CakNun.com

Tanah Tumpah Darahku

Kenduri Cinta
Waktu baca ± 10 menit

Kenduri Cinta edisi bulan Juli 2014 ini bertepatan dengan bulan Ramadlan, dimana pada Kenduri Cinta biasanya dimulai pukul 20:00 WIB, maka pada bulan ini dimulai setelah sholat teraweh. Masyarakat umum dan masyarakat Maiyah terlihat perlahan mulai memenuhi lapangan parkir Taman Ismail Marzuki yang sudah menjadi lokasi Kenduri Cinta selama 14 tahun ini.

Pukul 21:00 WIB Kenduri Cinta dibuka dengan pembacaan Al-Qur’an juz ke-17 yang dilanjutkan dengan sholawat “Indal Qiyam”.  Setelah Kenduri Cinta dibuka, diskusi awal dimulai dengan sesi mukadimah, yang merupakan jembatan untuk mengantarkan pada sesi-sesi diskusi selanjutnya. Beberapa penggiat Kenduri Cinta memaparkan dan memberi alas terkait tema yang dipilih untuk bulan ini, yakni “Tanah Tumpah Darahku”. Adi Pudjo menceritakan alasan pemilihan tema “Tanah Tumpah Darahku” ini, “Pemilihan tema ini mencoba untuk memperjelas apakah kita di Indonesia ini benar-benar memiliki tanah air Indonesia saat ini atau jangan-jangan kita memang sudah mulai terbiasa dengan keadaan saat ini yang berdasarkan fakta yang ada sebagian tanah Indonesia saat ini dikuasai oleh bangsa asing.” Menurut Mas Adi, apa yang digambarkan dalam poster Kenduri Cinta bulan ini menggambarkan situasi yang kita alami saat ini. Keberadaan orang-orangan sawah yang berdarah-darah seakan melegitimasi fakta yang ada bahwa rakyat Indonesia yang dulu berjuang untuk mempertahankan kekayaan bangsa ini sekarang tidak bisa menikmati apa yang sebenarnya dimiliki oleh Indonesia itu sendiri.

Boim (mantan Ketua Kenduri Cinta periode 2013-2014) kemudian mencoba menarik garis lurus dari tema Kenduri Cinta dengan salah satu bait pada lirik lagu Indonesia Raya, “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”.  Menurut Boim, memang seharusnya yang dilakukan oleh Indonesia adalah membangun “jiwa” terlebih dahulu, bukan membangun “badan”. Yang terjadi saat ini di Indonesia adalah banyaknya rakyat yang membangun “badan” terlebih dahulu ketimbang “jiwa”. Yang dibangun justru apa yang sering disebut sebagai kulit luarnya saja, pencitraan dan kesan awal sehingga terkesan bahwa seseorang menjadi orang yang Indonesia berdasarkan penampilannya saja. Namun “jiwa” dalam badannya itu tidak terbangun dengan baik sehingga jiwa dalam badan tersebut tidak Indonesia. Fenomena itu bisa kita lihat dalam kehidupan politik dan bernegara saat ini, beberapa pejabat mengaku Indonesia namun ternyata berakhir di tahanan KPK.

Rusdianto melanjutkan dengan penjelasan bahwa pemilihan tema Kenduri Cinta ini diputuskan setelah melewati 3 kali Reboan teman-teman internal Kenduri Cinta yang kemudian keputusan finalnya direkomendasikan oleh Cak Nun untuk mengangkat tema “Tanah Tumpah Darahku”. Rusdianto mengharapkan agar jama’ah Kenduri Cinta yang hadir di Maiyahan ini  tidak hanya sekedar hadir saja, namun juga turut aktif dalam memunculkan wacana-wacana yang baru. Rusdianto mengamati bagaimana cara berpikir, logika berpikir dan cara pandang Jama’ah Kenduri Cinta di social media seperti twitter, facebook dan sebagainya yang bisa dikatakan “out of the box” dari kebanyakan masyarakat saat ini.

Sebelum memasuki diskusi sesi pertama, jama’ah terlebih dahulu disuguhkan dengan cuplikan video dokumentasi Banawa Sekar yang dilaksanakan pada 27 Mei 2014 yang lalu.

Bang Mathar Kamal memandu diskusi sesi pertama dengan beberapa narasumber yang sudah hadir seperti Bang Amsyar, Ustad Noorshofa, dan para narasumber lainnya.  Ustad Noorshofa dengan gaya ceramahnya yang khas membuka diskusi sesi pertama dengan pembahasan tentang “Ridhlo”. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya oleh Cak Nun, justru Ridhlo kita sendiri terhadap apapun keputusan Allah adalah sebuah Ridhlo yang terkadang sangat sulit kita berikan.

Ridhlo Manusia Terhadap Ketentuan Allah

Ustad Noorshofa mencoba memaparkan tentang kecintaan terhadap tanah air, tanah tumpah darah adalah sebagian dari iman. Ustad Noorshofa bercerita mengenai Nabi Musa AS yang pernah bertanya kepada Allah tentang bagian dari ibadahnya yang mana yang akan diterima oleh Allah dengan keridhloan, dan Allah menjawab “Wahai Musa, tidak satupun dari ibadahmu yang membuat aku ridhlo, melainkan ketika engkau ridhlo dengan apa yang menjadi takdirKu maka Akupun akan Ridhlo”.

Ada tiga tingkatan manusia dalam beribadah, yang pertama adalah manusia yang mengejar pahala, yang kedua adalah yang mengejar surge, dan yang ketiga adalah yang mencari Ridhlo Allah. Orang yang ibadahnya hanya mencari pahala itu baik, namun masih kalah dibandingkan dengan orang yang beribadah yang mencari surga. Tetapi orang yang beribadah mencari Ridhlo Allah adalah orang yang paling tinggi derajatnya. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa tidak ada satupun manusia yang masuk surga karena amal dan ibadahnya melainkan karena rahmat dan karunia Allah SWT.

Rahasia Allah SWT menjadikan Muhammad sebagai Rasulullah SAW disaat usianya menginjak angka 40 tahun merupakan sebuah tanda bahwa sebenarnya kita sebagai manusia biasa tidak bisa mengelak untuk menjadikan beliau sebagai suri tauladan kita. Nabi Muhammad SAW sudah memiliki sifat-sifat kenabian sebelum beliau diangkat menjadi Rasulullah. Tetapi ketika beliau sudah diresmikan oleh Allah sebagai Rasulullah, kita kemudian melihat rahmat dan karunia yang sudah Allah berikan kepada beliau.

Islam mengajarkan bagaimana mencari Ridhlo Allah dengan menjaga perasaan orang lain. Ada sebuah cerita tentang sorang suami yang berpura-pura buta setelah mendapati ternyata istrinya memiliki cacat dalam tubuhnya. Ia berpura-pura buta agar menjaga perasaan hati istrinya. Padahal ia bisa saja memutuskan tali pernikahan dengan istrinya tersebut ketika mendapati cacat dalam tubuhnya, namun ia menjaga tali pernikahannya itu dengan tujuan emnjaga perasaan hati sang istri. Dengan demikian, ia tidak hanya menjaga perasaan orang lain, namun ia juga Ridhlo terhadap apa yang sudah diputuskan oleh Allah terhadap hidupnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering merasa Allah tidak adil kepada kita ketika kita mendapati bahwa apa yang kita dapatkan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Sehingga yang terjadi adalah kegundahan dan kekecewaan yang mendalam dalam hati kita sendiri karena keputusan Allah yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapan kita. Bagaimana mungkin kita mendapat Ridhlo Allah jika kita sendiri tidak mampu meridhloi keputusan Allah?

Sehingga yang paling utama adalah ridhlo kita terhadap keputusan Allah, apapun itu asalkan kita ridhlo kepada Allah maka Allah akan ridhlo kepada kita. Bukankah ridhlo Allah yang seharusnya kita cari di dunia ini. Namun yang terjadi saat ini yang selalu kita kejar adalah ridhlo manusia lainnya terhadap kita sendiri, bukan ridhlo Allah yang kita cari.

Teuku Candra memaparkan beberapa catatan-catatan menarik yang berkaitan dengan tema “Tanah Tumpah Darahku”. Teuku Candra yang beberapa tahun terakhir dikenal sebagai pakar nama dan logo kembali mengkritisi pemilihan nama Indonesia untuk negara ini. Menurutnya, apapun yang terjadi di kemudian hari semoga kita memiliki kesempatan untuk mengganti nama Indonesia dengan nama yang baru yang lebih baik lagi, yang memiliki arti yang baik dan harapan yang baik. Beberapa tahun yang lalu Teuku Candra juga sempat membahas tentang nama Indonesia di Kenduri Cinta. Teuku Candra sendiri sudah sejak tahun 1996 mengkaji dan meneliti pemilihan nama Indonesia untuk negara ini.

Ustad Noorshofa menambahkan bahwa sesuatu yang baik akan melahirkan yang baik pula. Allah melahirkan Sholat, Puasa, Zakat dan Haji misalnya. Maka output dari semuanya itu adalah kebaikan. Dalam rukun Islam yang lima itu adalah beberapa contoh simbol agama yang sangat baik, bahkan sempurna. Jika diibaratkan sebuah handphone, maka Islam adalah sebuah perangkat yang memiliki fitur yang sangat lengkap. Namun, sama seperti gadget pada umumnya, tidak semua pengguna perangkat elektronik mampu memaksimalkan fitur yang ada. Secanggih apapun sebuah ponsel, bisa saja seorang user hanya menggunakannya hanya sekedar untuk telepon dan mengirim pesan singkat saja. Namun apabila seorang user memanfaatkannya dengan baik, maka semua fiturnya yang ada di perangkat tersebut akan mampu digunakan dengan maksimal. Begitu juga dengan Islam, apabila umat muslim menggunakan Islam dengan baik maka akan melahirkan output yang baik pula.

Sebelum diskusi dilanjutkan, Balte Irama dan dua rekannya diminta menghibur dan menyegarkan masyarakat Maiyah yang sudah satu jam lebih berdiskusi, mereka membawakan tiga lagu dari Rhoma Irama.

Mas Wardi, pencetus Ilmu Pengetahuan Pedoman hidup Tri Falaq Tunggalistik sekaligus Pembina dan pendiri yayasan padepokan olah roso (poros). Beliau menegaskan poin-poin yang sebelumnya sudah dijelaskan oleh Teuku Candra yang berkaitan dengan identitas Bangsa dan Negara Indonesia.

DR. Firdaus Syam kemudian membawakan puisi yang berjudul “Enam Presiden”. Pada kesempatan ini pula, beliau memberikan kenang-kenangan kepada Cak Nun berupa dua buah buku hasil karyanya.

Euforia Secukupnya Saja

Cak Nun mengawali diskusi sesi kedua Kenduri Cinta kali ini dengan berdo’a untuk kebaikan-kebaikan bagi semua masyarakat Maiyah yang hadir serta untuk keselamatan Bangsa Indonesia saat ini. Cak Nun memberi prinsip mendasar kepada Maiyah bahwa pembicaraan kedalam Maiyah diharapkan hal tersebut merupakan penyadaran, dan apabila pembicaraan keluar Maiyah maka itu merupakan pengayoman. Hal ini diingatkan oleh Cak Nun mengingat apa yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan akibat dari kesalahan dalam penempatan hal-hal yang tidak tepat, karena jika apa yang didapatkan oleh masyarakat Maiyah di Kenduri Cinta kemudian dijadikan sebagai bahan penyadaran orang-orang yang berada di luar lingkaran Maiyah, maka itu berpotensi menjadi pertengkaran-pertengkaran yang baru di Indonesia. Cak Nun mengingatkan kepada masyakarat Maiyah untuk tidak menghebat-hebatkan seseorang maupun menghina-hina seseorang.

Cak Nun menerangkan bahwa apa yang didapatkan oleh masyarakat Maiyah di Kenduri Cinta hendaknya bukan untuk dijadikan perdebatan di luar Maiyah, melainkan untuk dijadikan sebagai pengayoman bagi teman-teman yang berada di luar lingkaran Maiyah.

“Diam saja, tidak usah berdebat, tidak usah menghebat-hebatkan siapa dan tidak perlu ikut menghina-hina siapa tetapi anda harus menjadi pengayom bagi bagi seluruhnya. Anda harus tetap menjaga cinta anda kepada Jokowi dan juga kepada Prabowo karena mereka adalah orang-orang Indonesia dan mereka adalah anak-anak Bangsa Indonesia, dan anda harus tetap berdiri ditengah di garis khatuslistiwa untuk mencintai mereka semua dengan cara mencintai yang searif-arifnya”, ungkap Cak Nun.

“Anda mendukung siapapun, mau memuja siapapun, mau menghina siapapun saya ingatkan bahwa dari keseluruhan euphoria yang sedang anda rayakan mohon dicukupkan 5% saja, 95% sisanya anda persiapkan untuk kekecewaan-kekecewaan yang akan terjadi selanjutnya, siapapun Presidennya. Khoirul umuuri awsatuhaa, bahwa yang terbaik adalah yang berada di tengah-tengah (secukupnya saja)”, lanjut Cak Nun.

Cak Nun kemudian mencuplik sebuah ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa belum tentu apa yang kita benci adalah sesuatu yang buruk bagi kita, bisa jadi apa yang kita benci merupakan sesuatu hal yang baik bagi kita. Begitu juga dengan apa yang kita sukai belum tentu hal tersebut merupakan yang baik bagi kita. Bisa jadi apa yang kita sukai sebenarnya adalah hal yang buruk bagi kita. “’Asaa ‘an tukrihu syaian wahuwa khoiru-l-lakum wa ‘asaa ‘an tuhibbu syaian wahuwa sarru-l-lakum”.

Seluruh teori manusia, akan batal semua ketika berada dihadapan Allah. Sebuah kebenaran tidak mesti selalu berada ditempat yang tepat, adakalanya kebenaran justru berada di tempat yang tidak tepat sehingga menjadi bukan sebuah kebenaran. Kebenaran tidak mampu berdiri sendiri, dia butuh momentum dan proporsi. Allah SWT mengingatkan kita dalam sebuah ayat “’allama-l- insaana maa lam ya’lam”, dari ayat ini Allah menegaskan bahwa sebenarnya manusia tidak mengetahui segala sesuatu yang ada di dunia ini, manusia hanya diberi tahu sedikit saja dari semua ilmu yang dimiliki oleh Allah.

Cak Nun memberikan pernyataan dan penjelasan beberapa poin terkait PILPRES 2014. Cak Nun mengkritisi fenomena fanatisme masyarakat terhadap calon Presiden Indonesia saat ini. Allah dan Rasulullah pernah dihina-hina namun banyak ummat muslim yang tidak semarah seperti sekarang ketika Jokowi atau Prabowo dihina-hina atau diinjak-injak.

Rencana kedatangan Bill Clinton dalam beberapa waktu mendatang juga harus dicari garis lurusnya dengan proses pemilihan Presiden di Indonesia. Secara momentum saja sudah bisa dianalisa keanehannya bagaimana seorang mantan Presiden Amerika Serikat mengunjungi Indonesia disaat yang bersamaan Indonesia masih dalam proses pemilihan Presiden yang baru.

“Jangan sampai kebenaran di dalam dirimu kalah oleh kehendak di dalam dirimu. Karena manusia itu kalah oleh kehendaknya,” – Cak Nun.

Pusaka Yang Sudah Hilang

Sejatinya manusia sendiri saja tidak bisa mengurusi apa yang ada dalam dirinya sendiri. Tuhan masih ikut campur dalam urusan yang ada dalam diri manusia. Misalkan saja tentang kencing dan buang air besar. Manusia tidak bisa mengurusi dua hal tersebut sendiri, mulai dari jadwal kapan dikeluarkan, bagaimana tubuh mengolah makanan dan minuman yang masuk kedalam tubuh manusia, itu bukan murni dilakukan oleh manusia namun Tuhan masih turut campur dalam prosesnya. Seperti halnya bayi ketika lahir, fitrahnya bayi ketika lahir adalah menangis. Ketika bayi lahir keluar dari rahim ibunya, kita kagum dan bahagia luar biasa saat bayi tersebut menangis. Pernahkah kita bertanya kenapa harus menangis? Kenapa tidak tertawa? Begitu juga ketika bayi pertama kali menginisiasi air susu ibunya sendiri, siapakah yang mengajarinya untuk melakukan hal tersebut? Disitulah Tuhan turut campur dalam prosesnya.

Cak Nun mengelaborasi terkait tema “Tanah Tumpah Darahku” yang dijadikan tema utama Kenduri Cinta edisi Juli kali ini. Menurut Cak Nun, tema ini diambil dari lagi kebangsaan Indonesia Raya. Dalam lagu Indonesia Raya karya W.R Supratman tersebut banyak sekali hal yang sebenarnya masih harus kita gali lagi, bahkan banyak yang seharusnya kita pegang lagi karena saat ini sudah hilang. Salah satunya adalah “Pusaka”. Cak Nun mengibaratkan sebuah benda pusaka adalah benda yang memiliki kekuatan magis yang dimiliki seseorang, namun benda tersebut bukanlah senjata utama bagi orang tersebut. Seorang penulis yang handal tidak mungkin menjual mesin ketik yang pertama kali ia gunakan, karena itu adalah pusaka si penulis. Meskipun saat ini si penulis sudah mahir menggunakan komputer dengan sistem operasi terbaru, ia tidak boleh menjual mesin ketik yang dulu ia gunakan untuk menulis. Seperti halnya seorang kstaria Jawa yang memiliki keris. Keris bukanlah senjata utama untuk membunuh seorang musuh, namun ia adalah pusaka bagi ksatria itu sendiri. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dulunya adalah pusaka Rakyat Indonesia, namun kini posisinya sudah dikebiri oleh undang-undang sehingga perannya di parlemen sudah tidak memiliki pengaruh apa-apa.

Kita melihat sekarang bagaimana ketika Pusaka pemerintahan Indonesia tersebut sudah hilang, fenomena PILPRES yang sedang kita lihat adalah kedua kandidat sama-sama mendeklarasikan kemenangan dalam proses pemilihan umum 9 juli yang lalu. Bagaimana mungkin sebuah pertandingan tinju yang belum berakhir, kemenangan salah satu kubu justru diumumkan oleh pelatih dan official dari petinju yang bertanding. Yang mengumumkan justru bukan wasit pertandingan. Maka yang terjadi adalah kedua petinju sama-sama mengklaim bahwa dirinya adalah pemenangnya. Disinilah kita terbuai dan lupa dengan pemerintahan sebelumnya. Kita saat ini sudah terbuai dengan imajinasi sosok pemimpin yang baru sehingga kita lupa dengan keberadaan SBY. Ketika kedua calon presiden yang ada terlibat pertengkaran klaim kemenangan, SBY mengambil peran untuk menengahi pertengkaran tersebut. Jelas dan nyata disini bagaiaman sebenarnya ini adalah permainan SBY sendiri. Ketika sudah terjadi perselisihan klaim pengakuan kemenangan dari kedua kandidat, pemerintahan yang masih berkuasa baru memutuskan sebuah aturan bahwa salah satu kandidat tidak diperbolehkan mengaku-ngaku kemenangan berdasarkan Quick Count. Penonton saat ini sudah melupakan bintang film sebelumnya karena sudah terfokus pada bintang film yang baru. Opini yang terbangun saat ini adalah kemenangan salah satu kubu, sehingga kemudian terbangun argumen apabila pada saat diumumkan oleh panitia penyelenggara ternyata kubu yang lain yang memenangkan pertandingan maka akan dituduh melakukan kecurangan.

Ditengah-tengah diskusi, Letto yang hadir di Kenduri Cinta kali ini diminta untuk menyapa masyarakat Maiyah dengan dua nomor terbarunya yaitu: “Fatwa Hati” dan “Mata Rembulan”. Lagu “Ruang Rindu” juga dibawakan oleh Letto dengan penampilan akustik.

Kemenangan Tidak Selalu Berdasarkan Pertarungan Kekuatan Fisik

Sabrang diminta oleh Cak Nun untuk menjelaskan tentang semut. Dalam filosofi semut di Jawa, semut itu menang jika melawan gajah, namun akan kalah jika melawan manusia. Menurut Sabrang, kemenangan semut atas gajah bukan karena pertarungan kekuatan fisik, melainkan pertarungan kecerdikan. Semut tersebut dapat menaklukan seekor gajah dengan cara memasuki telinga sang gajah.

Cak Nun mencoba menarik garis lurus dengan judul tulisan Cak Nun terbaru di Majalah Sabana “Semut ireng, anak-anak Sapi”. Dalam komunitas semut hal yang paling terpenting adalah kerjasama (gotong royong). Bangsa Indonesia ini memiliki filosofi Gotong Royong, maka sejatinya bangsa ini adalah bangsa semut. Semut adalah representasi binatang yang sangat sulit untuk dibasmi. Semut sendiri memiliki kualitas kerjasama yang sangat ekstrim. Ada koloni yang memang pekerjaannya adalah mencari makanan, ada yang tugasnya hanya beranak, ada yang tugasnya  bertarung. Koloni semut terbagi dengan rapi berdasarkan kualitasnya tersebut. Berbeda dengan sapi, dia dicocok hidungnya kemudian diperah susunya, dieksploitasi tenaganya. Ada kolono sapi yang hanya menjadi komoditas sapi pedaging, ada yang menjadi komoditas sapi perah, ada yang hanya dimanfaatkan tenaganya untuk membajak sawah. Intinya adalah eksploitasi. Berbeda dengan semut, meskipun bentuk fisiknya tidak sebesar sapi namun ia sangat mandiri. Tidak bisa diperbudak, tidak bisa dikesploitasi oleh makhluk lainnya.

Ian L. Betts diminta oleh Cak Nun untuk memaparkan bagaimana respon publik Internasional terhadap pelaksanaan PILPRES di Indonesia. Menurut Ian L. Betts, publik Internasional sangat kagum dan menyambut baik atas hasil Quick Count PILPRES 2014 9 Juli yang lalu. Publik Internasional menyambut positif atas diumumkannya Jokowi sebagai Presiden terpilih Indonesia versi Quick Count. Salah satu bukti disambutnya Jokowi dengan positif adalah bagaimana cara media internasional mengangkat headline terpilihnya Jokowi di halaman pertama. Menurut Ian L. Betts, PILPRES Indonesia tahun ini adalah yang sangat penuh dengan polariasasi dari dua kelompok. Kemudian Ian L. Betts mencoba menarik benang merah antara rakyat Indonesia dengan penjelasan tentang semut dari Cak Nun tadi, menurutnya rakyat Indonesia sangat siap untuk menghilangkan dirinya sendiri untuk kemudian tidak bergantung kepada presiden terpilih nantinya. Ditengah-tengah penjabarannya, Ian L. Betts bercanda “Quick Count di Indonesia adalah Quick Count yang tercepat di dunia, proses pemilihan berlangsung sejak jam 7 pagi hingga jam 1 siang, jam 3 sore sudah diketahui siapa pemenangnya. Padahal di India saja  memerlukan waktu sampai 3 minggu untuk menyelesaikan proses Quick Count itu sendiri”.

Menurut Ian L. Betts, letak strategis Indonesia yang berada di laut China selatan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar perusahaan multiinternasional untuk mendirikan anak perusahaannya di Indonesia. Hampir semua perusahaan asing multinasional ada di Indonesia. Karena dunia kapitalis sekarang menjadikan Indonesia sebagai salah satu pangsa pasar terbaik bagi perusahaan yang ingin masuk dalam kompetisi persaingan secara internasional. Menurut Ian, kedepan pun publik Internasional akan tetap positif kepada Indonesia.

Cak Nun menyambung pemaparan Ian L. Betts, menurut Cak Nun tentu akan sangat indah apabila setelah 9 juli Jokowi dan Pabowo tampil di publik berdua bergandengan tangan, sholat tarawih bersama, duduk bersama, tampil di TV bersama. Karena secara proses pemilihan sudah tidak ada lagi pengaruhnya bagi keduanya untuk merubah pilihan rakyat karena proses pencoblosan sudah berlangsung. Akan lebih indah lagi jika keduanya tampil bersama SBY.

Kesucian Maiyah akan mampu menghitung apakah nantinya Presiden yang terpilih adalah Presiden berdasarkan petunjuk Allah, berdasarkan diizinkan oleh Allah, dibiarkan oleh Allah, atau bahkan disesatkan oleh Allah. Kita harus bisa menghitungnya. Presiden rahmat atau adzab oleh Allah. Sama seperti halnya jenis-jenis manusia, ada manusia halal, ada manusia haram, ada manusia wajib, ada manusia sunnah dan ada manusi makruh. Seperti yang sudah pernah di bahas di forum-forum Maiyah sebelumnya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 03:36 WIB, Letto diminta memuncaki Kenduri Cinta edisi Juli 2014 dengan lagu “Sebelum Cahaya”, yang langsung disambung oleh Cak Nun dengan doa bersama.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Rahmatan lil ‘Alamin-nya Mannna?

Rahmatan lil ‘Alamin-nya Mannna?

Setelah diawali dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an dan lantunan beberapa sholawat, Cak Nun langsung naik ke panggung bersama dengan beberapa sahabat-sahabat lama yang aktif di Persada Studi Klub (PSK) yang dua hari sebelumnya mengadakan acara peringatan 47 tahun PSK di Rumah Maiyah Kadipiro.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta