Bimbingan Belajar Dajjal
Hal lain yang diincar oleh Markesot untuk diserbukan ke Kiai Sudrun adalah kenapa sesudah era Nabi pamungkas Muhammad Saw Allah mengubah kebijakan-Nya. Baik policy dasarnya maupun detail regulasinya.
Misalnya, pelaksanakan logika iman-berkah dan kufur-adzab oleh Allah sangat berbeda sebelum dan sesudah Nabi terakhir. Dulu kontan, sekarang bertahap, dicicil-cicil, bahkan ditunda hingga akhirat.
Dulu kekufuran, pengkhianatan terhadap Maha Sangkan Paran bertabrakan langsung dengan tangan as-Syadid. Banjir bah, gempa, badai, pageblug, jutaan lalat menghisap darah memakan daging meremukkan tulang hingga kepala Raja Namrud dimasuki seekor lalat selama 400 tahun. Pokoknya Allah bersegera show of force.
Rata-rata semua peradaban ummat manusia dihancurkan oleh Allah karena selingkuh dengan yang selain Allah. Sekarang Allah banyak hadir sebagai as-Shobur Maha Sabar, as-Syakur Maha Pensyukur. Allah tampak oleh manusia lebih mengedepankan ar-Rahman ar-Rahim, Maha Pengasih Maha Penyayang.
Kalau memakai terminologi gender, sebelum Muhammad Saw Allah lebih bersikap ‘maskulin’, sesudah itu sampai sekarang lebih ‘feminin’, santun, mengayomi, melindungi, mengampuni, bahkan orang-orang yang mengkonstruksikan kelaliman internasionalpun seakan-akan malah ‘digendong-gendong’ oleh Allah.
Taipan yang memperbudak politik nasional dininabobokan, dimanjakan. Pemimpin-pemimpin palsu, budak-budak pekatik-pekatik yang dipemimpin-pemimpinkan, jalan melenggang tanpa halangan apapun yang signifikan. Rakyat kecil dipermainkan hatinya, didustai pikiran dan pengetahuannya, dirampok hartanya, dikikis hak-haknya.
Dan mereka yang melakukan itu seakan-akan tak akan bertemu dengan ketentuan Allah “barang siapa berbuat baik akan memperoleh balasan, barang siapa berbuat buruk akan mendapatkan balasan”
Allah memang menyatakan “mereka melakukan tipu daya, dan Aku Maha Penipu Daya, biar Kukasih tenggang waktu sejenak….”
Dan ratusan juta orang robek-robek hatinya, ambyar pikirannya, putus asa jiwanya menantikan berapa lama “amhilhum ruwaida” itu. Berapa generasi harus melewati kelahiran, kehidupan dan kematian untuk tiba pada era “wa makarallah”, zaman di mana Allah makar atas para penyelingkuh cinta-Nya, pengkhianat kemurahan-Nya serta pendurhaka hak-hak-Nya.
***
Masalahnya para perampok hak-hak Allah di bumi, khususnya di wilayah perdelapan Khatulistiwa ini, berlaku seakan-akan mereka mendapat mandat dari hakiki eksistensi Al-Malik Al-Jabbar Al-‘Aziz Al-Mutakabbir dan banyak kuasa Allah yang lain, tanpa mendapatkan risiko apapun. Sekurang-kurangnya demikian batas yang bisa dilihat dan dipahami oleh keterbatasan ilmu manusia.
Dengan modal keuangannya yang sangat dominan, dengan seluruh kelengkapan fasilitas kekuasaanya, perangkat keras maupun lunak, mereka menyandera mayoritas penduduk, melalui strategi yang membuat mereka yang disandera tak merasa disandera.
Yang dipenjara malah merasa ditampung di rumah mewah. Yang ditindas malah merasa disayangi. Yang diperkosa malah merasa dicintai. Yang dirampok malah merasa disantuni. Yang dihina malah merasa bangga.Yang direndahkan malah merasa dijunjung. Yang dilecehkan malah berhimpun menjadi sahabat para peleceh.
Pantaslah Markesot suka rengeng-rengeng:
“Terlalu lama mereka didustai
sampai hanya Tuhan yang menemani”
Terlalu lama didustai, sampai tumbuh kesanggupan untuk ikhlas terhadap dusta, kebal terhadap dusta, sampai akhirnya mampu menyulap dalam khayalannya dusta-dusta itu menjadi seakan-akan anugerah.
Ini semacam jaringan nasional dan internasional Bimbingan Belajar yang diselenggarakan oleh Dajjal. Atau semacam ‘Pesantren’ Kilat Dajjalisasi dan Dajjalisme.
Dajjal?
Siapa percaya Dajjal? Siapa percaya ada Dajjal?
Itulah yang Markesot cemaskan sehingga dikejarnya Kiai Sudrun.
Seluruh situasi dan keadaan ini sebenarnya merupakan wujud peremehan terhadap Tuhan. Tuhan dianggap tidak berkuasa, tidak bekerja, tidak berkehendak, tidak punya rancangan apa-apa, tidak menyusun Lauhil Mahfudh, bahkan pada hakikatnya seluruh perilaku mereka itu suatu pernyataan bahwa sebenarnya Tuhan tidak ada.
Tuhan saja dianggap tidak ada. Apalagi Dajjal.
Apalagi Markesot, yang sebenarnya tidak sukar dibuktikan bahwa ia belum pernah benar-benar ada, meskipun tidak bisa dikatakan bahwa ia aslinya tidak ada.
***
Tahun-tahun terakhir ini bangsa santri Dajjal ini bahkan sangat mencintai dusta. Kangen kalau tak didustai. Mempertahankan kerinduan kepada pendusta. Mengangkat dusta sebagai pemimpin. Membelanya dengan sepenuh nyawa. Menegakkan Negara dengan Supremasi Dusta.
Bagian dari bangsa yang sudah rutin dikursus oleh Dajjal, sebagaimana diketahui bersama sejak lama: menjadi sangat pandai untuk melihat kegelapan sebagai cahaya, menyangka neraka adalah sorga, meyakini kebatilan sebagai kebenaran, bahkan adzab dikira berkah.
Jangankan mempelajari pemetaan dengan presisi tinggi untuk memilah yang mana rahmat yang mana barokah. Mereka para peserta kursus Dajjal bahkan bergembira ria ketika ditimpa adzab, dan kecewa bahkan marah tatkala dianugerahi barokah. Mereka berpesta pora membuang barokah dan membangun jaringan sahabat dan relawan adzab.
Mata pandang para peserta didik Bimbingan belajar Dajjal ini memang dididik untuk jangan sampai memiliki spektrum dan perspektif untuk melihat adzab. Bebendhu-nya harus didesain tidak kasat mata. Kegelapan harus ditampakkan pada mereka sebagai cahaya. Penglihatan mereka hanya dilatih untuk melihat benda. Mereka dicanggihkan matematikanya, khusus untuk menghitung jumlah uang, serta membangun teknologi untuk memperluas kekuasaan dan penguasaan.
Kalau ada penyair menulis, “sampai hanya Tuhan yang menemani”, mereka mentertawakannya.
Tuhan menemani? Benarkah Tuhan menemani? Apakah mereka ingin dan mau ditemani oleh Tuhan? Apakah Tuhan sebegitu pentingnya? Bagi para santri Dajjal ini apakah Tuhan lebih urgen dibanding uang?
Bahkan Tuhan ditantang, “Ayo Tuhan, silakan menemani mereka. Silakan. Seluruh tata kuasa, peta akses, ketersediaan modal, ada di genggaman tangan kami. Ayo Tuhan, silakan menemani wong cilik, kaum tertindas, mustadl’afin, madhlumin, ummat yang teraniaya. Bukankah mereka percaya bahwa doa orang teraniaya itu sangat manjur untuk Engkau kabulkan? Ayo, silakan kabulkan”
***
Markesot sungguh rindu-dendam kepada Sudrun. Bagaikan terbang ia melacak keberadaannya.
“Ya Allah
Sudah tak bisa diperpanjang lagi
Kesabaran mereka, ketabahan mereka
Sesudah diremehkan dan dicampakkan
Akhirnya akan sampai di sini
Di arus gelombang yang sejati
Kalau perahu itu adalah tangan-Mu sendiri
Tak akan ada yang bisa menghalangi”