Ilmu Pohon dan Ilmu Iblis
Saimon memuncak tertawanya. “Sebenarnya manusia-manusia yang kamu kawal itu keturunan Baginda Adam ataukah keturunan Iblis, atau mungkin campuran alias blasteran antara Adam dengan Iblis….”
Markesot agak salah tingkah juga. “Kamu tertawa atau mentertawakan?”
“Apa bedanya”, jawab Saimon sambil terus tertawa, “yang penting saya tertawa dan sangat menikmatinya”
“Kamu ini tertawa karena dirimu sendiri atau mentertawakan saya?”
“Silahkan berdaulat untuk menafsirkan sendiri”
Markesot menahan tersinggung dan mulai sedikit marah. Tapi Saimon tidak peduli. Ia meneruskan celotehnya.
“Mereka yang diam-diam melaksanakan kepentingan-kepentingan yang curang, dan jalannya adalah merekayasa supaya rakyat resah: mereka pula yang menyebarkan peringatan: Awas, ada skenario meresahkan rakyat!”
“Mereka yang mencuri peluang-peluang itu di belakang punggung rakyat, sehingga perlu menyibukkan rakyat dengan mengadu-domba mereka: sesudah curiannya berhasil, mereka pula yang mengumumkan peringatan: Awas ada gerakan mengadu-domba rakyat!”
“Mereka yang membiayai dan menyelenggarakan perayaan merah-merah palu arit, mereka pula yang memperingatkan: Awas PKI Bangkit! Supaya penduduk tanah ini tidak memperhatikan ketika tahap-tahap pencurian dan pengukuhan penguasaan itu mereka lakukan”
“Mereka yang mengumumkan ide de-Sukarnoisasi, mereka pula yang mengumumkan Awas ada gerakan penghapusan jasa Proklamator”
“Mereka yang menunggangi dan memperbudak Presiden, mereka pula yang meneriakkan Awas ada yang merongrong wibawa Presiden….”
“Mereka yang selalu menyelenggarakan langkah-langkah ekonomi dan keuangan yang rasial dan menomorduakan rakyat tanah ini, mereka pula yang memberi warning Awas rasisme Anti Utara”
“Mereka yang mendatangkan tenaga kerja asing berduyun-duyun memasuki Negeri, ketika rakyat tanah ini sendiri setengah mati mencari kerja, mereka pula yang menyebarkan Awas ada gerakan yang mengobarkan kebencian dan fitnah tentang tenaga kerja asing”
“Mereka yang merencanakan memanfaatkan Bulan Ramadlan untuk semua skenario strategis untuk mengokohkan penguasaan atas harta benda tanah ini, atas isi kekayaannya, mereka pula yang dengan penuh kearifan menginformasikan Awas ada gerakan yang menunggangi Bulan Ramadlan”
***
Saimon mengulangi lagi tertawa terpingkal-pingkal. “Alangkah canggihnya Iblis menyamar, alangkah polosnya para Adam di tanahmu ini….”
Tatkala Allah memberi peringatan kepada Adam “jangan dekati pohon itu”, kemudian beliau Adam dijebak oleh ‘Malaikat’ samaran Iblis, seolah-olah sesungguhnya ada kelengkapan kalimat dari Allah kepada Adam: “jangan kau dekati pohon itu, sebelum kau taklukkan Iblis….”
“Dan di zaman anak turun Adam sekarang ini”, lanjut Saimon dengan terus tertawa, “ternyata jauh lebih sepele dan sangat mudah diperdaya oleh Iblis. Manusia jalan pikirannya cenderung lurus-lurus, sedangkan strategi Iblis berlipat-lipat, zig-zag, berputar-putar, sangat menyukai tikungan dan telikungan.
Kalau Iblis berbaju putih, mungkin ternyata dalamnya adalah hitam. Tetapi di balik hitam itu ternyata hijau. Di belakang hijau itu kuning. Sesudah kuning ternyata Iblis itu merah. Di balik merah itu ternyata ungu. Atau jingga, coklat, marun, biru, dan seribu kemungkinan warna lagi. Atau ternyata sejatinya ia memang putih sebagaimana kostum yang ia pakai. Dan sesudah engkau meyakini bahwa Iblis itu putih, beberapa saat kemudian baru ketahuan bahwa sejatinya itu palsu. Sejati dan palsu pada Iblis bisa berdetak bolak-bolik berganti-ganti tanpa batas.
Mampuslah manusia yang tidak mengembangkan ilmunya sehingga menjadi mainan, sandera dan narapidana Iblis. Bahkan sesudah manusia memahami strategi kemunafikan kuadrat, bahkan kemunafikan pangkat seribu dari perilaku Iblis, di ujung adegan nanti, sebelum masuk adegan berikutnya: pandangan mata manusia yang dimanipulasi oleh Iblis, sehingga ia melihat putih sebagai merah, melihat merah sebagai hitam, melihat hitam sebagai hijau. Dan demikian seterusnya tanpa ada batasnya.
Terbanting-bantinglah kehidupan anak cucu Adam. Terjerembab-jerembablah nasib mereka karena dipermainkan oleh anak turun Iblis. Hancur lebur dan luluh lantak fadhilah kemanusiaan mereka. Bagaimana mungkin manusia diperkenankan untuk mendekat ke pohon itu, sedangkan oleh Iblis ia bisa mudah dipermainkan.
Banyak anak-anak cucu-cucu Adam di zaman ini bukan hanya kalah dimain-mainkan oleh anak-anak cucu-cucu Iblis. Malahan semakin banyak jumlahnya di antara manusia yang justru melamar pekerjaan di kantor-kantor perekonomian Iblis. Melamar, mengemis, ngiler, termimpi-mimpi, semoga menjadi budak-budak Iblis.
Ilmu tentang pohon yang tidak boleh didekati oleh Adam itu jauh lebih tinggi dibanding ilmu Iblis. Manusia harus mengalahkan Iblis dulu, baru kompatibel untuk mendekat ke pohon itu. ‘Pohon’ adalah simbolisme yang Allah pakai di firman-firman-Nya, untuk memberi gambaran tentang kebaikan, keluasan, kedalaman, ketinggian, ketangguhan dan keteguhan.
Cobalah teliti kembali pernyataan-pernyataan Allah dan pelan-pelan selami kedalamannya, semoga diperkenankan untuk menguak rahasianya.
***
Memang wajar bahwa kadar akal Adam sebagai manusia, meskipun berlevel “ahsanu taqwim”, belum diizinkan oleh Allah untuk mampu meng-ilmu-i pohon itu. Bahasa gamblangnya, bagi beliau Adam, pohon itu masih ditutupi oleh kegelapan, sehingga jelas sekali kenapa gara-gara mendekati pohon itu maka Allah menyebut Adam sebagai “orang yang dhalim”: yakni orang yang berada di dalam kegelapan.
Sebab aslinya kan Allah menentukan “Aku ciptakan Khalifah di bumi”. Artinya beliau Adam masih berposisi sebagai manusia bumi. Pohon itu masih gelap bagi pengetahuan dan ilmu makhluk bumi. Kelak kalau beliau Adam sudah legal sebagai penduduk sorga, maka pohon itu tidak gelap lagi bagi beliau.
Mungkin memang ada yang berpendapat atau menyebut pohon itu sebagai ‘pohon larangan’. Benarkah ada sesuatu yang dilarang di sorga? Mungkinkah ada benda, pohon, buah atau apapun yang haram di sorga? Masihkah ada sesuatu di sorga, sebagaimana di dunia: yang halal, haram, halal, makruh dan wajib?
Apakah dunia adalah tempat manusia diuji, adalah jalan perjuangan di mana sebagian manusia menempuhnya untuk memperoleh rahmat, sementara lainnya memperoleh adzab? Apakah yang demikian itu sorga namanya? Kalau sorga adalah tempat seperti itu, lantas apa landasan atau motivasi manusia berjuang ketika masih di dunia?
Kenapa di dunia manusia harus memilih baik atau buruk dengan akibatnya masing-masing, kalau ternyata di sorga mereka masih juga harus dihadapkan pada pilihan antara bahagia atau bencana? Kalau di sorga manusia masih harus berjuang untuk menghindari neraka, apa bedanya dengan kehidupan di dunia?
Kalau di sorga ada pohon terkutuk, ada sesuatu yang merupakan sebab kemaksiatan manusia, ada sesuatu yang membuat manusia berdosa, sehingga ada kemungkinan manusia dilemparkan dari sorga ke neraka — maka adakah kemungkinan juga bagi manusia-manusia penghuni neraka untuk berjuang agar dipindahkan ke sorga?