Ilmu Peta Diri
Padahal Markesot sendiri yang, sejak di Universitas Patangpuluhan dulu sok-sok berteori-teori mengkategorikan manusia. Markesot sering mengemukakan, dalam konteks itu, empat macam manusia.
Yakni manusia yang tahu banyak tentang banyak hal. Manusia yang tahu sedikit tentang banyak hal. Manusia yang tahu banyak tentang sedikit hal. Dan manusia yang tahu sedikit tentang sedikit hal.
Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan dan permakluman orang-orang yang terlanjur mengenal Markesot, Markesot adalah manusia jenis pertama. Markesot tahu banyak tentang banyak hal, sehingga gagal memilih yang mana di antara banyak pengetahuan itu yang ditekuninya.
Tahu, mengerti, bisa, mau, mengerjakannya dan sukses. Markesot pasti tahu, tapi belum tentu mengerti, belum teruji bahwa dia bisa, dan jelas dia tidak pernah benar-benar mengerjakannya, sehingga Markesot tidak mencapai sukses apa-apa.
Banyak di antara empat puluh teman-teman Markesot itu malah lebih berhasil mencapai sukses dibanding Markesot. Ada yang nyata menjadi tokoh masyarakat, pejabat, pemuka organisasi, pengusaha cemerlang, pemimpin di bidang keagamaan, penulis yang merajalela karyanya, bahkan ada yang aktif sebagai dukun. Dan beragam lagi sukses mereka, dibanding Markesot yang tak pernah berhasil menjadi apa-apa atau siapa-siapa di kalangan masyarakatnya.
***
Padahal, meskipun skalanya sangat lokal, Markesot adalah penggiat kemajuan hidup di hampir segala bidang. Pembelajaran intelektual, penekunan spiritualitas, pendidikan politik, kritisisme ke-Negara-an dan ke-Pemerintahan, perambahan dan pendalaman ideologi-ideologi, eksplorasi teknologi bahkan multi-teknologi, dari stasioner mesin motor hingga pendistribusian dan negosiasi penjadwalan hujan, dan bermacam-macam lagi pekerjaannya.
Markesot memang sangat berbakat teknologi, mesin, listrik, otomotif, logika fisikanya luar biasa, memahami mesin pesawat dan arloji mini atau filosofi “balase sepur” atau rel kereta api, sama bagusnya.
Tetapi Markesot tidak mencapai eksistensi apa-apa. Tidak menjadi engineer. Tidak punya patent penemuan teknologi apa-apa. Tidak menjadi kepala montir di bengkel mobil. Tidak menjadi teknolog. Tidak menjadi kepala unit atau apalagi Direktur bidang teknologi apapun. Tidak menjadi tokoh kunci di pabrik mobil. Tidak apapun dan siapapun.
Markesot pernah menjelaskan secara sangat teknologis metode bagaimana menghentikan bocoran lumpur yang meluap-luap dari perut bumi menjadi danau. Tetapi karena tidak ada yang bertanya kepadanya, tidak ada yang meminta tolong kepadanya, bahkan pun tak ada yang sekedar bertanya saja kepadanya, maka dia diam saja.
Markesot tahu semua itu sebabnya adalah karena memang tidak ada siapapun yang mengerti siapa dia. Tidak ada yang pernah mengidentifikasi dan mengukur kemampuan-kemampuannya. Hasilnya adalah tidak ada siapa-siapa yang percaya kepadanya. Markesot merasa sangat menderita. Khususnya bab luapan lumpur itu. Bukan karena ia tidak dikenal, apalagi dipercaya. Tapi karena ia tidak tega melihat suatu kemudlaratan yang menimpa banyak manusia, namun ia tidak pernah mendapatkan perintah untuk menolong mengatasi keadaannya.
***
Markesot juga seorang pejalan rohani yang istiqamah luar biasa. Ahli wirid dan pelaku thariqat yang mengerikan perjalanan hidup yang ditempuhnya. Terutama tanggungjawab tauhidnya. Tetapi Markesot tidak punya Klub Dzikir. Tidak memimpin Kelompok Komunitas Wirid. Jangankan menjadi Mursyid, Syekh ini Maulana itu.
Setiap orang yang ketemu Markesot, melihat sosoknnya, pakaiannya, wajahnya, cara komunikasinya, lingkungan pergaulannya, tidak akan percaya kepadanya kecuali membayangkan Markesot adalah seorang makelar serabutan di Pasar. Tidak ada tanda-tanda keunggulan apapun yang tercermin di segala sisi penampilannya. Tanda kecerdasan ya tidak ada. Kearifan, kematangan, kepandaian, kecanggihan, keterampilan, apapun lah.
Markesot tidak memancarkan cahaya yang membuat orang merasakan bahwa ia seorang yang linuwih. Aura ya tidak. Wibawa ya tidak jelas. Benar-benar tidak ada yang layak diharapkan dan diandalkan dari penampilannya.
Padahal Markesot puluhan tahun lamanya berkeliling ke banyak tempat sebagai seorang penggiat sosial. Di berbagai peristiwa ia mampu memagnet banyak orang. Menyerap dan menghimpunkelompok-kelompok masyarakat untuk diajak melakukan berbagai jenis kebaikan bersama.
Bidang garapnya pun ragam dan luas. Yang berkaitan dengan kerjasama penghidupan ekonomi. Kebersambungan sosial. Kreativitas budaya. Pendalaman rohani. Keterdidikan intelektual. Bahkan penanganan psikologi. Pengupayaan kesehatan badan. Eksplorator penggalian kedalaman tenaga batin. Pengobatan terhadap situasi benci dan bentrok kolektif. Serta bermacam-macam lagi pengelolaan sosial yang jumlah bidangnya berbanding lurus dengan jenis permasalahan yang muncul di masyarakat.
***
Tetapi, meskipun demikian, hasil puncak dari beratus kegiatan Markesot itu adalah pertanyaan umum: “Markesot? Siapa itu? Apa kegiatannya? Kok tidak eksis?”.
Sehingga kalau ada yang menanyakan “bagaimana Markesot menilai dirinya sendiri berdasarkan cara pandang Ilmu Peta Diri yang Markesot sendiri yang sering memakainya untuk menjelaskan manusia dan masyarakat?”, Markesot pasti menjawab: “Lihatlah seluruh hidup saya, maka akan kelihatan contoh manusia yang paling gagal dari cara pandang itu”.
Markesot sendiri yang dalam banyak kesempatan selalu menunjuk dirinya sendiri untuk menjelaskan contoh orang gagal, orang tidak sukses, orang tidak berpestasi dan tidak punya reputasi. Tidak perlu lantas siapapun memberinya stempel “merendahkan diri untuk menaikkan derajat”. Sebab toh tidak ada fakta apa-apa tentang level tinggi posisi sosial Markesot. Fakta membuktikan bahwa ia memang bukan orang yang sukses. Tidak ada padanya sesuatu yang bisa diandalkan apalagi dibanggakan.
Hanya saja ke manapun Markesot pergi, di manapun ia berada, orang-orang disekitarnya entah bagaimana menjadi bergembira, sehingga mereka sangat menyayangi Markesot. Sampai-sampai ada orang yang menikahkan anaknya pun minta Markesot untuk memberi ular-ular alias nasehat perkawinan.
Tentu saja sangat mudah bagi Markesot. Ia berpidato “Pokoknya pengantin berdua dan siapa saja para hadirin di sini, kalau mau selamat, enak dan bahagia: jangan ada yang menjalani hidup seperti saya”.