CakNun.com
Reportase Kenduri Cinta Maret 2016

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Kenduri Cinta
Waktu baca ± 33 menit

Cak Nun juga mengulang kembali sedikit tema yang dibahas pada Kenduri Cinta edisi Desember 2015 lalu; Hulu Hilir Cinta. Sebuah ayat Al Qur’an yang menjadi landasan tema tersebut adalah; Qul inkuntum tuhibbuunallaha fa-t-tabi’uunii yuhbibkumullah wayaghfirlakum dzunuubakum wallahu ghofuurun rohiimun  (ali Imron: 31). Bahwa dalam ayat tersebut sangat jelas tersirat, inti dari persambungan manusia dengan Allah adalah urusan cinta. Dari cinta itulah kemudian lahir kemesraan-kemesraan dialektika antara Allah dengan makhluknya. Ada banyak sekali contoh bagaimana Allah ingin dimesrai oleh makhluk-makhluk ciptaannya dalam Al Qur’an. Dan, dari ayat tersebut, Cak Nun juga merefleksikan bahwa hubungan antar sesama manusia juga harus dilandasi dengan rasa cinta, sehingga apabila landasan cinta itu sudah hilang maka tidak mengherankan jika yang terjadi kemudian adalah pertengkaran-pertengkaran dan perpecahan.

Jangan kawin dengan mengandalkan istrimu, dan istrimu jangan kawin dengan dasar mengandalkanmu. Kita semua tidak bisa diandalkan. Andalan suami istri adalah cinta bersama kepada Tuhan.

Menanggapi respon salah satu jama’ah yang menagih kapan Cak Nun akan ‘action’ lagi untuk mberesin Indonesia, Cak Nun merespon dengan cerita waktu menonton MMA (Mix Martial Art) antara Connor McGregor dari Irlandia melawan Nate Diaz dari Amerika. Connor McGregor adalah salah satu atlit MMA yang terkenal, dan dalam pertandingan itu dia mendapat bayaran tertinggi dalam sejarahnya, bahkan begitu sombongnya McGregor ini sesumbar bahwa ia mampu mengalahkan siapa saja, bahkan Yesus sekalipun jika masih hidup ia berujar akan menendang pantatnya. Dari pertandingan ini, McGregor ternyata dikalahkan oleh Nate Diaz yang sebelumnya tidak diunggulkan.

Cak Nun mengungkapkan bahwa ada teori; kecepatan mengalahkan kekuatan, jadi sekuat apapun jika anda kalah cepat, maka anda akan kalah. Tetapi, momentum mampu mengalahkan kecepatan, secepat apapun tetapi jika anda pada momentum tertentu lengah, maka anda akan kalah. Sekuat dan secepat apapun, anda bisa kalah jika lengah pada momentum tertentu.

Dalam pertandingan tersebut, lawan yang seharusnya bertanding melawan Connor McGregor adalah Rafael Dos Anjos dari Brasil, tetapi karena dalam sebuah pertandingan dia mengalami cedera kemudian digantikan oleh Nate Diaz yang baru dihubungi 11 hari sebelum pertandingan dan mengiyakan tawaran tersebut untuk bertanding melawan Connor McGregor. Dalam perhitungan sebelumnya, Rafael Dos Anjos adalah yang diunggulkan untuk memenangkan pertandingan tersebut, tetapi kemudian ketika Nate Diaz muncul sebagai pengganti Rafael Dos Anjos, Nate Diaz sama sekali tidak diunggulkan dan Connor McGregor menjadi unggulan oleh banyak orang untuk memenangkan pertandingan tersebut.

Sebelumnya, Connor McGregor mengalahkan Jose Aldo dengan metode momentum, dan McGregor sendiri yang mengakui bahwa kemenangan atas Jose Aldo adalah berkat kecerdikannya memanfaatkan momentum. Ternyata McGregor lupa bahwa hal tersebut juga bisa menimpa dirinya. Ia dikalahkan oleh Nate Diaz yang berhasil memanfaatkan momentum. Bahkan, ketika diwawancarai oleh wartawan seusai pertandingan, Nate Diaz mengungkapkan tidak terkejut sama sekali dengan kemenangan dirinya atas McGregor itu. Cak Nun pun menutup ceritanya tentang pertandingan MMA dengan mengatakan bahwa masih ada harapan, kita tidak usah putus asa.

Yang lebih menakutkan justru cuaca dan alam menurut. Kalau ISIS, Arab Spring, konstelasi politik,  penjajahan Zionis dan seterusnya, itu masih optimis akan berubah dan suatu saat semua itu akan hilang. Tapi kalau tidak ada nasi, tidak ada beras, kalau air kotor, kita pun bertengkar sama tetangga. Tetapi kalau anakmu mulai sakit gatal karena alam sudah tidak beres, itu lebih menakutkan, maka itu yang disampaikan oleh Ian.

Kita harus siap. Anak harus tangguh, harus dilatih untuk menjadi anak yang tangguh. Badannya, sel-selnya, semua dibiasakan puasa. Hatinya harus tangguh, pikirannya harus cerdas, dia harus antisipatif terhadap kemungkinan-kemungkinan ke depan.

Dari peristiwa McGregor tadi Cak Nun mengajak jama’ah untuk merefleksikan perjuangan-perjuangan selama ini. Bagaimana Cak Nun disingkirkan, ditinggalkan, tetapi juga sesekali dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat, seperti yang muncul beberapa hari terakhir yakni klaim Cak Nun mendukung salah satu kandidat di Pilkada DKI tahun depan. Persoalannya, bukan masalah klaim, tetapi ada pada orang yang menggunakan cara itu, apa agenda besarnya, bahkan lebih jauh lagi siapa joki dan siapa kuda dalam peta Pilkada Jakarta itu sendiri. Apalagi, untuk posisi joki dan kuda itu sendiri sifatnya sangat dinamis, bisa saja hari ini dia adalah kuda tetapi besok justru dia yang menjadi jokinya.

Apa yang dialami oleh McGregor adalah peristiwa yang menjadi balasan bagi orang yang sangat sombong di dunia, bahwa dia tidak menyadari ada yang  lebih berkuasa dari dirinya. Hati-hati kepada McGregor-McGregor yang ada sekarang ini, bisa jadi kehancuran yang akan mereka dapatkan sebentar lagi.

Bagi Cak Nun maiyah adalah sajen. Sajen itu sesaji. Kita mempersembahkan kebaikan kepada Allah, mempersembahkan keikhlasan kepada Allah, mempersembahkan kedamaian kepada Allah, tanpa menghitung siapa-siapa.

Aku tidak usah tahu agamamu apa, aku tidak mengerti agamamu apa, aku tidak mengerti bapakmu siapa, aku tidak mengerti sukumu apa, aku tidak punya hak untuk tidak menerimamu. Aku menerima semua dengan cintaku.

Cak Nun menegaskan, bahwa yang seharusnya kita tumbuhkan adalah kerendahhatian untuk menerima siapapun saja dan mendengarkan informasi apapun saja yang masuk ke dalam diri kita, karena kita memiliki hak untuk mengolahnya. Jangan terlalu mudah untuk menolak sebelum memahaminya.

Munculnya ISIS itu, kalau kita mau husnudzon, dikarenakan terlalu lamanya ketidakadilan berlangsung kepada Islam, tidak semua orang kuat menanggungnya, dan yang tidak kuat akan menjadi pemarah dan traumatik seperti itu. Jadi, untuk melawan Iblis ada 3 cara; 1. Ikut Iblis, 2. Berlindung kepada Allah dari Iblis, 3. Menjadi Iblis yang melebihi Iblis. Itu respon Cak Nun atas pertanyaan mengapa muncul organisasi-organisasi seperti ISIS di dunia saat ini.

Kemudian Grup Sinau Rasa menampilkan beberapa nomor sholawat.

Revolusi Fiqih Muzammili

Lewat pukul satu dinihari, Kiai Muzammil membuka pemaparannya dengan merespon apa yang sudah disampaikan oleh Ian L Bets.

Mendengarkan pemaparan tentang pemanasan global merupakan informasi yang harus kita terima. Kiai Muzammil kemudian mengajak jamaah untuk melihat peristiwa beberapa tahun ke belakang, sebelum internet marak seperti sekarang ini sudah diprediksi akan terjadi revolusi informasi, yang pada saat itu banyak orang mengabaikan informasi sehingga saat ini menjadi konsumen bukan produsen informasi. Bahkan, sekarang banyak dari kita yang menjadi budak teknologi informasi. Kiai Muzammil mencoba merefleksikan informasi yang sebelumnya disampaikan oleh Ian L Bets, apabila kita abai terhadap informasi tersebut, kelak kita justru bisa menjadi korban dari pemanasan global. Seharusnya, dengan informasi tersebut, kita mengambil peluang untuk menjadi bagian dari solusi dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Tentang resume dari Fiqih Muzammilii, Kiai Muzammil berharap akan menjadi salah satu jawaban dari tantangan zaman saat ini yang begitu rumit dengan sekian banyak persoalannya.

Di Indonesia, Fiqih adalah yang utama. Di Indonesia, jadi kai atau uama tidak harus hafal Al Qur’an. Malah, yang hafal Al Qur’an tidak menjadi ulama, lanjut Kiai Muzammil menjelaskan tentang pentingnya pemahaman terhadap fiqih di Indonesia.

Karena Ulama di Indonesia kebanyakan adalah Ulama Fiqih, Kiai Muzammil mengambil kesimpulan bahwa Islam di Indonesia adalah Islam Fiqih. Anehnya, dengan banyaknya Ulama Fiqih di Indonesia justru tidak seimbang dengan fakta yang terjadi di Indonesia. Kiai Muzammil mencontohkan, praktek money politic di Indonesia saat ini tidak hanya terjadi pada masyarakat abangan saja, bahkan lingkungan para Kiai pun sekarang sudah terjangkit tradisi money politic. Kiai Muzammil menjelaskan bahwa para kiai pondok pesantren di beberapa daerah di Indonesia menjadi pihak yang juga laris didatangi oleh para kandidat calon Gubernur, calon Bupati, calon anggota legislatif dan sebagainya ketika masa pemilihan umum tiba. Bahkan ada anggapan, apabila ada Kiai yang tidak didatangi oleh kandidat-kandidat dalam pemilihan umum, maka Kiai tersebut dianggap sebagai Kiai yang tidak laku dan tidak terkenal. Kiai Muzammil mempertanyakan hukum Fiqihnya praktek seperti ini. Akhirnya, jumlah Ulama yang sedemikan banyaknya, jumlah Ummat Islam yang sedemikian banyaknya tidak berbanding lurus dengan terwujudnya pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang amanah dan tatanan sosial yang adil. Itu tidak berbanding lurus, justru bobrok sekali di Indonesia.

Melihat fenomena banyaknya Ulama Fiqih di Indonesia, Kiai Muzammil berpendapat bahwa pemahaman fiqih di Indonesia harus segera direvolusi. Artinya, ada pemahaman-pemahaman yang saat ini harus diluruskan. Banyak sekali persoalan-persoalan fiqih yang tidak terjawab tuntas di kalangan masyarakat, yang kemudian justru memberikan pengaruh dalam tatanan sosial di masyarakat itu sendiri. Seperti di awal Cak Nun mencontohkan, bagaimana mungkin seseorang yang sholat dengan menggunakan baju hasil mencuri, atau sholat di sebuah masjid yang dibangun dari dana korupsi secara Fiqih tetap dianggap sah sholatnya?

Pentingnya revolusi Fiqih di Indonesia dibutuhkan untuk kembali menstabilkan kehidupan sosial masyarakat di Indonesia. Kiai Muzammil menyepakati apa yang beberapa kali disampaikan oleh Cak Nun bahwa yang harus dirubah di Indonesia salah satunya adalah tentang pemahaman sebuah kata. Ia menjelaskan, kata syari’ah di Indonesia saat ini perlu segera dilakukan pembahasan ulang agar tidak terjadi lagi kesalahan pemahaman terhadap kata tersebut.

Syari’ah kok Fakultas? Ini kan mengecilkan Syari’ah? Terus Universitasnya apa? Di Universitas, Syari’ah menjadi Fakultas, disandingkan dengan  Fakultas Dakwah, Fakultas Tarbiyah, Fakultas Adab, Fakultas Ushuluddin. Apakah Dakwah, Tarbiyah, Adab dan Ushuluddin itu tidak termasuk dalam Syari’ah?

Syaria’ah adalah ketetapan Allah terhadap semua ciptaannya. Kiai Muzammil melanjutkan dan menjelaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini adalah ketetapan Allah. Bahkan, ilmu-ilmu yang selama ini dianggap sebagai ilmu non-agama seperti astronomi, biologi, fisika, matematika dan lain sebagainya sebenarnya juga termasuk dalam Syari’ah, sehingga sangat aneh jika kemudian ilmu-ilmu tersebut dianggap sebagai bukan ilmu Agama. Karena, sesungguhnya semua yang terjadi di alam semesta ini taat pada ketetapan Allah.

Syari’ah itu maa syaro’ahullahu lii ‘ibaadihi. Semua yang ditetapkan oleh Allah di alam semesta, baik aturan planet, antariksa, bulan, matahari, udara, bumi, angin, hewan, binatang, tumbuh-tumbuhan semua itu sudah ditetapkan aturannya. Manusia mempelajari itu semua sebagai Syari’ah Allah.

Kiai Muzammil menjelaskan, di masa-masa awal Kanjeng Nabi Muhammad SAW itu tidak ada pemisahan-pemisahan. Bahwa semua yang ada adalah Syari’at Islam. Sehingga, dapat dipahami bahwa semua yang terkandung dalam Al Qur’an adalah Syari’at Islam. Lalu sampai di masa Tabi’iin, Syari’at dipecah menjadi 3; Aqidah, Fiqih dan Akhlaq. Sampai akhirnya, hari ini, persoalan Syari’ah dipersempit lagi hanya dalam lingkup persoalan fiqih saja.

Ternyata, pemisahan ini, bahkan antara aqidah dan fiqih, memiliki dampak yang luar biasa. Seakan-akan persoalan fiqih tidak lagi terkoneksi dengan aqidah. Padahal, agama itu intinya ada pada aqidah. Karena aqidah adalah yang utama dalam agama maka fiqih semestinya adalah cabang dari aqidah yang mencerminkan perilaku pemeluk Agama. Kiai Muzammil lalu melanjutkan dengan contoh bagaimana orang berdebat sampail habis tentang tata cara bersuci yang benar, tetapi tidak membahas bagaimana hukumnya jika menggunakan air hasil mencuri. Hingga saat ini fiqih yang dipahami masyarakat menganggap wudlunya orang yang bersuci dengan air hasil curian dianggap sah secara Fiqih. Ini dikarenakan fiqih hanya dibatasi pemahamannya pada wilayah teknis, tidak mencakup wilayah yang substansial. Berdasarkan fiqih saat ini, wudlunya seseorang dianggap sah apabila syarat dan rukunnya terpenuhi.

Kiai Muzammil lalu mengajak untuk berpikir dalam skala yang lebih luas, seperti sholat dengan berpakaian hasil mencuri, sholat di masjid yang dibangun dengan uang hasil korupsi, ternyata saat ini difahami oleh masyarakat tetap dianggap sah sholatnya, karena Fiqih yang diajarkan menyatakan hal tersebut sah. Memang persoalan ini menjadi sebuah persoalan yang rumit, karena tidak mungkin misalnya panitia pembangunan masjid melakakuan pencarian informasi hingga sangat detil asal muasal dana yang disumbangkan oleh masyarakat. Seperti halnya pakaian yang digunakan untuk sholat, batas kesuciannya hanya dibahas dalam wilayah bahwa pakaian itu suci dari najis materiil, seperti kotoran atau air kencing. Dan, tidak dijelaskan bahwa pakaian hasil curian adalah pakaian yang mengandung najis, yang sifatnya memang tidak terlihat secara fisik.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Menebus Nusantara

Menebus Nusantara

Tepat pukul 20.00 Wib Kenduri cinta edisi Mei dibuka dengan pembacaan surat yaasin kemudian dilanjutkan dengan membaca juz 17.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta