Jam Terbang Bopo Adam
Katakanlah ini semacam sowan kepada Bopo Adam. Belajar dari beliau. Rasanya bukannya beliau Adam adalah jenis manusia yang mudah terpesona, gampang kagum atau kepencrut oleh sesuatu hal, sebagaimana umumnya ummat manusia yang hidup sekarang ini.
Masalahnya hanya karena jam terbang kehidupannya masih dini. Pengalaman sosialnya masih sangat minimal. Itu membuatnya masih rawan tipu daya. Bukan gampang tergoda mental atau spiritualnya, melainkan secara intelektual masih rentan untuk bisa peka dan cerdas terhadap tipu daya.
Memang Allah mengajari beliau langsung tentang berbagai fenomena kehidupan yang akan beliau alami dan hadapi. Tetapi manusia diciptakan oleh Allah dengan takdir tahapan-tahapan, progresi, dinamika dan proses. Mungkin sebagaimana Allah menciptakan jagat raya dalam tahapan-tahapan, manusia Adam pun ditentukan untuk tidak langsung tunai segala sesuatu. Justru deretan pengalaman, akulturasi dan dialektika dengan lingkungannya sangat turut mendasari pertumbuhannya.
Allah mengajarkan langsung kepada beliau Adam bukan sekadar nama benda-benda. Sebab nama sesuatu, benda atau peristiwa dan apapun, kelak akan bisa ditemukan sendiri oleh masyarakat manusia melalui proses-proses konvensi, perjanjian dan kesepakatan.
Tentu saja manusia dan makhluk apapun tidak akan pernah mampu melakukan atau mengambil keputusan tentang apapun, tanpa hidayah dari Tuhan. Tetapi untuk taraf, misalnya, menyebut sehelai barang lembut dengan kata dan bunyi ‘daun’, ‘leaf’, ‘ron’, ‘waroqoh’ atau ‘godong’ – mungkin tidak perlu ajaran ‘barang jadi’ dari Allah, melainkan bisa diupayakan cukup dari dan dengan daya kreatif di akal masing-masing manusia.
Allah memberitakan “wa ‘allama Adam al-asma` kullaha”, mungkin salah satu pemahamannya seperti ini. Pertama, kalau kata kerjanya ‘allama, logis produknya adalah ‘ilm, ‘ilmun, ilmu. Bukan pengetahuan. Nama benda-benda adalah pengetahuan, sedangkan ilmu adalah daya pemahaman dan pengolahan tentang benda. Jadi kemungkinan al-asma` tidak otomatis berarti jamak dari ism atau ismun atau isim.
Apalagi terbatas pada “nama benda”. Sepertinya tidak ada tembok penghalang untuk memungkinkan pemaknaannya ke wilayah yang lebih luas dan berkonteks. Bisa juga nama benda, tapi bisa juga nama peristiwa, sebutan atas suatu gejala, suatu fenomena, pola, pattern atau mozaik satuan-satuan di wilayah kehidupan dinamis manusia.
Sebab andaikan yang Allah ajarkan kepada beliau Adam adalah “nama benda-benda”, boleh kan kita minta satu contoh kata saja yang diwariskan oleh beliau yang masih diketahui dan berlaku hingga sekarang? Kalau memang kakek Adam dikasih “kamus” nama benda-benda, maksudnya itu untuk keluarga segenerasi beliau Adam saja atau untuk semua anak turunnya?
Tentu saja jangan bercanda dengan menyatakan bahwa bunyi dan cara tertawa, cara berdehem, batuk atau menangisnya semua manusia di muka bumi ini relatif sama adalah salah satu contoh warisan dari “wa ‘allama Adamal asma`a kullaha”.
Insyaallah merupakan suatu husnudhdhon untuk memaknai bahwa Allah mengajarkan kepada Adam tidak hanya deretan nama benda-benda, melainkan juga berbagai macam ilmu yang diperlukan untuk bekal kehidupan beliau Adam beserta beliau Hawa sebagai perintis kehidupan ummat manusia.
Termasuk Allah mempersiapkan beliau untuk tidak terlalu kaget ketika nanti mengalami dahsyatnya kedengkian salah seorang putranya, sampai-sampai tega membunuh kakaknya sendiri. Akan tetapi bekal yang ini berlakunya kelak, masih lama berikutnya, yakni ketika kakek Adam sudah dihijrahkan ke Bumi dan menetap di planet kecil itu”.
Tatkala ‘Malaikat’ samaran Iblis itu mengunjunginya, sangat wajar beliau Adam belum memiliki kesiapan, kepekaan dan kecerdasan untuk tidak tertipu. Beliau Adam bersangka baik kepada tamunya, serta bersegera merasa bersyukur bahwa mungkin sekali Allah memang mendatangkan sahabat baginya.
Bahkan ketika kemudian samaran Iblis itu mengajaknya untuk melihat pohon, menyentuh dan menikmatinya, beliau Adam juga tidak berada pada kondisi berkhianat kepada Allah. Apalagi terbersit niat untuk mendurhakai-Nya. Dengan perasaan yang agak naïf dan pikiran yang masih miskin pengalaman, beliau Adam mungkin justru berterima kasih kepada Allah yang telah menghadirkan makhluk mulia yang berkenan mengantarkannya berkeliling untuk melakukan orientasi dan pengenalan lingkungan.
Jangan pula diabaikan bahwa meskipun “wa ‘allama Adamal asma`a kullaha”, harus dimafhumi bahwa apresiasi beliau secara kuantitatif maupun kualitatif terhadap jutaan ragam pohon yang seluruhnya indah dan menawan, masih belum mencukupi untuk mewaspadai apa yang dialaminya.
Sebatang pohon yang Iblis samaran membawa beliau kepadanya, adalah pohon yang justru sangat dahsyat dan menakjubkan. Beliau sangat terpesona, tergiur dan bersyukur kepada Allah atas ciptaan-Nya. Beliau tidak sadar, karena sebegitu banyak dan ragamnya pepohonan di sorga: bahwa larangan Allah “dan janganlah kau dekati pohon ini”, ternyata adalah pohon ini yang dimaksud.
Adam adalah contoh awal dari fakta kehendak Allah bahwa manusia diciptakan dengan sertaan kelalaian dan kekhilafan. Sesudah Allah murka kepada beliau, baru mulai muncul keinsyafan bahwa beliau yang pada tahap itu diperintah oleh Allah untuk meng-Adam, atau menjadi Adam, belumlah dianugerahi tingkat kesanggupan ilmu untuk mengapresiasi pohon itu.
Tiba-tiba Saimon nyeletuk: “Pantas anak cucu Adam sangat mudah ditipu. Sangat gampang diperdaya. Gumunan. Kagetan”
“Ngomong apa kamu, Mon”, Markesot menyahut.
“Coba kamu berdiri”, jawab Saimon, “Kamu lihat ada Selebaran yang ditempelkan di sisi pohon sebelah situ”
Markesot berdiri. Berjalan memutari pohon. Markesot bertolak pinggang. Memang ada sesuatu yang ditempel di pohon itu dengan sejumlah tulisan:
Skenario Rakyat Resah.
Pengadu-domba.
Strategi.
Sebarkan Keresahan.
Taktik.
Memasang Atribut PKI.
Sweeping.
De-Sukarnoisasi.
Membakar Isyu Rasial.
Menyulut Isyu Tenaga Kerja Asing.
Tenaga Kerja dari Cina.
Target: Presiden.
Momentum.
Manfaatkan Bulan Ramadlan.
Tujuan 1: Rakyat Dibuat Resah.
Ketidakpuasan Kelas Menengah.
Tujuan 2: Menurunkan Kewibawaan Presiden.
Tujuan 3: Mendorong Kudeta oleh TNI.
Strategi Pecah Belah.
Taktik. Menyebarkan Isyu.
Bangkitnya Komunisme.
Sentimen Rasis Cina.
Pertentangan SARA.
TNI vs TNI.
Ormas Islam vs Presiden.
Polri vs Presiden.
Menyerang Wibawa Presiden.
Memastikan Kudeta TNI.
Simon tertawa terpingkal-pingkal. “Alangkah canggihnya Iblis menyamar, alangkah polosnya para Adam di tanahmu ini….”