Menabung Kesucian
Migunani Tumraping Liyan
Setiap pagi adalah hari kelahiran dan setiap malam menjelang adalah malam kematian. Dalam Psikologi Al-Quran tidur disebut mati karena sewaktu tidur kita tidak berkuasa lagi mengendalikan tubuh ini. Seakan terpisah untuk sementara, tutur Komaruddin Hidayat dalam bukunya Psikologi Kematian. Terbatasnya ruang dan waktu yang dimiliki, membuat kita selalu merefleksi dan mencoba berhijrah. Berhijrah dalam arti bermetamorfosa meningkatkan kualitas hidup kita lebih tinggi. Mengingat dan merenungkan kematian akan membuat diri semakin tersadar bahwa pemaknaan akan batas begitu diperlukan, agar lebih serius dalam menjalani hidup. Seperti yang pernah Cak Nun sampaikan dalam Banawa sekar, orang yang memahami kematian maka ia akan mengerti tentang kehidupan.
Langkah utama yang juga ditegaskan dalam Hadist Arbain pertama dalam menjalani kehidupan, bahwa semua amalan tergantung niatnya. Jadi merumuskan niat dalam pikiran, hati dan kemudian berwujud tindakan harus dalam kesadaran penuh. Sehinga tidak mudah terbelokkan oleh berbagai macam rayuan nafsu diri. Dr. Aziz dalam suatu forum maiyah mengingatkan, apabila kita ingin merubah Nusantara, yang perlu kita lakukan pertama kali adalah merubah diri kita sendiri, baru kemudian kita melakukan langkah yang kita sebut sebagai Menebus Nusantara. Oleh karenanya, memaksimalkan apa yang dititipkan pada diri kita dan mulai sekarang juga merupakan kunci serta sebagai bentuk kebersyukuran atas apa yang telah dianugrahkanNya dalam fisik dan jiwa ini. Sebab ruang keabadian adalah here and now bukan yesterday atau tomorrow.
Pengetahuan tentang batas juga mampu memimpin diri membedakan mana kebutuhan diri dan keinginan diri, karena pemahaman terhadap batas merupakan syarat bagi seseorang untuk bisa mengendalikan dirinya. Mengendalikan makan adalah hal paling mudah yang bisa dilakukan manusia untuk mempelajari dan memahami batas antara kebutuhan dan keinginan. Makan, merupakan pekerjaan rutin yang dilakukan tiap hari dan pekerjaan itu sudah dimulai sejak lahir. Mungkin karena saking rutinnya, kita tidak pernah tahu atau setidaknya tidak pernah mencari tahu sebenarnya berapa sih kadar makanan minimal yang diperlukan manusia untuk hidup dalam sehari.
Sehingga ada keyakinan salah yang malahan selalu kita percaya dan amini, bahwa seolah-olah kita tidak bisa hidup kalau sehari saja tidak makan, yang pada akhirnya mendorong manusia untuk uber-uberan, jegal-jegalan hanya sekedar memenuhi keinginan perut. Padahal kalau kita sadar dan mau berhitung, kita akan tahu bahwa kegiatan makan itu sesungguhnya lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Diharapkan, dengan mengetahui batas antara butuh dan ingin maka manusia cukup memenuhi kebutuhan perut saja dan mengabaikan keinginan perut sehingga akan semakin banyak waktu untuk berpikir dan semakin banyak darah yang mengalir ke otak, tidak melulu mengalir ke perut yang menyebabkan otak kekurangan darah dan energi, sehingga tidak optimal digunakan, papar dr. Chris dalam sebuah tulisannnya.
Seperti dalam tulisan tempo hari, Menurut Abraham Maslow, kebutuhan hidup manusia terbagi dalam 5 tingkat hirarki kebutuhan, 1) Manusia yang hidupnya untuk memenuhi kebutuhan fisiologis seperti sandang, pangan, papan, sex, 2) kebutuhan akan keamanan dan keselamatan seperti bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari terror, 3) kebutuhan sosial semisal memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, 4) kebutuhan akan penghargaan, contoh: pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, 5) kebutuhan beraktualisasi diri yakni menggunakan seluruh potensi yang ia punya (waktu, tenaga, pikiran) hanya untuk agar segala sesuatu disekitarnya menjadi teratur dan bahagia tanpa lagi “mempedulikan” nasibnya sendiri. Pada hakikatnya, manusia level keempat dan kelima hanya berbeda tipis. Jika level keempat motivasi dari semua dilakukan untuk memunculkan dirinya, namun manusia level kelima lebih memilih beraktualisasi dan mengubur dirinya, karena tersadar, puncak kepastian adalah ketidakpastian yang muara dan niatnya pada yang satu, Allah. Aktualisasi diri dalam tingkat kelima ini, Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan jauh-jauh hari bahwa sebaik-baik manusia ialah ia yang paling banyak bermanfaat untuk orang lain atau dalam istilah bahasa Jawa migunani tumraping liyan. Yang mana sejatinya wilayah ini tak pernah diukur dari kegiatan fisik atau banyaknya materi yang telah diberikan, namun kualitas niat dan fikiran lebih bisa menjadi ukuran kualitas seseorang itu. Setelah sebelumnya melewati fase, bahwa orang yang mengetahui dirinya, maka dia akan mengetahui siapa Tuhannya. Dan kemenangan terbesar seseorang, dimana ketika ia mampu mengalahkan dirinya sendiri.
Obor Illahi on Ober Igel
Cak Nun seringkali mengidentifikasikan tentang benar, baik dan indah. Bahwa sejatinya pengetahuan dibutuhkan untuk memahami kebenaran, kemudian apabila telah dipahami maka tahap selanjutnya adalah memahami kebaikan, dan pada puncaknya apabila telah memahami keduanya maka ia akan paham apa itu keindahan. Pengetahuan tentang terjadinya siang dan malam telah banyak kali Allah ingatkan dalam Al-Qur’an. Saat terang manusia bekerja dan saat gelap manusia beristirahat. Berpikir, berkata dan bergerak merupakan sebuah tindakan yang memerlukan energi relatif sama besarnya. Maka nyaris tidak mungkin seorang manusia bisa berpikir, berkata dan bekerja secara serempak dalam satu waktu. Dibutuhkan pengelolaan waktu dan energi agar ketiga hal tersebut bisa dilaksanakan. Sehingga dibutuhkan manajemen waktu dalam menjalani kehidupan.
Sejauh ini waktu terbaik untuk berpikir dan berkata bukanlah pada saat manusia bekerja. Maka kegelapan merupakan pilihan terbaik agar seorang manusia bisa berpikir dan berkata secara optimal. Suatu pekerjaan akan berjalan baik bila direncanakan dengan baik. Proses perencanaan merupakan proses yang sangat melibatkan kemampuan berpikir dan berkata-kata bertukar ide. Secara singkat bisa disimpulkan bahwa malam hari disaat gelap merupakan waktu yang tepat untuk membuat rencana (berpikir dan berkata) dan ketika siang hari telah tiba merupakan saat yang tepat untuk menjalankan rencana-rencana malam sebelumnya, pungkas dr. Chris dalam tulisannya. Demikianlah dalam setiap malamnya masyarakat maiyah mencoba untuk mempersiapkan diri menebus Nusantara.
Ober Igel tak lain merupakan bahasa walikan Relegi (Rebo Legi) yang telah istiqomah berjalan selama dua tahun terakhir. Konon menurut versi cerita yang pernah saya dengar, sebelumnya Malang memiliki forum maiyah yang bernama Obor Illahi. Dan harapan yang selalu tersematkan semoga ‘arang’ berupa forum maiyah Ober Igel mampu menambah terang Obor Illahi yang telah lama menyala sendirian di dalam kesunyian dan dingin bekunya kota Malang. Karena pada dasarnya, bukan kita yang butuh menemani tapi kitalah yang selalu ditemani oleh Obor Illahi.
Mengupayakan untuk terus bergerak dengan kapasitas ember masing-masing upaya lebih bijak daripada mengutuk kegelapan. Karena hakikatnya sejarah bukan untuk dikutuk apalagi disesali tapi sebagai batu pijakan melangkah kedepan lebih baik lagi. Namun, seiring yang katanya disebut kemajuan, mayoritas orang lupa akan akarnya masing-masing. Oleh karena itu mari bersama menyalakan cahaya sehingga dapat menyinari wilayah yang lebih luas lagi.
Cak Nun juga kerap mengingatkan, berpikirlah seribu kali untuk berbohong apalagi membohongi orang lain karena kebohongan itu akan kembali pada dirimu sendiri. “Namun, ketika kebohongan menjadi bentuk kehidupanku maka itulah bentuk kehilangan dan kematianku sebagai manusia. seketika itu aku bukan manusia, aku bukan hewan, aku bukan alam atau mungkin aku lebih rendah dari semuanya?” tutur Bhasudewa Krisna dalam Mahabharata. Tapi bersyukurlah karena Nur Muhammad telah selalu mengajarkan bahwa jangan pernah membenci orangnya, tapi bencilah sikap, perilaku atau tindakan yang kurang sesuai tersebut, yang nantinya ketika orang telah berhijrah kembali berjalan pada sisi yang sesuai, bersiaplah untuk mencintainya lagi. Disanalah letak pencurian, perkelahian, menjadi ladang menjalin paseduluran dalam maiyah ketika subyek terdakwa telah merubah pikiran dan sikap hidupnya maka kita juga wajib menyayanginya lagi. Sejatinya, menjadi manusia adalah tugas yang cukup berat, untuk selanjutnya kemudian menjadi abdiNya dan pada level yang lebih tinggi lagi untuk menjadi Khalifah lil ardh.
Nusantara goal Internasional (Padatan Maiyah)
Maiyah telah mendefinisikan diri menjadi garam. Garam sendiri bukan penentu utama dalam suatu masakan, ia tak pernah muncul ke permukaan seperti sayur ataupun lauk, tapi tanpa garam semua masakan itu akan menjadi hambar. Jika kembali dalam bahasan Maslow, secara tidak langsung garam berada dalam tataran aktualisasi diri dan ia pun berani meniadakan dirinya. Garam sendiri merupakan suatu yang murni, suci. Wilayah dan daya juangnya hanya hubungan dia dan Allah saja yang mengetahui. Namun, bukan berarti apa yang telah ditabung dalam proses aktualisasi selesai begitu saja. Toh, adakalanya saat kita dibawah dan telah sering menabung kesucian, mungkin tiada salahnya juga untut sedikit menuntut Tuhan.
Konon Jamaah Maiyah Ober Igel yang merupakan perwujudan lain Obor Illahi sejak 2004 telah menginisiasi klinik. Pun pembuatan klinik tentu bukanlah hal mudah karena memerlukan seabrek persyaratan administratif yang mengikat. Namun, pikiran simpel jamaah setelah diterangkan panjang kali lebar tentang segala macam persyaratan dan aturan dari pemerintah, mereka hanya menimpali klinik kan mek butuh dokter lan pasien, sakwene Tuhan gak rewel lak gak masalah ta? Dan sejak itu pula, klinik yang dikelola pun tidak seperti pada umumnya. Jika mayoritas dokter yang memasang tarif pada pasien, disini berlaku sebaliknya. Pasienlah yang memasang tarif pada dokter sesuai dengan tingkat kebermanfaatannya yang mana disediakan kotak untuk jasa karena pembayaran berbeda antara tariff obat dan jasa dokter.
Namun selang berjalan lebih dari 6 tahun, berdasarkan hasil penelitian, ternyata masyarakat Indonesia pun tidak mau digratisi dengan system seperti itu. Jadi, dalam pekerjaan, niat baik saja tidak cukup. Harus diperhitungkan efek, manfaat dan timbal baliknya dari orang yang ditolong. Bahwa itu pun tidak bisa mendewasakan masyarakat karena mereka akan menjadi tidak semangat dalam melakukan pekerjaannya. Samapula halnya dengan mendidik anak, apakah ia harus dididik dengan kelembutan atau kekerasan? Jadi semua butuh pertimbangan agar supaya bisa memunculkan sikap/dampak terbaiknya.
Baru-baru ini, JM Ober Igel juga menginisiasi pelatihan pembelajaran Bahasa Arab untuk memahami Al-Qur’an. Pematerinya sendiri masih berstatus mahasiswa. Namun, semangat mengetahui, memahami dan mengaplikasikan pedoman hidup yang diturunkan lewat perantara Nabi Muhammad SAW menjadi poin tersendiri. Karena seiring berjalan waktu, semakin banyak yang memilikinya ternyata tidak berbanding lurus dengan semangat untuk memikirkan dan memahami rahasia-rahasia yang terkandung didalamnya apalagi dengan hegemoni media dalam berbagai sendi.
Begitu mahalnya sebuah ide atau konsep karena dampak dan manfaatnya ketika telah diaplikasikan dalam masyarakat. Mengulang betapa berharganya keyakinan dalam konsep Butterfly Effect, yang pada dasarnya dimana ketika satu titik otak disentuh ia bisa menulari seluruh otak. Ibarat bola salju yang menggelinding dan kepakan kupu-kupu yang mungkin dampak awalnya tak seberapa. Namun, ketika sudah mencapai ujungnya, baru terasa bahwa yang kecil dan dilakukan konsisten itu bisa berdampak besar dan bahkan menimbulkan badai di belahan bumi lain. Karena sejatinya dunia dalam kondisi yang kosmik, kosmos, atau memiliki keteraturan. Semuanya tinggal dikembalikan lagi kepada kita, apakah kita mau yakin atau tidak? semisal terjadi butterfly effect dengan apa yang hari ini kita anggap disini adalah forum kecil, tulisan ataupun hasil yang kita dapat dari pengajian hari ini akan menyebar kemana-mana dan dijaga oleh malaikat. Wallahu a’lam.