CakNun.com
Catatan Sinau Bareng 70 Tahun Desa Condongcatur, Balai Desa Condongcatur 13 Desember 2016

Boleh Jadi Perlu Semacam Piagam Madinah

Redaksi
Waktu baca ± 2 menit

Rupanya Maiyahan atau Sinau Bareng adalah tempat di mana Camat Lurah Pak Danramil dan pejabat-pejabat pemerintahan setempat bisa berkumpul dengan warganya dalam atmosfer kebersamaan yang kental. Dan itu sudah berlangsung cukup. Hal yang mungkin dulu tak terbayangkan. Untuk dapat duduk bersama dibutuhkan hati yang jujur, terbuka, siap berbagi dan berdiskusi, siap menerima masukan atau kritik. Kedua belah pihak.

Foto: Adin.

Dibutuhkan katalis untuk itu. Di sinilah Cak Nun berperan besar. Keberadaannya membuat bapak-bapak pejabat setempat itu aman, nyaman, dan terlindungi secara wajar dan proporsional. Mereka yakin Cak Nun dapat memandu siapapun yang hadir untuk bersikap adil, jujur, dan objektif. Seperti malam ini, di atas panggung di hadapan warga masyarakatnya, Pak Camat Depok, Lurah Condongcatur, Danramil, Sejarawan Condongcatur, kyai-kyai, dan para pemuka lainnya duduk bersama Cak Nun. Sangat terasa hawa adanya tali yang menghubung antara beliau-beliau dengan masyarakat.

Sejak awal uluk salam, Cak Nun memberikan penjelasan atas setiap yang beliau ucapkan. Kandungan salam, manajemen Pancasila, karakter Jowo, cakupan Khotmil Quran, arti amal shaleh, arti dan tempat sakinah dalam mawaddah dan rahmah, dan saran untuk forum kasepuhan Condongcatur. Semua diungkapkan beliau dan ternyata sinkron-menguatkan penjelasan mengenai manajemen desa-kota atau kota-desa.

Satu poin di tengah pemaparan Cak Nun layak digarisbawahi berkaitan dengan masa depan Condongcatur. Ilhamnya datang dari fenomena Madinah-nya Rasulullah atau Madinah al-Munawwaroh. Dulu bernama Yatsrib dan sejak Rasul hijrah ke tempat itu diubah namanya menjadi Madinah yang berarti ‘kota’. Salah satu yang terjadi di situ adalah adanya Piagam Madinah. Empat puluh tujuh pasal. Semua lahir dari perjanjian dan kesepakatan antar komunitas. Di situ ada naluri desa yang dijaga. Boleh jadi untuk kesinambungan paling tidak hingga dua generasi, Condongcatur perlu membuat semacam piagam. Piagam ini dibuat supaya tidak ada pembelokan dan regenerasi tetap berjalan dengan baik. Supaya lurah-lurah berikut terikat oleh benang merah antara ilmu dan budaya yang bisa menjadi prinsipnya.

Foto: Adin.

Untuk keperluan itu, Cak Nun menyarankan kepada Pak Lurah untuk menghimpun beberapa anak muda untuk intensif melakukan riset-riset mengenai Condongcatur, sehingga out put dari mereka dapat menyumbangkan sesuatu bagi policy pembangunan Condongcatur.

Seluruh pemuka masyarakat ini menyimak dengan antusias apa yang disampaikan Cak Nun yang muatannya bisa dikatakan adalah “kuliah” pembangunan masyarakat dan karakter desa tetapi dalam forum yang sama sekali tidak sama dengan tempat-tempat kuliah pada umumnya. Semua disampaikan sembari Beliau mengolah antara pikiran dan kebutuhan akan keindahan. Doa Khotmil Quran yang gayut dengan Ibu-Ibu pun telah terlantun dengan khusyuk. (hm/adn)

Lainnya

Exit mobile version