Batu Favorit Kanjeng Nabi
Tahqiq“...Dan jangan pernah menyimpulkan bahwa ada manusia yang sanggup melakukan hal semacam itu. Andaikanpun ada satu dua orang yang bisa mateg-aji....”
“Kenapa saya menuduh-nuduh manusia? Maafkanlah wahai manusia-manusia yang tadi saya tuduh dan saya rumus-rumuskan. Bukankah saya sendiri yang sejak kedatangan orang tua itu tadi terkaget-kaget, terkesima, heran, dan kagum. Bukankah saya sendiri yang menjadi tegang, berperilaku aneh karena gugup, bersijingkat, meloncat berdiri dan berlari ke kamar mandi, bingung, kemudian duduk kembali dan belum bisa terlibat dalam perbincangan dengan teman-teman dan para keponakan….”.
Sejak awal sekali dulu Brakodin terlibat di Patangpuluhan, mungkin ratusan kali ia melihat bahkan mengalami hal-hal yang kita sebut aneh-aneh, terkadang ajaib, menurut pengetahuan umumnya orang, termasuk Brakodin.
Tetapi lebih sering lagi ia mendengar Markesot mewanti-wanti agar tidak salah persepsi dan sikap terhadap kenyataan-kenyataan hidup seperti itu.
“Jangan pernah berpikir bahwa saya punya kemampuan untuk memecah diri saya menjadi beberapa diri dan dijumpai orang di tempat-tempat yang berbeda pada waktu yang sama”, kata Markesot, “itu permainan klasik sejak berabad-abad yang lalu. Dan jangan pernah menyimpulkan bahwa ada manusia yang sanggup melakukan hal semacam itu. Andaikanpun ada satu dua orang yang bisa mateg-aji untuk berbuat seperti itu, jangan lupa bahwa bukan mateg-aji-nya itu yang menghasilkan split-existences atau khoyalul-wujud”
Sama sekali bukan kehebatan Markesot ketika ia shalat berjamaah di Masjid Nabawi atau bergesekan dengan Anda ketika berthawaf, dan pada saat yang sama ia sedang berlatih meniup atau melontarkan sumpit dengan hembusan udara dari mulutnya di sebuah hutan pulau terbesar Nusantara. Padahal sebenarnya ia sedang tidur mendengkur di kamar lembab Patangpuluhan.
Bisa jadi ia sekadar sedang “dipermainkan” oleh Tuhan, diuji keseimbangan ilmu dan mentalitasnya. Atau itu sekadar resonansi dari gelombang energinya yang memang selalu memancarkan cinta kasih kemanusiaan ke segala arah dalam skala yang terkadang bisa sangat luas, merambah hutan dan melintasi pulau-pulau dan lautan.
Silakan melakukan penelitian fisika dan metafisika, hakiki natur dan supranatur, transformasi dan deformasi, potensi dan aktualisasi, atau pembukaan kasyaf dan tajalli. Tetapi seratus persen salah kalau ada yang menyimpulkan bahwa Markesot bisa sewaktu-waktu memasuki mimpi orang-orang yang tidur. Salah total kalau berpendapat bahwa Markesot mampu melihat apa yang akan terjadi besok, lusa, masa depan, dan kelak.
Juga besar kepala kalau meyakini bahwa Markesot sanggup membalik adegan sosial, mengubah mekanisme sejarah, atau meskipun sekadar secara batin memanggil seseorang yang tinggalnya ratusan kilometer untuk datang menemuinya. Atau pergi meloncati laut untuk memasuki sebuah pulau dan begitu ia tiba di sebuah kampung, seorang tokoh meninggal dunia, sehingga Markesot langsung turut memproses penguburannya.
Atau dulunya tokoh itu ketika lahir juga pas waktunya dengan kedatangan Markesot di rumah itu. Apapun saja. Jangan pernah simpulkan bahwa dalam peristiwa-peristiwa itu Markesot adalah subjek utamanya. Seseorang datang ke Patangpuluhan untuk merekonfirmasi bunyi wirid yang diajarkan oleh Markesot sekian tahun yang lalu dalam mimpinya. Padahal Markesot tidak pernah nglayap memasuki mimpi siapapun, apalagi mengajarkan wirid dan dzikir. Tetapi karena orang itu disuruh Tuhan menemuinya, dan meminta kejelasan kalimat-kalimat wiridnya, maka Markesot pun menagih kepada Tuhan agar dikasih informasi tentang bunyi wirid itu, untuk kemudian disampaikan kepada tamunya.
Markesot pernah bersama salah seorang teman, berjalan dari tepian area yang di tengah-tengahnya ada Ka’bah. Berjalan lurus menembus ribuan orang yang berjejal-jejal keliling berthawaf. Hanya memerlukan waktu sedikit untuk sampai ke Hajar Aswad, karena Markesot dan temannya itu tidak berkeliling, melainkan berjalan lurus dari tepian langsung ke arah batu hitam itu. Tak ada perbenturan, pergesekan, hanya sedikit sesekali bersentuhan dengan orang-orang yang mengelilingi Ka’bah sehingga arahnya bersilangan.
Markesot berdiri, kedua tangannya memegang bagian atas dari Hajar Aswad, mempersilakan temannya untuk bergerak ke depannya, di bawah kedua tangannya. Si teman mencium batu favorit Kanjeng Nabi itu. Beberapa puluh detik saja, karena harus toleran terhadap sangat banyak orang yang berebut dan berdesakan untuk menyentuh Hajar Aswad. Begitu si teman selesai mencium, tubuh mereka berdua terangkat naik, digeser ke arah belakang kerumunan orang-orang yang berebut mencapai batu hitam. Tapi jangan salah persepsi.