CakNun.com

Membangun Karakter Ihsan dengan Al-Qur’an

Kenduri Cinta
Waktu baca ± 8 menit

Sehari sebelumnya (14/6) Cak Nun dan Kiai Kanjeng bermaiyahan di Candi Borobudur. Pada Acara tersebut Cak Nun berbicara tentang Borobudur sebagai Pusaka. Senin sore (15/6), Cak Nun dan Kiai Kanjeng diundang dalam Peringatan Nuzulul Qur’an dengan Tema “Membangun Karakter Ihsan dengan Al-Qur’an” yang bertempat di Graha Merah Putih Telkom indonesia, Bandung.

Dalam mukadimah acara disampaikan oleh Bapak Arief Yahya – Dirut. Telkom, mengenai latar belakang tema yang diangkat. Pertama, karakter ihsan telah dijadikan esensi dalam The Corporate Philosophy Telkom yaitu Always The Best, yang esensinya adalah ihsan. Ihsan adalah yang terbaik. Kedua, Rasulullah menegaskan agar kita meneladani karakter Allah. Dan karakter tertinggi Allah diyakni adalah ihsan. Ketiga, di dalam Al-Qur’an surat AL-Rahman ayat 60 : “Tidak ada balasan Ihsan kecuali Ihsan”. Kalau kita melakukan yang terbaik maka Allah pasti akan memberikan yang terbaik. Hal ini bukan hanya untuk orang muslim tapi untuk setiap manusia. Dalam mukadimah tersebut juga disampaikan : “untuk menjadikan perusahaan yang baik cukup dengan strategi, tapi untuk menjadi perusahaan yang hebat harus dengan spirit. Kalau kita bekerja hanya untuk gaji dan makan nilainya adalah 6. Kalau kita melakukan sesuatu karena kompetensi kita nilainya adalah 8, dan yang tertinggi adalah kalau kita bekerja untuk bangsa kita. Dan yang paling tinggi adalah kita bekerja karena Allah”. Selanjutnya Cak Nun dan Kiai Kanjeng dipersilahkan untuk mengisi agenda utama.

Cak Nun memulai dengan manyapa para jamaah. “Acara sore hari ini mudah-mudahan oleh Allah dianggap sesaji dari kita semua untuk mengurangi potensi celaka yang terjadi. Karena kita sebagai bangsa sedang sangat membutuhkan pertolongan Allah, sebab kita sendiri potensinya bukan akan menolong diri kita tapi mungkin akan saling mencelakakan dan ini belum ada jalannya. Maka acara sore hari ini, mudah-mudahan merupakan tambahan setoran ke-ikhlas-an kita kepada Allah, sehingga Allah menolong kita, tanggal 22 dan seterusnya. Sebab kita tidak punya potensi untuk mampu menolong diri kita sendiri. Indonesia ini seperti perusahaan tanpa komisaris.”

Cak Nun menuturkan : Dulu Allah selama bertriliun-triliun abad lama pastinya saya tidak tahu pasti, Allah menerapkan policy dimana seratus persen yang berlangsung dalam ciptaan-Nya (jagad raya ini) adalah perintah Dia. Kemudian Allah buat gensitas positif dan negatif, sehingga Allah punya ide untuk ciptakan Adam A.S, satu hibirida manusia baru. Dan Adam itu dipakai untuk praktik dari perubahan policy dimana Allah tidak lagi seratus persen menerapkan kekuasaannya, tetapi Dia berbagi sedikit dengan ciptaan-Nya. Sejak Adam sampai kita anak turunannya ini, kita dikasih Tuhan hak pakai, hak tinggal, pokonya hak untuk mengambil keputusan. Selama sebelum Adam, seratus persen itu keputusan Tuhan. Baik itu alam, tumbuhan, gunung, sungai, binatang, malaikat semua itu ya’malu ma yu’marun dalam Al-Qur’an. Seratus persen melaksanakan kemaun Tuhan. Sejak Adam A.S. kemaun Tuhan itu dibagi sedikit kepada kita. Kita dikasih demokrasi, diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan. Sekarang kita sedang akan mengambil keputusan untuk negara kita dan kayaknya kita tidak mampu-mampu amat. Maka kita butuh pertolongan Tuhan, sehingga tadi saya mengatakan mudah-mudahan sore hari ini oleh Tuhan dicatat sebagai tambahan istigosah, tambahan harapan dan dambaan, serta tambahan doa. Agar supaya Allah akan menolong kita, sehingga Allah nanti akan menjadi komisaris KPU. Entah bagaimana bentuknya itu terserah Allah.

Karena kita ingin Allah menolong kita semua. Seperti dikatakan oleh Pak Arief, kalau sekedar kita ini cari gaji dan karier itu nilainya enam, tetapi kalau cari sesuatu yang lebih tinggi bisa delapan, bisa sepuluh. Kalau Telkom ingin sukses untuk Telkom apalah susahnya, tetapi kalau Telkom untuk Indonesia, untuk kemanusian, untuk kemaslahatan yang seluas-luasnya maka nilai kita menjadi sepuluh. Oleh karena itu dengan singkatnya waktu ini kita memohon kepada Allah SWT sedalam-dalamnya. Cak Nun memimpin doa dengan membacakan ummul Qur’an dan dilanjutkan dengan nomor sholawat pembuka.

Karakter Ihsan

Ketika Allah memberitakan mengenai kematangan kebaikan, kebenaran, dan keindahan di Al-Qur’an selalu memakai kata Ihsan. Misal, matangnya pergaulan antara capres satu dan dua, itu pedomanya : jadilhum billati hiya ahsan. Ahsan satu family dengan Ihsan. Semua yang sifatnya puncak kebaikan selalu Allah menggunakan kata ihsan. Ihsan adalah transform dari iman menjadi islam kemudian ihsan. Gampangnya iman adalah benihnya, islam adalah pohon dan daun-daunnya, ihsan adalah buahnya.

Jadi kalau anda omong iman, transform menjadi islam, transform menjadi ihsan. Itu kita harus lihat belakangnya. Kalau iman itu sebelumnya ada aman, kata kerjanya adalah amanah, yu’minu. Metodologi kerjaannya namanya iman, pelakunya namanya mukmin.

Pemimpin disebut amirul mukminin, jadi manajer utama dari segala urusan yang menyangkut keamanan jasmani dan rohani. Aman territorial, aman energi, aman tambang, aman pulau, aman apa saja. Kemudian aman ini harus ada alat atau perilaku untuk menyelamatkan rasa aman ini, seluruh yang berkaitan dengan aman harus diselamatkan. Maka ada aslama, yuslimu islaman. Jadi kalau aman hasilnya adalah salam, selamat. Dari kata salam ini asal usulnya sebenarnya adalah aslama dulu.

Nah iman itu benihnya, kemudian pohonnya itu islam. Islam itu kuncinya adalah menyelamatkan. Menjadi muslim adalah orang yang menyelamatkan dirinya sendiri dihadapan Allah. Kalau anda ingin menyelamatkan dirimu di depan Allah, maka satu-satunya jalan anda harus menyelamatkan orang lain juga. Maka anda tidak boleh tidak menyelamatkan orang lain. Kalau anda tidak bisa menyelamatkan orang lain, anda juga tidak selamat dihadapan Allah. Maka kita kemana-kemana selalu berjanji assalamu’alaykum. Jadi saya berjanji menyelamatkan kamu, dan orang yang dikasih janji juga menjawab “aku juga berjanji akan menyelamatkan kamu” dengan kalimat wa’alaykumusallam. Nanti urusan manajamen kenegaraan dan ketatanegaraan adalah rahmat Allah di transformasi menjadi barokah. Tambang, freport, batu bara, semua itu rahmat Allah. Nah ini harus ada pemerintah dengan komisarisnya, jadi ada direksi  dengan komisaris bekerja sama, Hayam Wuruk bekerjama dengan Gajah Mada untuk membikin suatu policy agar rahmat Tuhan ini menjadi barakah. Maka bunyinya adalah warohmatullahi wabarokatuh. Indonesia ini masih menghemat barokah-nya ini, jadi bunyinya adalah warohmatullhi wa adzabuh.

Kata rasulullah setelah iman  itu Islam, kemudian ikhsan. Zakat itu islam, maka kalau sodaqoh itu ikhsan. Sebab sodaqoh lahir dari nuranimu diri sendiri. Kalau anda blusukan karena memang kebutuhanmu sendiri dan kebutuhan rakyatmu, dan itu murni tidak dibiayai APBD dan APBN maka itu ihsan. Jadi iman, islam, ihsan sangat jelas. Kalau Allah sudah bertajali, kalau anda sudah menyadari bahwa kencing itu kehendak Allah, karena anda sendiri tidak bisa menjadwalnya. Ihsan itu suatu peristiwa perbuatan baik ketika kehendakmu direkonfirmasi cocok dengan kehendak Allah. Maka selalu kita ber-istiqoroh, kita selalu tanya kepada Allah, sehingga disebut Innama amruhu idza arada syaian. Kalau sudah cocok keinginanmu dengan keinginan Allah, maka pasti kun fayakun. Dialetkika antara otoritas Allah dengan otoritas kita ini sebenarnya adalah indikator dari celaka atau tidak celakanya manusia. Jadi saya kira sekarang puncak ujian, Tuhan disertakan kadang-kadang, seperti umroh, istighosah tapi tidak disertakan sejak awal. Kalau udah kepepet baru ingat Allah. Jadi ketika Allah sudah bertajali, dimana keputusanmu dengan Allah itu sama maka itu yang namanya Ihsan.

Saya berbuat baik itu tidak pakai tujuan. Kalau berbuat baik tujuannya ya berbuat baik titik. Kalau kasih orang ya titik, kalau mau ikut toriqot itu ya ikut toriqot bukan supaya labanya lebih besar, pangkatnya lebih naik. Ibadah itu ya ibadah, itu sedekah kita kepada Allah, tidak pakai tujuan yang lain. Saya pengajian seperti tiap malam. Tadi malam di Borobudur, kemarin malamnya lagi di Surabaya, malam sebelumnya di Jombang, sebelumnya lagi di Jakarta. Sebenarnya kalau saya nyapres leibih wah, akses ke rakyat luar biasa. Empat puluh tahun saya blusukan. Tapi saya melarang diri saya untuk punya tujuan selain perbuatan baik itu sendiri. Jadi berbuat baik ya berbuat baik titik. Sholat ya sholat, lillahi ta’ala.

Saya ingin anda dekat sama segala sesuatu. Sebab anda itu satu dengan alam semesta, apalagi sama Allah. Kalau bisa anda rajin di kantor bukan karena ingin dapat gaji, tapi karena anda menikmati dan itu lahir dari dalam. Barang siapa semakin ikhlas energinya, semakin efisien untk keikhlasannya maka dia pasti lebih produktif. Seorang tukang becak melakukan transaksi paling hanya lima menit dalam sehari, selebihnya genjot. Transaksinya adalah ketika terjadi tawar menawar penumpang dengan tukang becak. Pas ketika dia mulai mengayuh becaknya itu bukan cari duit, dia menikmati.

Cak Nun memberikan ilustrasi rasa syukur tukang becak. “MasyaAllah, Alhamdulillah ya Allah, Sampean kasih kaki kuatnya seperti ini. Ini ada Sultan disitu, ada walikota disitu, mereka itu merasa tinggi padahal mereka kalah sama saya. Coba kalau berani Sultan mbecak seperti saya, ndak akan berani dia. Saya jadi Sultan berani, mbecak juga berani. Jadi saya tidak akan menjadi sultan, untuk apa menjadi Sultan, wong Sultan mbecak saja tidak berani.”

Yang membuat kita susah adalah makan tempe banyangin daging. Jadi anda tidak siap kepada qoda dan qadar. Apa yang sudah terjadi itu qada dan qadar, yang belum terjadi baru anda tawar, anda mohon, anda istighosah. Kalau sudah terjadi ya sudah.

Menurut Cak Nun, Berdasarkan fisiknya orang Indonesia punya warna kulit  yang pas, hidungnya pas, tinggi badannya pas. Maka seharusnya orang Indonesia punya kemantapan pada dirinya. Kalau kita tidak terima terhadap apa yang dimiliki, akan hancur hidup kita. Cak Nun kemudian mengatakan “kalau anda pakai standarisasi, silahkan pakai standarisasi untuk produk-produk kapitalisme. Untuk manusia ndak boleh ada standarisasi. Manusia itu ya dirinya itu sendiri yang terbaik. Kalau ayam jangan di pengaruhi untuk bisa terbang.”

Watak Orang Indonesia adalah Semut

Dalam penjelasannya Cak Nun menembangkan tembang dandang gulo. Makna tembang dandang gulo tersebut menurut Cak Nun watak Indonesia adalah semut kecil-kecil, hidupnya penuh dengan gotong royong, silaturahimnya sangat tinggi, dan tidak rakus sama sekali. Semut kemana-mana selalu kompak, kalau ketemu selalu salaman cium pipi. Kemanapun dia pergi meninggalkan jejak, agar mempermudah semua semut yang lain untuk mencapai hal yang sama. Semut punya organisasi yang luar biasa, kalau ada semut pengintai menemukan gula, maka ia akan lapor ke ketua semut berapa pasukan yang harus dikirim untuk mengambil gula tersebut. Dan untuk mempermudah pasukan semut dalam menempuh jarak tersebut, semut pengintai selalu meninggalkan jejak, sehingga dengan efisien pasukan semut itu sampai  ke tempat gula. Lebih lanjut Cak Nun menjelaskan, bahwa kalau pasukan semut sedang membawa gula dan anda mencegatnya, kemudian ditumpahkan dua kilogram gula di depan mereka. Maka pasukan semut tersebut tidak akan tertarik, mereka akan tetap mengangkut gula yang diangkutnya itu yang menjadi qada dan qadarnya itu. Semut itu tidak bisa dikalahkan. Jangan bilang semut itu kecil, semut itu ya segitu. Terus jangan bikin strategi kebudayaan dan ideologi yang salah untuk mempengaruhi semut supaya mengembangkan diri jadi gajah.

Orang sekarang tidak mengerti bedanya islam sama arab, ndak mampu menguraikan gula dengan manis, api dengan panas. Dipikirnya karena gula itu manis, maka dia marah kepada yang lain yang bukan manis. Karena tidak mampu membedakan gula dan manis, akhirnya bertengkar yang ini ikut capres A, yang ini ikut capres B, gara mempertengkarkan gula dan manis tadi. Orang islam juga gitu, dipikirnya itu islam padahal itu arab. Kalau islam itu intinya adalah menutup aurat, Allah tidak menganjurkan pakailah kain, pakailah blarak. Jadi kita harus bisa bedakan dan mengurai, gula sama manis itu lain, laut sama ombak itu beda. Anda bisa ambil air laut tapi tidak bisa ambil ombaknya. Anda harus bisa membedakan mana manusianya mana dirutnya, mana hamba Allah mana khalifahnya. Semua harus ada penguraian dan kontekstualisasi yang setepat-tepatnya.

Sebelum meminta Kiai Kanjeng membawakan nomor Sholawat, Cak Nun menyampaikan menurut temannya yang Katolik, puncak ilmu adalah Asyhadu alla ilaaha illallah. Jadi kalau puncak ilmu itu syahadat, kalau puncak manajamen itu syahadatain. Puncak manajamen itu adalah anda mengerti seluruh urusan dengan dialektika resikonya dan manfaatnya kalau anda sudah mampu menikahkan Asyhadu alla ilaaha illallah Wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.

Kiai Kanjeng diminta membawakan nomor annabi shollu ‘alaih dengan aransemen Kiai Kanjeng.

***

Sebenarnya kai kanjeng in melakukan ihsan, jadi apa yang paling manis dari buah. Nomor satu dia tidak perduli dengan eksistensinya. Kiai kanjeng tidak ingin menjadi seniman, tidak ingin dikenal, pokoknya kerja terus, jalan terus. Kerjanya menyenangkan hati orang, membesarkan hati orang, dan menyapa setiap orang. Kita ini melayani orang. Sampai saya nanti tidak punya tenaga, saya kerjanya sederhana : nggedein hati kamu, kamu siapa saja kamu saya akui, kamu siapa saja tetap teman saya, kamu kasih saya fitnah saya kasih kamu cinta. Jangan khawatir, semakin kamu fitnah saya itu memperbesar cinta saya kepada kamu. Jadi tidak usah omong seolah-olah saya kecam walikota kok jadi gubernur. Saya itu sudah pegang surat ditandatangani Pak Harto tahun 1999, bahwa Pak Harto berjanji, bersumpah tidak akan jadi presiden lagi, dia tidak ikut campur pemilihan presiden, dia siap diadili, dan dia mau mengembalikan hartanya. Saya kasih surat itu ke pers tidak ada yang mau memuat, saya kasih ke teman-teman pengacara ndak ada yang mau mengadili Suharto. Jadi ternyata reformasi itu bukan menjatuhkan Suharto dan membangun demokrasi, reformasi itu sebenarnya adalah ingin nyuri bareng-bareng. Prabowo juga gitu dari dulu ayo di adili dia, apa lewat mahkamah militer, tapi harus diperjelas dia nyulik atau tidak, siapa saja yang nyulik, atas perintah siapa, ayo kita perjelas semuanya. Lima belas tahun ndak ada yang mau adili, setelah punya kepentingan baru diusik-usik.

Menjelang buka puasa sekaligus mengakhiri acara maiyah sore hari, Kiai Kanjeng diminta membawakan nomor hasbunallah. “Hasbunallah wani’mal-wakîl, ni’mal-mawlâ, wani’man-nashîr, apa saja akan dicukupi oleh Allah, semua yang kita butuhkan dicukupi oleh Allah, yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia dicukupi oleh Allah. Kalau Sunan Kalijaga kasih wirid sederhana kepada rakyat kecil yang belum bisa arab beneran, wiridnya : Allahuma tuhno, Allahuma tekno. Allahuma tuhno, maksudnya kalau pas butuh itu ono. Allahuma tekno, kalau pas tidak ada, ada alagi. Kita tidak perlu kaya, asal pas butuh ada. Daripada kaya, tapi pas butuh tidak ada”.

Diakhir acara Cak nun menyampaikan “qul indallahu fa innama abdiluh ala nafsih, fain hidadaitu  fabimayuhhiyah ila ya robbi. kalau ada yang salah saya yang salah, saya mohon maaf kepada anda, saya minta maaf kepada Allah. Kalau ada yang benar, Allah yang memiliki-Nya dan bersyukurlah kepada-Nya, mudah-mudahan Allah memperjalankan kita di dalam pertemuan-pertemuan yang baik diantara kita yang penuh ihsan, penuh islam dan penuh iman. Islam tidak sebagai lembaga tapi sebagai kata kerja dan sifat untuk menciptakan se-ihsan mungkin seluruhs urusan-urusan kita.” [Red KC/Karyadi]

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Hilwin Nisa
Hilwin Nisa

Tidak

Tidak