Ini Adalah Perjuangan “Ziroah”
Terminologi bukan sekadar istilah. Terminologi adalah cara memandang. Begitu Cak Nun memahami. Sumber atau referensi terminologi dapat datang dari mana pun. Salah satu ujud proses keilmuan itu dibangun dengan menerapkan terminologi untuk membaca sesuatu yang tengah dibahas.
Untuk malam ini di ITS, referensi terminologi diberikan oleh Kiai Muzammil yang ditugasi Cak Nun menjelaskan istilah-istilab dari Kitab Kuning atau khasanah Islam. Kiai Muzammil sendiri semalam juga turut hadir di Kenduri Cinta, dan selalu hadir di Mocopat Syafaat, Padhangmbulan, dan Bangbang Wetan.
Bun-yan (konstruksi) dan lapis-lapis pembelajaran tadi adalah sejumlah terminologi yang Cak Nun mintakan Kiai Muzammil jelaskan secara ringkas dan mendasar. Dan terakhir, secara khusus Kiai Muzammil diminta menguraikan di depan Pak Rektor ITS mengenai tigas jenis pekerjaan menurut Islam. Kiai Muzammil lantas menyitir penjelasan di dalam Kitab Fathul Mu’in yang menuturkan afdholul makasib az-ziroah tsumma as-shina’ah tsumma at-tijaroh (sebaik-baik pekerjaan untuk pencaharian adalah bercocok tanam atau tandur kemudian teknologi (mengolah) kemudian berdagang. ITS berada pada wilayah kedua yaitu teknologi. Di luar ketiganya, sebaiknya tidak diniatkan sebagai mencari uang, misalnya guru atau pendidikan. Iklim yang perlu diciptakan adalah hubungan yang satu sama lain dedikatif dari orang yang melakukan sesuatu untuk orang lain dan tingginya rasa syukur dari orang yang mendapatkan jasa.
Cak Nun sendiri lalu melengkapi bahwa dalam hubungan-hubungan antar manusia itu berlangsung beberapa jenis tali. Ada tali akhlak. Ada tali intelektual. Ada tali emosi. Cak Nun mengajak para dosen ITS untuk memastikan posisi hatinya kepada mahasiswanya apakah shina’ah atau tijaroh.
Kiai Muzammil juga diajak memberikan respons referensi fikih terhadap pertanyaan yang dilontarkan jamaah dalam sesi tanya jawab. Pertanyaan-pertanyaan malam ini disampaikan dengan transparansi, terus terang, dan jujur yang sangat tinggi. Semua pertanyaan direspons dengan lapang hati dan luas ilmu, dan doa. Jawaban Cak Nun clean dan mengedepankan konstruksi. Di antaranya, ajakan untuk tidak menjadikan madzhab fikih sebagai kotak sempit, menempuh langkah ilmiah atau mengumpulkan sebanyak mungkin literatur atau teks pada tema yang sama. Dan terakhir, al-Quran dan Hadis itu diperuntukkan bagi manusia yang notabene punya akal. Jadi akal perlu digunakan dalam memahami sesuatu.
Sampai pukul 01.00, acara masih berlangsung dengan puncak di mana Pak Rektor memaparkan apa-apa yang sudah diperolehnya dari Cak Nun dan KiaiKanjeng, yakni segala seseuatu itu ada hubungannya dengan agama atau dengan Allah. Pak Rektor menyampaikan terima kasih atas kehadiran Cak Nun dan KiaiKanjeng dan minta doa untuk ITS. Cak Nun mengajak semua untuk khusyuk berdoa dan melantunkan serangkaian shalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad.
Bagi Cak Nun, apa yang tengah dilakukan ITS adalah revolusi nilai dan ijtihad perdaban yang akan menentukan posisi ITS di masa depan. Apa yang dilakukan oleh ITS adalah melakukan pengutuhan kembali pecahan-pecahan filsafat hidup sekuler. Menyambung secara mendasar antara pendidikan dan akhlak.
Satu di antara shalawat itu adalah sholatun minnallah wa alfa salam. Terlantun dengan khidmat dari bibir Cak Nun dan jamaah, diiringi terbang KiaiKanjeng. Suasana hening. Langit menyerap doa-doa yang terpanjatkan dan mengantarkannya kepada Allah Swt. Angin pun terasa semilir dari tadi yang terasa panas atau sumuk. Kini jamaah melantunkan bersama dengan suara keras Sidnan Nabi Sidnan Nabi. Nomor terakhir dari rangkaian shalawat di puncak acara.
Seluruh Jamaah diajak berdiri, dan Cak Nun menegaskan, “Acara seperti ini adalah perjuangan ‘ziroah’ (tandur), dan ada perjuangan-perjuangan dalam bentuk lain. Semuanya kita hormati sepanjang untuk menegakkan kebenaran.” Kiai Muzammil memimpin doa penutup. Para jamaah mengamini dengan khusyuk dan tangan tengadah memohon keterkabulan dari Allah Swt. (hm/adn)