CakNun.com
Daur 141

Al-Browsingul Karim

Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 4 menit

Anak cucuku dan para jm sudah tahu bahwa ini meja dan itu kursi. Tetapi engkau pasti juga memahami bahwa sebutan meja dan kursi itu tidak berlaku bagi orang lain di luar lingkaran perjanjian kelompokmu. Dan yang paling pasti nama meja dan kursi itu tidak berlaku bagi meja dan kursi itu sendiri.

Apakah engkau tahu? Apa yang kau ketahui? Apakah engkau benar-benar tahu? Seberapa kadar tahu-mu? Bagaimana menilai apakah engkau benar-benar tahu atau sebenarnya yang kau pikir tahu itu ternyata tak tahu? Kalau engkau merasa tahu, apakah itu juga berarti engkau yakin bahwa engkau tahu?

Apakah bagi yang bukan dirimu engkau benar-benar tahu? Ataukah diam-diam sebagian dirimu merasa tahu tetapi sebagian yang lain menuduh sebenarnya engkau tahu? Tahukah engkau bahwa hubungan antara tahu dengan dirimu ini bisa kita salami dan temukan detailnya, micro nanonya, sampai tak terhingga?

Dari mana engkau tahu? Dari siapa engkau berubah dari tidak tahu menjadi tahu? Apakah benar kau bisa percaya siapapun atau apapun yang memberimu tahu? Apakah kau tahu tentang yang memberimu tahu sehingga kau yakini tahu-mu itu sebagai sungguh-sungguh tahu? Bagaimana kalau tahu-mu itu hasil dari kebohongan orang yang tahu tidak sebagaimana yang kau tahu? Atau tahu-mu itu produk dari dusta orang yang memberimu tahu?

Anak cucuku dan para jm, ini pertanyaan bisa berkembang secara deret hitung dan bisa membengkak secara deret ukur. Tahukah engkau bahwa tahu-mu bisa jadi merupakan bagian yang paling rendah dan rentan dari tidak tahu-mu?

***

Anak cucuku dan para jm jangan omong seperti sahabat-sahabatmu yang kurang pergaulan bahwa “kalimat-kalimat sangat filosofis…” — Nanti malah timbul masalah dan pertengkaran antara engkau dengan kata filsafat, filosofis, falsafi, failasuf.

Baiklah engkau mendarat di bumi, memilih contoh yang bersahaja. Engkau dikasih tahu oleh Gurumu tentang sesuatu. Apakah Gurumu itu tahu karena dirinya sendiri atau ia juga dikasih tahu oleh Gurunya sebagaimana ia mengasih-tahumu? Gurunya Gurumu itu dikasih tahu oleh siapa? Oleh Gurunya juga?

Kalau nasab tahu-mu itu kita gambar, kau tahu dikasih tahu oleh Gurumu yang dikasih tahu oleh Gurunya yang dikasih tahu oleh Gurunya, oleh Gurunya, Gurunya, Gurunya, sampai berapa jauh dan panjang? Seberapa mungkin terjadi distorsi, pembiasan, pembengkokan, penyelewengan bahkan pembalikan dari tahu-nya Guru yang jauh di atas Gurumu itu dengan tahu-mu?

Itu baru soal tahu. Belum tahap paham, mengerti, bisa dan mau hingga ikhlas. Anak cucuku dan para jm hidup di dalam dan bersama masyarakat dunia yang sudah menggenggam pemahaman, sudah memiliki pengertian, sudah melatih kebisaan, bahkan sudah sangat melakukan baik ikhlas atau tak ikhlas — namun sesungguhnya masih belum selesai persoalannya dengan soal tahu.

Tentu saja hidup ini tidak menuntut sebegitu detail, jernih dan mendalam atas apapun. Akan tetapi anak cucuku dan para jm akan lebih terang benderang menempuh masa depan apabila mengerti bahwa engkau semua ini merupakan bagian dari hutan belantara ketidaktahuan dan hujan deras ketidakpahaman.

***

Baiklah anak cucuku dan para jm ambil jalan pintas saja: engkau sedang memasuki dunia maya?

Dari dunia yang engkau sendiri menyebutnya “maya” itulah engkau mengambil “tahu” tentang segala sesuatu yang kau yakini tidak “maya”. Apakah engkau tahu siapa yang memberimu tahu itu di dunia maya? Bagaimana caramu meneliti bahwa yang memberimu tahu itu bisa engkau percaya untuk mengubahmu dari tidak tahu ke tahu?

Mungkin sejumlah data teknis yang kasat mata dan bisa diverifikasi secara wadag dan akademis, tidak sedemikian besar bahayanya bagimu. Tetapi niat di balik penyebaran data itu, pamrih, kepentingan, subversi, provokasi dan berbagai kemungkinan politik dan penguasaan, di belakang sesuatu yang engkau yakini bahwa engkau tahu itu — seberapa tahukah engkau?

Engkau masuk dan bangga menjadi bagian dari semesta maya. Apakah di dalamnya engkau subyek ataukah obyek? Apakah tahu-mu dari dunia maya itu berposisi jernih sebagai pengetahuan itu sendiri, ataukah merupakan bagian dari suatu susunan irama informasi yang di terminal tertentu nanti engkau baru tahu bahwa engkau sedang dijebak?

Engkau bangga karena engkau merasa menjadi pelaku Era Informasi dan Komunikasi? Apakah engkau berposisi sebagai pengambil keputusan tentang nilai-nilai yang disebarkan? Ataukah engkau adalah narapidana yang dikurung di dalam sel-sel yang sebenarnya tertutup, tapi seolah-oleh penuh keterbukaan oleh penyebaran nilai-nilai?

Engkau merasa sebagai bagian dari suatu pergaulan global internasional, padahal menu makanan minuman informasi yang tersedia di sel-sel penjaramu direncanakan dengan seksama, strategis dan terukur, dan engkau mengenyamnya dengan lahap dan penuh kebanggaan?

Ataukah engkau sebenarnya adalah pasien yang dipersilahkan minum “pil” sehari sepuluh kali, yang engkau tak benar-benar mengerti apakah yang engkau minum itu alat penyembuhan ataukah racun yang membunuh sejumlah faktor mendasar dari otak, akal dan jiwamu?

Kalau data dan fakta tentang labirin dan detail ini itu di dunia, sepanjang engkau memegang metodologi selengkapnya untuk memverifikasi, memfilter dan menemukan tetesan esensial dan substansialnya, tentu sangat berguna. Tetapi bagaimana kalau yang kau makan dan minum di sel-sel itu diam-diam menanamkan nilai ke dalam mesin berpikirmu? Ke jalannya darah nilai-nilai kehidupanmu?

Merasukkan benih-benih baru ke tanah dan akar kejiwaanmu? Atau minimal mengikis pepohonan nilai yang seharusnya jangan sampai terkikis, dan menumbuhkan tanaman prinsip dan pola pandangan yang semestinya jangan sampai tumbuh kalau engkau ingin tidak terjebak oleh kehancuran di hari esokmu?

***

Bukankah engkau sedang disandera di tengah kegelapan hutan belantara dan diguyur oleh hujan sangat deras yang engkau kewalahan untuk tahu? Apalagi paham? Apalagi mengerti? Apalagi bisa atau mampu mengantisipasinya? Apalagi ikhlas untuk sepanjang hidup memperjuangkannya?

Jika anak cucuku dan para jm dikepung oleh kegelapan, engkau harus berlatih membangkitkan cahaya dari dirimu sendiri. Jika ditindih oleh kepalsuan, engkau tak berhenti mendekatkan diri agar disahabati oleh Yang Sejati. Jika terbuntu langkah dan tak berdaya, engkau tidak pernah memisahkan diri dari Yang Maha Pembuka dan Maha Berdaya.

Dari cn kepada anak-cucu dan jm
14 Maret 2016

Lainnya

Exit mobile version