CakNun.com
Catatan Ngaji Bareng Bersih Deso Gogodeso, Blitar 13 November 2016

Bersih Deso di Negara Tak Punya Bersih Negara

Redaksi
Waktu baca ± 2 menit
Foto: Adin.
Foto: Adin.

Untuk hajat Bersih Deso ini, Cak Nun terlebih dahulu mengajak jamaah untuk membaca ayat Kursi dan tiga surat Qul, dengan harapan agar Allah yang bersinggasana di kursi-Nya menjaga “kursi” masing-masing jamaah. Agara masyarakat desa ini dijauhkan dari gangguan-gangguan dan dikuatkan hidupnya seperti pohon yang nancap kuat akarnya, kuat batangnya, wangi daunnya dan banyak buah-buahannya.

Cak Nun juga mendoakan agar dengan melihat para jamaah berkumpul di lapangan Allah tidak tega untuk tidak mengabulkan doa mereka. Bersih Deso itu dipahami dengan kesadaran bahwa yang menciptakan tanah adalah Allah. Menurut Cak Nun, bersih deso ini dilakukan dengan selalu ingat akan pohon. Jadikan pohon sebagai cara memandang.

Foto: Adin.
Foto: Adin.

Selebihnya, dasar yang perlu dipegang adalah pentingnya konstruksi atau bun-yan. Dalam hal ini bisa diwakili oleh baju/celana dan sarung/selimut. Baju dan celana jelas konstruksinya. Ada bagian-bagian dengan fungsi masing-masing. Sedang sadung atau selimut wataknya adalah nglimprek, tanpa ada anatomi. Jangan membangun negara seperti sarung, tetapi seperti baju. Hidup pun demikia kenyataannya, yaitu seperti baju. Bersih Deso itu sesungguhnya suatu bangunan yang jelas konstruksinya. Dan bersih desa ini berlangsung di tengah negara yang tak pernah dan tak punya konsep bersih negara.

Ini menggambarkan, sebagaimana desa-desa lain di Indonesia, Gogodeso yang berusia 175 tahun adalah lebih tua dari Indonesia. Adalah peradaban yang tinggi. “Jangan tidak bangga dan jangan lantas menjadi orang lain. Kesadaran akan masa silam sangat penting dan akan turut menentukan posisi dan nasib di masa depan. Acara merti atau bersih deso ini saya junjung tinggi, sebagaimana acara yang sama yang KiaiKanjeng diundang di berbagai desa…,” tegas Cak Nun. (hm/adn)

Lainnya

Exit mobile version