop.

Di sela-sela asik ngobrol, tiba-tiba seseorang yang dari tadi duduk di lobbi bagian tengah dan tampak serius, datang mendekat. “Maaf mas, boleh saya tanya, kira-kira hotel lain di sini di mana ya?,” tanyanya. Bapak ini ternyata harus segera check-out, karena sudah habis waktu, dan tidak bisa memperpanjang karena sudah terpesan oleh orang lain. Sementara urusannya belum selesai, dan masih butuh nambah dua hari.

Saudara Pak Bobiet ini sebagai orang yang sudah lama di sini mengasih tahu beberapa hotel, yang rupanya sudah penuh semua. Tapi dia tetap coba membantu. Di tengah-tengah belum selesai soal hotel ini, si bapak muda ini bilang, sambil memandangi wajah Pak Bobiet, “Sebentar-sebentar, saya kok nggak asing dengan wajah Bapak… Ohhhh ya ADiTV,” katanya mulai ingat dan sadar.

Bertemu Saudara dan Tetangga
Bertemu Saudara dan Tetangga. Foto: Jamal, Adin.

Kontan Pak Bobiet kaget, dan langsung menanyakan dari mana asalnya kok mengikuti tayangan Mocopat Syafaat di ADiTV. Dari Solo ternyata. Lalu bapak yang usianya masih jauh lebih muda dari Pak Bobiet ini bercerita bahwa dia sudah mengikuti acara Cak Nun dan KiaiKanjeng sejak masa Radio Primanusa FM Yogyakarta menyiarkan pengajian Cak Nun dan KiaiKanjeng pada tahun 2000 atau 2001.

“Lha ya to Mas, musiknya Cak Nun itu bagus dan muatan-muatannya ngademke ati (menyejukkan hati),” katanya. Akhirnya dia malah banyak mengulas musik dan perjalanan CNKK seperti yang diamatinya.

Sampai lupa bahwa urusan dia akan menginap di hotel mana belum jelas. Pak Bobiet mengingatkan, “Lha terus sampeyan mau menginap di mana selanjutnya.” “Oh iya ya…,” ucapnya sambil memegang kepala, “Udah saya pasrah sama saudara Njenengan Mas.” Lhooo.

Lainnya

Hilwin Nisa
Hilwin Nisa

Tidak

Topik